BAB 8. Sakit

4.1K 582 160
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ares melewati banyak hari yang menyakitkan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ares melewati banyak hari yang menyakitkan. Direndahkan publik kala ia tidak bisa memenuhi ekspektasi mereka dan diinjak-injak. Tapi, ia tahu bahwa saudara kembarnya, kakaknya, Sena melewati hari yang lebih menyakitkan.

Maka dari itu, Ares malu. Ares malu karena ia merasa, rasa sakitnya tidak sebanding dengan rasa sakit Sena.

Ares malu untuk bercerita pada Sena karena ia merasa tidak pantas Menceritakannya. Ares pun tidak pandai menghibur karena sejatinya, ia lah yang selalu melukai Sena; dengan perkataannya atau dengan perbuatannya. Maka dari itu, karena ia tidak tahu harus bagaimana menghadapi Sena, Ares memilih untuk lari menjauh.

"Ares, berbalik. Lihat aku."

Ares tidak bergeming, ia masih tidur memunggungi Sena yang duduk di tepi ranjangnya. Sena lantas membalik badan, mereka kini saling memunggungi.

"Kalau tidak mau berbalik-maka cukup jawab saja pertanyaanku," Sena jeda kalimatnya sesaat sebelum kembali melanjutkan, "kenapa kamu tidak ingin ada orang lain yang masuk dalam rumah ini, dalam hidup kita?"

Bungkam, mulut Ares rasanya kelu untuk bersuara. Ia menghapus air matanya.

"Saat makan malam tadi, ayah memberitahuku wanita pilihannya."

Sena mengadahkan kepala, menatap langit-langit kamar Ares. Ruang kamarnya lengang beberapa saat.

"Kamu tahu? Baru kali ini aku melihat ayah tersenyum setulus itu saat membicarakan wanita lain. Bahkan, aku sendiri tidak ingat kapan terakhir kali ayah tersenyum selebar itu, apalagi saat mengurusku."

Sena menghela napas.

"Saat aku menanyakan bagaimana ibu kita, ayah tidak pernah sekalipun tersenyum saat menceritakannya."

Ares membalikkan badan menatap punggung Sena, mendengarkan kakaknya bercerita.

"Kamu mungkin benar. Aku mungkin memang alasan ibu meninggal setelah melahirkan kita. Karena itu, ayah selalu-"

"Jangan pernah cerita apa pun lagi padaku," potong Ares. Air matanya makin deras mengalir.

Sena tersenyum. "Karena itu, ayah selalu marah padaku."

Detak. ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang