Pretend - Lee Seokmin

1.8K 232 9
                                    

I hurt her, again.

.

Aku menatap pigura besar yang menggantung persis di depanku. Pandangku menjelajah foto tersebut, termenung melihat betapa lebar senyum kami di sana.

Ya, itu foto pernikahanku 2 tahun lalu dengan Seokmin. Lee Seokmin, tetangga kecilku yang biasanya menemaniku mencari ikan kecil di got.

Aku tak bisa bilang bahwa waktu tak terasa ketika aku berada satu atap dengannya. 2 tahun yang kulewati ini terasa begitu menyesakkan, membuatku terus berdoa agar waktu cepat berlalu.

Entah, aku juga tak tahu apa yang kutunggu, tapi aku benar-benar ingin hari cepat berganti. Kemudian bulan ikut berganti, tahun, hingga akhirnya aku tua dan meninggal.

Tak ada yang bermasalah dengan pernikahanku sebenarnya. Kami tidak pernah bertengkar, tak ada dari kami yang selingkuh, bahkan Seokmin tak pernah memprotes ketika aku melakukan sesuatu yang diluar kehendaknya.

Ya, rumah tangga kami aman-aman saja.


Tapi justru itu yang aku benci.

Kami jarang berbincang, jarang berkumpul untuk sekedar membagi kisah kami. Kami bersikap seolah kami hidup di 2 tempat yang begitu jauh, ketika kami bahkan tidur satu kasur.

Aku tidak bisa menyalahkannya, lagipula ini pernikahan tanpa rasa cinta. Kami berdua dijodohkan karena wasiat ibu Seokmin sebelum meninggal. 

Betapa lucunya ketika kau mencemooh perjodohan dengan mengatakan bahwa itu hal yang ketinggalan zaman kemudian kau terjebak dalam situasi itu. Apa ini karma?

"Aku pulang."

Mataku menatap pintu yang terbuka, diiringi dengan datangnya sosok itu. Aku yang tadinya sedang duduk termangu di sofa segera beranjak menuju ke dapur, mempersiapkan makan malam.

"Apa yang tadi kau lakukan?" tanyanya ketika ia duduk di hadapanku sambil memakan nasinya.

Aku terdiam sebentar. "Tidak ada" ,jawabku sekenanya sambil lanjut menikmati makananku.

Setelahnya semua kembali hening, hanya bunyi sendok yang sesekali beradu dengan piring yang mengisi kekosongan malam itu. Kemudian, tak ada apapun yang begitu berarti terjadi. Aku mengakhiri hari dengan sesuatu yang selalu kulakukan, tidur menghadap jendela.

Terkadang hatiku menangis, bagaimana bisa tak ada sedikitpun cinta di dalam rumah tangga ini. Bagaimana bisa dia tak melakukan apapun padaku 2 tahun ini, bahkan untuk sekedar pelukan hangat.

Tapi kemudian otakku menegur, mengingatkanku bahwa Seokmin-lah yang paling menderita dengan keadaan ini. Ia bahkan harus mengakhiri hubungan 5 tahun yang ia bangun dengan pacarnya.

Mau dilihat dari sudut pandang manapun, tak ada celah untuk cinta masuk dan menjadi bagian hubungan kami. Maka dari itu, aku selalu berharap waktu mempercepat perpisahan kami berdua.

.

Hari Minggu adalah hari yang paling kusuka, sekaligus yang paling kubenci. Hari di mana aku bisa bebas, juga hari di mana dia bebas. Aku akan melihat kehadirannya sepanjang hari, ukh aku benci hal itu. Hatiku, apa kabarmu?

Tapi hal itu dapat kuatasi dengan cara kabur- maksudku mencari kesibukan di luar dengan bercengkrama dengan para wanitaku. Sayangnya, hal itu tidak berlaku untuk kali ini. Semua sedang memiliki kesibukkan sehingga tidak bisa menemaniku.

Hal itu membuat mood-ku jelek semenjak aku bangun tidur. Aku mengerjakan pekerjaan rumah dengan wajah berkerut, entah kesal karena mereka tak bisa menemaniku atau kesal karena aku harus berada di bawah atap ini seharian dengannya.

"Hah, akhirnya selesai juga" ,ucapku sambil menyeka keringat yang mengalir dan membasahi wajahku.

Aku mendongak, melihat jam yang tergantung di dinding. 3 jam ku lalui hanya untuk membersihkan rumah, luar biasa. Tak bisa dibayangkan betapa kucelnya diriku saat ini. Aku berjalan dengan perlahan karena punggungku sakit karena terlalu banyak menunduk lalu mendaratkan bokongku di sofa yang empuk.

Mataku kupejamkan untuk beberapa saat. Mungkin efek terlalu capek aku jadi mengantuk. Sulit memang menjadi wanita karir sekaligus ibu rumah tangga, kalau tidak pekerjaan yang keteteran ya rumah yang berantakan. Untung saja aku belum punya anak, bisa-bisa anakku juga tidak terurus.

Anak..

Sebesar apapun keinginanku untuk memiliki buah hati, hal itu tak akan pernah terjadi. Hubungan ini lebih seperti dua orang asing yang hidup dalam satu atap, bagaimana mungkin ada anak di tengah-tengahnya.

Sekali lagi aku menyesali keputusan ini. Rasanya hatiku begitu sakit hingga aku ingin menangis. Namun sebelum air mataku keluar, sebuah sentuhan lembut mendarat di kepalaku. Aku segera membuka mataku, mendapati orang itu menatapku dengan kaget sebelum menarik tangannya.

"A-aku hanya mengambil debu yang menempel di rambutmu" ,ucapnya terbata-bata.

Hmm...., Logis.

"Terima kasih" ,balasku singkat sebelum kembali memejamkan mataku.

Keadaan kembali hening seperti sebelum dia datang. Saking heningnya aku mulai merasa mengantuk dan hampir tertidur setelah beberapa saat.

"Sepertinya aku mandi dulu sebelum lanjut tidur. Badanku lengket sekali" ,batinku.

Aku memutuskan untuk membuka mataku kemudian beranjak dari sofa, namun aku terkejut mendapati Seokmin masih berdiri di situ.

"Ada apa?"

"Mau belanja bareng? Bahan-bahan sudah habis"

Aku menepuk keningku. Bodohnya aku melupakan hal itu. Padahal aku sendiri yang bilang pada diriku akan belanja kemarin. Dasar Y/N pikun.

"Tak apa, biar aku belanja sendiri seperti biasa" ,jawabku sambil berjalan menuju kamar mandi.

"Kali ini saja! Aku mau kita pergi berdua."

Aku menghentikan langkahku. Aku memutar badanku, menatapnya bingung. Ada apa ini? Tumben sekali.

"Kenapa harus berdua? Aku bisa pergi sendiri kok.."

Wajahnya tampak bingung dan panik. "Itu, a-ada sesuatu yang ingin kubeli!"

"Titip aku saja kalau begitu, biar gak repot."

"Tak bisa! Sudah ya kita belanja berdua sekali ini saja" ,ucapnya dengan wajah memelas.

Aku terdiam. Sebenarnya tidak ada masalah dengan Seokmin menemaniku belanja, lumayan juga bisa dijadikan troli hidup kan? Hanya saja, aku merasa agak canggung. Tapi ya sudahlah, lumayan bisa dimanfaatkan.

"Baiklah kalau begitu. Kita pergi siang nanti", kataku sebelum masuk ke kamar mandi.

Di dalam kamar mandi, aku mendengar sebuah teriakan senang yang anehnya langsung berhenti .Sepertinya tetanggaku habis menang lotere makanya teriak, cuma langsung ingat kalau punya enggak tetangga.

.

.

.

TBC

Hi! I'm back guys.

Setelah absennya diriqu setelah sekian lama, diriqu merasa sangat terharu karena ternyata masih ada aja yang membaca cerita absurd ini bahkan ngevote dan ngekomen. Sumpah kalian terbaik~~

Oh iya, bagi yang pernah request ke aku dan belom kubikin boleh tolong kirim lagi, catetanku ilang trus aku males baca ulang di chap. sebelumnya ehehehe...

Vomment juseyo~






Seventeen's ImaginesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang