LIII

2.9K 272 125
                                    

Seneng, nggak? :)

.

.

.

= SI BOCAH TEPI SUNGAI YANG KUAJAK MENGUNJUNGI PANTAI BERBATU DEKAT RUMAHKU =

.

.

.

Playlist: Fear of Water (Piano Solo Ver.) - SYML

.

.

.

Dalam bahasa Kepulauan, kata 'shar' memiliki arti 'rakyat'.

"Shar adalah rakyat," ucap Donghyuck, "sedangkan orang lain hanyalah... nihal, kurasa? Yang artinya lain-lain."

Perbedaan itu tidaklah mengejutkan. Pada kebanyakan bahasa kuno, begitulah perbedaan diciptakan. Kami menyebut diri sebagai 'rakyat' karena hanya kamilah manusia sesungguhnya, sedang yang lain hanyalah makhluk lainnya. Penyebutan yang baik adalah berbeda, sedang penyebutan yang buruk adalah rendahan.

Hal yang sama berlaku pula di Lembah, tepat sebelum rakyat Mark turun dari Utara, dari balik pegunungan, untuk melarikan diri dari peperangan yang membuat mereka mendambakan sebuah tanah sebagai rumah sehingga mendorong mereka merebut tanah milik orang lain. Penduduk asli Lembah menyebut diri mereka 'rakyat', tetapi nenek moyang Mark menyebut mereka 'raksasa'. Bukan karena mereka tinggi sebagaimana yang dikatakan sejarah, tetapi karena mereka hidup di menara-menara tinggi dan kota-kota yang luas, sangat berbeda dengan nenek moyang Mark yang hidup di gubuk kayu dan jerami. Ketika nenek moyang Mark mengambil alih, bahasa yang masyarakat itu gunakan pun lenyap seiring waktu, hingga tak satu pun mampu mengingat panggilan apa yang dulu orang-orang itu gunakan untuk menyebut diri mereka, menyisakan kata 'raksasa', kata yang diberikan oleh para pemenang, yang bertahan. Maka, jadilah Lembah Raksasa.

Kemudian, tentu saja, bahasa asli Lembah pun memudar, sebab nenek moyang Mark terpaksa menggunakan bahasa yang digunakan oleh Kekaisaran, meninggalkan bahasa asli mereka tertanam dalam debu dan gulungan perkamen tua, serta ukiran-ukiran pada batu. Sekarang, nyaris tidak satu pun bisa menggunakan bahasa itu, dan hanya beberapa orang terpilih di kerajaan yang boleh membaca bahasa itu.

"Shar, katamu?"

Kata itu terdengar cukup familier bagi Mark. Senyuman Donghyuck mengembang ketika ia mendengar pemuda itu mengatakannya.

"Apa itu?" tanyanya dengan sudut bibir yang terangkat. "Kata itu terdengar familier... Tapi apabila itu kata yang sama, kau melafalkannya dengan sangat buruk.

Mark mendorong Donghyuck sebagai respons atas candaan lelaki itu, cukup kuat untuk membuat lelaki itu sedikit oleng, tetapi cukup pelan untuk bisa menariknya kembali ke dalam pelukan Mark.

"Lalu, bagaimana aku harus mengatakannya? Maukah pangeran muda Kepulauan mengajariku bahasanya yang eksklusif dan rahasia, yang tidak boleh digunakan oleh orang luar?"

Mark mengucapkannya bagai tantangan, bagai ombak yang naik pada detik-detik sebelum fajar, dan Donghyuck bergerak untuk meraih umpan itu, meraih mulut Mark dan membisikkan kata itu di lidahnya. Sebuah kata yang kecil, tak cukup besar untuk bisa dirasakan sebelum akhirnya tertelan oleh napas terengah mereka.

"Dalam bahasa kuno," ucap Mark, segera setelah ia sanggup menjauhkan diri dari Donghyuck, "kami juga memiliki kata yang mirip seperti yang kau gunakan untuk menyebut rakyat, meskipun artinya sedikit berbeda bagi kami."

[🔛] Semanis Madu dan Sesemerbak Bunga-Bunga LiarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang