"Lalu apa yang menghentikanmu?"

Mark berhenti. Ia hendak melihat ke arah lain, tetapi sebagaimana ia tidak ingin Donghyuck menolak pandang darinya, Donghyuck juga tidak membiarkannya.

"Aku tidak mau," pada akhirnya, ia berucap dalam bisikan lelah, "berpikir kau harus merayuku atau, entahlah, mengelabuiku apabila ingin melakukan seks. Ini bukan pertarungan yang harus kau menangkan." Ini berarti keduanya belum berubah, mereka masih dua bocah yang berusaha membuat kesal satu sama lain, memanipulasi lawan untuk mencapai apa yang masing-masing dari mereka inginkan. Bukankah pada titik ini mereka sudah melampauinya?

"Aku hanya ingin kau ... memberitahuku. Ketika kau menginginkankuㅡapa pun yang kau mau, kau bisa minta. Aku akan memberimu segalanya, kau tinggal meminta."

Buat aku merasa lebih baik, pikir Donghyuck, tetapi juga, buat dirimu merasa lebih baik. Sebab Donghyuck masih merasa seolah ia harus berdebat untuk mewujudkan ini, seakan ia harus memojokkan Mark ketika lelah dan lemah, mengejutkannya untuk menimbulkan reaksi melalui insting dan adrenalin, supaya menyetubuhi Donghyuck karena tidak mampu mengontrol diri, sebab ia telah dirayuㅡseakan Donghyuck masih tidak bisa menerima fakta bahwa Mark tetap akan melakukannya, karena pemuda itu sudah jungkir balik untuknya.

Mark menunggu balasan Donghyuck. Ia memainkan semua kartunya, tidak ada lagi yang perlu diutarakan. Air sudah berubah dingin. Donghyuck menggigil, Mark juga turut menggigil. Ia siap menyudahi ini dan pergi, membiarkan Donghyuck mematangkan pikiran ketika mereka sudah kering dan hangat, tetapi lelaki itu menghentikannya.

"Sebuah ciuman," itulah yang Donghyuck utarakan. "Aku menginginkan sebuah ciuman."

Mark berkedip.

"Terakhir kali kita berciuman," Donghyuck melanjutkan, perlahan, "aku sangat marah. Aku seharusnya tidak melakukan itu. Tindakan itu meninggalkan ... sesuatu. Seperti noda yang jelek. Setiap ciuman dalam ingatanku masih terasa seperti yang satu itu, bahkan kini. Jadi, aku menginginkan yang baru. Sebuah ciuman. Yang terbaik."

Ia menjilat bibir, lalu menatap Mark. "Aku ingin kau menciumku," ujarnya, kemudian mengerutkan dahi. "Tidak, aku ingin menciummu."

"Kau boleh melakukannya."

"Sekarang?"

"Kau tampak sangat ingin." Mark tersenyum tanpa mampu ditahan. Mungkin sebuah seringai congkak, sebab wajah Donghyuck mengerut kesal sebelum akhirnya bergerak turun mencium bibir Mark yang tersenyum. Rasanya seolah ciuman pertama di kandang kuda, ketika Donghyuck mencium Mark dan tidak tahu apa yang harus dilakukan. Kali ini, juga, ia terbenam terlalu cepat dan membeku, terkejut akan kelancangannya sendiri. Namun, Mark mendekat dan memejamkan mata, membuka mulutnya, membiarkan lelaki itu melakukan apa pun yang diinginkan, dan Donghyuck merasa relaks bersamanya.

Itu adalah ciuman yang ragu-ragu, lembut dan pelan, sangat tidak seperti Donghyuck yang gemar memegang kendali kapan pun ia bisa, tetapi juga sangat seperti Donghyuck yang selalu membiarkan Mark memegang kendali di atas ranjang. Yah, ini bukan ranjang mereka, tetapi tetap terasa nyaman untuk merasakan Donghyuck mengeksplorasi ciuman itu sedikit demi sedikit, menjadi semakin percaya diri, bernafsu, terburu-buru, dan terengah-engah. Saat Mark bergerak mundur, lelaki itu mengejar dan menjilat bibirnya, menubrukkan hidung mereka dan menarik bibir bawah Mark dengan giginya.

Mark membuka mata dan mendapati Donghyuck yang tampak lebih cantik dari kapan pun, lengah, terpesona dan merona, juga terkotori jejak saliva. Ia begitu mencintai lelaki ini hingga rasanya menyakitkan.

Kemudian, Donghyuck bergerak sedikit mundur, mengerutkan hidung, sebelum akhirnya bersin di wajah Mark.

*

[🔛] Semanis Madu dan Sesemerbak Bunga-Bunga LiarWhere stories live. Discover now