BAB 12. Tetap di sini

3.4K 557 370
                                    

Hai, hai. Ayo angkat tangan yang pada kesel sama SenAres di chapter sebelumnya? Maaf ya, nggak bisa bales komentar kalian di sana gara-gara aku bingung mau bales gimana wkwk 😂 Wuff you 💜

 Ayo angkat tangan yang pada kesel sama SenAres di chapter sebelumnya? Maaf ya, nggak bisa bales komentar kalian di sana gara-gara aku bingung mau bales gimana wkwk 😂 Wuff you 💜

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aksa menatap layar ponselnya bingung

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Aksa menatap layar ponselnya bingung.

Aku setuju ayah menikah lagi, begitu isi pesan dari Ares yang seketika membuat Aksa melontarkan berbagai pertanyaan dalam benaknya. Padahal beberapa hari lalu, Ares masih sangat kukuh dengan keputusannya, tidak mengizinkan Aksa menikah lagi.

Aksa memiringkan kepala kemudian memasang sabuk pengaman mobilnya seraya meletakkan ponsel pada dashboard.

"Siapa?"

Suara Leana menginterupsi, lantas membuat Aksa menoleh dan menatap Leana yang duduk di sampingnya.

"Ares. Dia bilang kalau dia setuju kita menikah," ucap Aksa.

Leana tersenyum tipis. "Kalau begitu, bagus, dong? Sena dan anakku juga sudah setuju, 'kan?"

Aksa mengangguk. "Orangtuamu dan ibuku juga sudah setuju. Kalau begitu, kita tentukan tanggal, ya?"

Leana membalas dengan anggukan sementara Aksa kini menghidupkan mesin mobil seraya melihat arlojinya.

"Devan sudah pulang bimbingan, 'kan? Kita jemput Devan dulu lalu makan malam bersama, bagaimana?"

Leana mengangguk, mengiyakan Aksa yang berniat menjemput anak laki-lakinya, Devan.

"Boleh. Tapi, Sena bagaimana? Kakak, kan, juga harus menjaga Sena di rumah sakit?"

Aksa menoleh, menatap spion dan memundurkan mobil. "Ada Ares di sana."

"Oh, ya sudah kalau begitu," Leana mengulum bibir. "Tapi, Kakak tetap harus menjaga Sena."

Aksa mengangguk. "Nanti, setelah kita makan malam."

"Kenapa kamu belum mengizinkan Devan naik sepeda motor? Dia, kan, sudah kelas satu SMA," Aksa mengalihkan pembicaraan, memutar kemudi dan mulai menginjak pedal gas.

Detak. ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang