BAB 2. Antara Sena dan Ares

5K 651 140
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kata mereka, saudara kembar memiliki ikatan emosi yang kuat satu sama lain

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kata mereka, saudara kembar memiliki ikatan emosi yang kuat satu sama lain. Omong kosong.

Sena dan Ares bahkan nyaris tidak pernah merasakan emosi yang sama. Jika Sena senang karena ia sehat, maka Ares akan sedih karena ia kesakitan. Rasa-rasanya sudah seperti hukum alam. Mitos. Bagi Sena, ikatan emosi antar anak kembar adalah mitos.

Aroma obat-obatan tercium pekat di hidung Sena. Ares dilarikan ke rumah sakit usai pingsan dalam keadaan demam dan tangan yang berdarah-darah. Saudaranya baru saja siuman dan Aksa sekonyong-konyong langsung menginterogasi Ares. Menggali berbagai alasan dan alibi Ares yang membuatnya sampai nekat menggores silet pada pergelangan tangan.

"Apa yang terjadi? Keluhkan semuanya pada Ayah, jangan sakiti dirimu sendiri," kata Aksa yang duduk di sisi ranjang rumah sakit, tepat di samping Ares yang masih terbaring.

Ah, Sena iri sekali. Rasa-rasanya tidak pernah Aksa seperhatian dan selembut itu padanya. Jika itu Sena, maka Aksa hanya akan mengomel, memarahinya.

Sena memainkan ponselnya, berpura-pura sibuk.

"Ares?" panggil Aksa.

Sena melirik, ditatapnya Ares yang tengah memijit pelipisnya.

"Antares."

Ares menghela napas. "Kepalaku sakit, Yah."

"Baik. Begini saja, Ayah tidak akan menghakimi. Cukup ceritakan apa terjadi dan Ayah akan mendengarkanmu sampai kamu selesai bercerita tanpa mengomentari," ujar Aksa.

Ares melirik Sena yang memperhatikan mereka. Keduanya beradu tatap. Sena mengulum bibir, lantas berdiri. Paham maksud tatapan Ares.

"Aku mau jalan-jalan sebentar," celetuk Sena, memecah hening.

Aksa menoleh pada Sena yang tengah memakai jaketnya. "Sudah malam. Mau ke mana?"

"Keluar sebentar."

"Duduk, Sena. Nanti sakit lagi kalau terkena angin malam. Bisa repot jika kalian berdua sakit bersamaan."

Sena menatap Aksa dalam diam. Ia tidak mengerti. Tidak ada yang salah dari kalimat sang ayah. Sena tahu, Aksa memang sangat sensitif mengenai kesehatan Sena. Tapi, kenapa rasanya masih menyesakkan?

Detak. ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang