BAB 25. Cerita Devan

2.5K 493 163
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ares selalu punya seribu alasan untuk berdebat dengan Sena, tidak saling sapa berminggu-minggu lamanya dengan Sena

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ares selalu punya seribu alasan untuk berdebat dengan Sena, tidak saling sapa berminggu-minggu lamanya dengan Sena. Bertengkar setiap hari, saling berteriak dan meninggikan intonasi. Semua hal itu nyaris tidak pernah mereka lewatkan setiap harinya. Tetapi, Ares punya sepuluh ribu alasan untuk merindukan Sena dibalik seribu alasan mengapa ia selalu ribut dengan Sena.

Bila tidak ada Sena, rasanya sepi. Tidak ada yang mengomel panjang lebar jika ia tidak mengerjakan tugas sekolah.

Dada Ares mendadak berdenyut nyeri. Ia sentuh dadanya sekilas. Iris matanya bergerak, menatap pintu ruang operasi. Masih terhitung satu jam berlalu semenjak Sena masuk ke ruang operasi dan operasinya dimulai. Ares menghela napas berat, ia tutup matanya sejenak.

Ares menggeleng ketika asumsi-asumsi buruk mulai hinggap silih berganti di kepalanya. Sena sudah melewati berbagai operasi, tidak apa-apa Ares.

Kendati demikian, Ares masih gusar karena dadanya mendadak sakit tanpa alasan. Dada Ares rasanya seperti ditekan kuat, sesak sekali.

Ares menyangga sikunya pada lutut. Ia remas rambutnya sendiri dengan tangan kanan. Tangan kirinya ia gunakan untuk menekan dada yang kembali berdenyut nyeri. Kak Sena, kenapa? Apa yang terjadi di dalam ruang operasi?

Hening. Tidak ada satu pun suara atau konversasi yang mengudara di ruang tunggu operasi.

Ares berdiri, membuat seluruh atensi mengarah padanya. Leana, Devan dan Aksa yang tengah duduk bersamanya menoleh. Ares menghela napas. "Aku mau ke kamar mandi."

Ares berbalik, melangkahkan kedua kakinya menuju kamar mandi yang berada tidak jauh dari ruang tunggu operasi. Ia membungkuk usai berdiri tepat di depan wastafel kamar mandi dan memutar kran. Ares membasuh wajah dengan air, kemudian menatap refleksinya pada cermin.

Ia menunduk. Mata Ares terpejam sesaat. Kak Sena. Kak Sena. Kak Sena. Sial. Ares terus memanggil Sena dalam hati. Kakak baik-baik saja di dalam ruang operasi?

Dahi Ares mengernyit ketika dadanya lagi-lagi berdenyut nyeri sekilas. Sena sudah menjalani berbagai operasi dan Ares tidak pernah merasakan perasaan seperti ini selama operasi berlangsung. Ia hanya seperti ini jika terjadi sesuatu dengan Sena. Jika Sena kambuh, pingsan, dan sekarat.

Detak. ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang