The DEVIL Inside Me | Part 2

Comincia dall'inizio
                                    

"Kenapa kau sangat ingin tahu?" Ia kembali mendongak. Sebelah alisnya terangkat.

"Karena saya ingin."

Ia menghela napas lelah. "Dan aku juga tidak ingin memberi tahu, buang-buang waktu saja. Toh ... kau tidak akan paham."

"Tapi, saya sangat ingin tahu, Mr. Five. Berikan sedikit saja alasannya ..." Amberella menunjukkan telunjuk dan ibu jarinya untuk mendeskripsikan kata 'sedikit'. "... siapa tahu bisa membuat saya terinspirasi kemudian bergerak mempelajarinya sendiri."

"Lalu apa bedanya tindakanmu itu dengan plagiat?"

"Jelas berbeda, Mr. Five! Seseorang baru dapat disebut sebagai plagiator apabila mencuri sesuatu dari orang lain kemudian meniru dan mengatasnamakan dirinya sebagai pencetus pertama, sementara terinspirasi---"

"Oke, cukup!" selanya kemudian mengusap-usap telinganya yang mulai berdengung. "Aku lulusan IT, kira-kira apa yang selama ini kupelajari?"

Amberella membulatkan mata. "Jadi, Anda mengoperasikan barang-barang elektronik di sini melalui komputer?"

Namun, respon Rexonne hanya diam dan kembali berkutat dengan komputer. Dahi pria itu terlihat berkerut dalam dengan alisnya hampir menyatu. Dalam sekejap, tampilan benda elektronik di depannya berubah menjadi hitam dan penuh dengan kombinasi huruf, angka, serta tanda baca yang rumit. Sementara Amberella memberengut kesal karena merasa diabaikan.

Sekitar setengah jam berlalu, tidak ada di antara mereka yang membuka suara. Perempuan itu mulai dilanda kebosanan. Jemari lentiknya tidak berhenti mengetuk-ngetuk permukaan meja untuk menarik perhatian lelaki di depannya. Sayang, saat melirik Rexonne, pria itu justru terlihat tidak peduli.

Tidak kehilangan akal, Amberella bangkit dan berjalan mengendap-endap ke belakang kursi Rexonne. Matanya disipitkan untuk melihat pekerjaan pria berkemeja putih itu di layar komputer. Awalnya ia tidak berniat menimbulkan suara---karena takut Rexonne marah dengan aksi curi-curi tersebut, tetapi mulutnya malah berkhianat. Amberella berdecak pelan, tapi karena posisi mereka sangat dekat, Rexonne masih dapat mendengar. Terbukti, perlahan kursi yang ditempati lelaki itu berputar menghadapnya.

"Apa yang kau lakukan?" tanya Rexonne tidak suka, mata abunya menyipit tajam, sedangkan perempuan berkemeja hitam di hadapannya ini justru menyengir kuda, tidak merasa bersalah sama sekali.

"Wah ... ternyata Anda menguasai beberapa bahasa pemrograman, Mr. Five."

Rexonne berdecak. Menyandarkan punggung, ia melipat tangan di bawah dada. "Ada aturan penting jika ingin bekerja sama denganku, baik di dunia nyata ataupun di dunia gelap; aku tidak suka dikuntit apalagi hal yang dikuntitnya menyangkut hal privasi," katanya tegas.

"Tapi, Mr. Five, kita tim sekarang---"

"Aku tidak peduli!" Nada suaranya meninggi, membuat Amberella berjengit dan mundur beberapa langkah. "Aku sedang mengerjakan hal yang bersifat riskan dan kau dengan lancangnya mencuri lihat pekerjaanku! Dasar wanita tidak tahu sopan santun!"

Kedua kaki Amberella bergetar, sekujur tubuhnya berkeringat dingin. Perempuan itu menunduk akibat tidak kuat menatap mata Rexonne yang kini terlihat membara, seperti siap menelannya hidup-hidup. Siapa sangka, jika laki-laki yang tidak banyak tingkah, dapat semenakutkan ini ketika marah.

"M-maafkan saya---"

Rexonne memalingkan wajah dan membuang napas kasar. Ia memutar tempat duduk menghadap ke depan---seperti semula, sebelum berkata, "Duduklah. Lain kali jangan diulangi, aku tidak mau menyakitimu lewat perkataanku."

"Baik, Mr. Five. Terima kasih."

Ia bergumam sebagai jawaban. Mereka kembali saling membisu. Rexonne terus berkutat dengan komputernya, mencari data-data yang diperlukan, sebelum mencetaknya pada kertas HVS. Pria itu membaca ulang lembaran di tangannya, kemudian menyerahkannya kepada Amberella.

The DEVIL Inside Me [ON GOING]Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora