XIII

9K 914 181
                                    

= BAGAI FAJAR YANG AKAN MEKAR, AKU IRI PADA CAHAYA YANG MENYENTUH PIPIMU =

•••

Playlist: Honey Whiskey - Nothing But Thieves; Send Them Off! - Bastille

.

.

.

Suara lonceng Kuil Dawyd bergema untuk yang terakhir kali hari itu. Pukul dua belas tengah malam, tanda bahwa jam malam sudah mencapai kota. Siapa pun yang didapati berada di jalanan oleh petugas malam di jam itu, harus menghabiskan waktu satu minggu sebagai buruh pekerja paksa, membetulkan tembok batu atau membersihkan saluran pembuangan air, sebagai pelunasan utang mereka terhadap hukum raja. Jalanan ibu kota akan dibiarkan hening dan sepi hingga bel berbunyi lagi; enam jam masa pengamanan, enam jam istirahat.

Namun di istana, tidak ada yang bisa mendengar bel malam, mereka hanya akan mendengar bel ketika fajar. Di dalam aula, satu-satunya suara yang terdengar di waktu larut seperti ini hanyalah seruan keras yang datang dari lantai dansa manakala lagu mencapai akhir. Para penari berpisah dan secara bergerombol mendekati meja-meja, meraih sejenak waktu untuk mengatur napas, sementara pemain musik mengatur kembali instrumen mereka. Seorang penyanyi melangkah ke hadapan para pemain orkestra dalam balutan gemulai gaun merah, mengangkat ujungnya menggunakan dua jari ketika ia, juga, mengatur instrumennya. Ia mengatur nada, sebelum mengeluarkan suara jernih, yang kemudian diikuti oleh iringan manis pemain orkestra. Mark mengenali lagu itu sejak lantunan pertamaㅡbukan berarti ia mengharapkan lagu yang lain, sebab Jaehyun kini berada bersama mereka.

A Blizzard on the Clairs adalah alun nyanyian yang menceritakan gerakan besar Kekaisaran Selatan, yang tentaranya melewati perbatasan Condor Peak untuk menginvasi Lembah empat tahun lalu. Serbuan yang tak terbendung tersebut, bagaimanapun juga, dapat dihentikan, oleh seorang kapten muda, yang baru menginjak usia tujuh belas tahun, putra dari Raja Laut. Ayunan tanggas pedang, ayunan tanggas pikiran, si penyanyi melantunkan. Ia memimpin pasukan melewati celah dan puncak Clairs, jajaran pegunungan yang membatasi Lembah dengan Kekaisaran, di tengah badai salju. Mereka mengintai tentara Kaisar dari belakang, dengan sergapan yang ditutupi tirai tebal putih salju, dan mengalahkan tentara Kaisar. Si kapten muda berhasil menaklukkan pangeran kedua dalam sebuah duel, dan membawanya menuju ibu kota sebagai seorang tahanan, menyelamatkan kerajaan. Sejak hari itu, pasukannya dinamakan Prajurit Bersayap, dan Yoonoh, putra sulung Tuan Jung dari Tanjung Conk, yang telah mengorbankan keluarga dan namanya, demi menjadi tentara Lembah, pun diberi nama Jaehyun dan menjadi pahlawan nasional.

"Dia bahkan lebih tampan daripada yang diceritakan."

Mark bergumam dengan enggan, kembali menyecap wiski dan bertukar pandang dengan teman minumnya. Terlepas dari pandangan lapar yang ia layangkan pada Jaehyun, Jeno tampak sedikit kacau, nyaris kesal. Rompi biru gelap membuatnya tampak lebih pucat, namun alkohol menghiasi pipinya dengan semburat merah.

"Kami juga bernyanyi tentangnya, tahu?" ucap Jeno, sedikit mencibir. "Kapten Jaehyun dari Lembah Raksasa. Tidak ada yang lebih indah dari A Blizzard on the Clairs. Donghyuck akan mendengarkannya selama berjam-jam. Demi Dewi, kurasa dia bisa mengingat seluruh liriknya. Dia selalu termenung dan mengingat saat-saat dia melarikan diri dan bertemu Jaehyun di pantai Tanjung Conk."

"Apa itu benar-benar terjadi?" tanya Mark di antara gigi yang merapat, mencoba tidak melayangkan delikan pada bagaimana Jaehyun memutar Donghyuck di lantai dansa dan gagal dengan menyedihkan. Wiski terayun dalam gelasnya, menangkap cahaya-cahaya lilin. Rasanya membakar tenggorokan Mark ketika ia pertama kali meminumnya, namun kini rasanya nyaris manis, sangat tidak seperti kalimat lanjutan Jeno.

[🔛] Semanis Madu dan Sesemerbak Bunga-Bunga LiarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang