42.a - Hari Yang Dinantikan

Start from the beginning
                                    

"Apa... Ayah akan membunuh Ruwi?" tanyanya kemudian. Sorot matanya yang sedih berusaha menemukan manik mata sang ayah.

"Tidak! Ayah tidak akan melukaimu. Ruwi gak perlu takut." Lingga menggeleng kuat. Dia berusaha menggeser tubuhnya mendekati Ruwi yang terus melangkah mundur ketakutan.

"Tidak! Ayah tidak bisa melakukannya. Jangan takut, Ruwi! Kemarilah, mendekatlah ke Ayah!"

"Ayah tidak bisa membunuhmu!"

Kepala Lingga bergerak gelisah. Dia masih memejamkan mata rapat-rapat hingga kedua alisnya mengernyit tajam. Suaranya yang lumayan keras pun membangunkan seorang napi dari tidurnya.

"Lingga, bangunlah! Itu cuma mimpi!" Seorang narapidana mengguncang tubuh Lingga dengan harapan bisa membangunkan pria tua di sampingnya itu dari mimpi buruk.

"Tidakkk!!!" Pria berusia 50 tahunan itu terperanjat dari tidurnya. Keringat sudah mengucur deras, napasnya yang memburu terdengar kasar bersamaan dengan jantung yang seperti hendak copot dari sarangnya.

"Berhentilah mimpi buruk setiap malam. Kau mengganggu tidur orang lain, tahu gak?!" protes napi yang lehernya dipenuhi tato itu. Kemudian, dia memilih melanjutkan tidurnya, tidak ingin membangkitkan emosi seorang pembunuh bayaran macam Lingga. Dia takut dibunuh.

Lingga menggeser tubuhnya hingga bisa bersandar di dinding. Butuh waktu lama untuk menenangkan diri dari mimpi itu. Bahkan setelah 15 tahun, kenangan lama itu masih menghantuinya lewat mimpi di hampir setiap malam. Mungkin itu hukuman dari Tuhan atas kesalahan yang pernah dia lakukan di masa lalu. Mimpi itu semacam pengingat agar Lingga tetap terjebak dalam lubang penyesalan seumur hidupnya.

"Maaf... Maafkan Ayah," lirihnya parau.

Waktu menunjukkan pukul tiga dini hari. Lingga masih terjaga ditemani sebuah foto usang yang menampilkan Ruwi kecil sedang tersenyum manis.

 Lingga masih terjaga ditemani sebuah foto usang yang menampilkan Ruwi kecil sedang tersenyum manis

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Ayah sangat merindukanmu, Nak." Tangan Lingga yang sudah keriputan mulai mengusap foto itu. Sejurus kemudian dia membenamkan kertas kaku itu ke dadanya.

👣👣👣

Matahari mulai menggantung seperempat di langit. Sudah setengah jam lamanya Ruwi bersama Mila berdiri di dekat pintu masuk stasiun kereta. Keduanya tampak gelisah menengok sana sini, mencari Mr. R yang belum juga menampakkan batang hidungnya.

"Semalam Mr. R bilang jam delapan pagi beneran? Lo gak salah dengar 'kan?" tanya Mila untuk kesekian kalinya.

"Gue yakin, Mil. Gue dengar dengan jelas kalau Mr. R nyuruh untuk menemui dia di stasiun kereta jam delapan." Ruwi juga mengatakan jawaban yang sama berulang kali.

"Tapi ini udah jam delapan lebih lima menit!" Mila melirik jam yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. "Apa jangan-jangan Mr. R bohong? Mungkin dia gak seriusan pas bilang bakalan anterin lo untuk menemui ayah lo."

STALKER - Beside Me [REVISI] ✔Where stories live. Discover now