FOURTY

823 149 127
                                    

Hoseok dan Meili berjalan beriringan di jalan setapak yang ada di taman rumah kediaman Jung. Dua tangan mereka bergenggaman lembut, sepuluh jemari saling bertautan.

Keduanya tidak ada yang bersuara. Hanya ada cicit burung dan riuh orang-orang di luar benteng rumah. Hal tersebut membuat jalan mereka lebih santai dan sangat jauh dari perasaan tegang yang sempat melanda keduanya.

Melewati taman yang penuh bunga, Hoseok mengambil setangkai bunga lili yang tumbuh di dekatnya.

"Untukmu," katanya sembari memberikan bunga itu untuk Meili.

Sang gadis hanya tertawa tak habis pikir. "Jangan sering-sering memetik bunga. Nanti taman rumahmu jadi botak."

"Tidak akan. Ambil." Hoseok menyorongkan bunga itu di depan muka Meili.

Memerhatikan bunga lili warna putih tulang tersebut, Meili langsung berkata, "Sematkan di telingaku."

Hoseok berkedip, merasa tak menyangka dengan respon Meili. Otaknya sejenak tidak berfungsi. "Hah?"

Meili memiringkan kepalanya dan menunjukkan telinganya. "Sematkan di sini."

"O-oh.. Baiklah. Tunggu."

Menggunakan satu tangan, Hoseok sematkan bunga itu di telinga Meili. Sedikit ia rapikan pula untaian rambut sang gadis yang tergerai bebas hingga pinggang. Lalu Hoseok mundur untuk melihat hasil akhirnya.

"Bagaimana? Aku cantik?" Meili memberi senyum.

Hoseok secara tidak sadar mengambil napas dalam-dalam. Dadanya terasa sesak akibat terlalu kencangnya detak jantung di balik tulang rusuk. Alasan Meili menggodanya seperti ini sama sekali tidak diketahui.

"Kau bertanya pada pria yang sudah tiga kali memintamu untuk menikah. Tentu saja jawabanku adalah cantik."

Hoseok mencium punggung tangan Meili yang bergandengan dengannya lalu ia juga memberi senyuman lembut.

Sekarang giliran Meili yang bungkam dengan wajah semerah tomat.

Keduanya pun berjalan lagi menyusuri taman yang tak ada habisnya. Hingga mereka melihat sebuah paviliun megah yang dibangun di tengah-tengah taman.

Di dalamnya, terdapat meja teh yang sedang diduduki oleh seorang wanita paruh baya. Wanita tersebut jelita dan tampak sangat familiar. Di hadapannya terdapat secangkir teh dan beberapa kudapan, mungkin sedang menikmati udara sore yang sejuk.

Meili tidak mengenal siapa wanita itu sampai Hoseok berseru, "Ibu!"

Wanita tersebut menoleh dan tersenyum lebar saat tahu putranya memanggil. Senyuman lebarnya sangat mirip Hoseok, begitupun dengan lengkungan matanya yang indah.

"Hoseok, kau sudah selesai menerima tamu?" tanya sang ibu saat Hoseok dan Meili bersama-sama masuk ke dalam paviliun.

"Sudah. Aku menutup semua undangan hari ini karena aku ada tamu yang lebih penting." Hoseok mengacungkan genggaman tangannya bersama Meili. Sang gadis hanya menunduk malu.

"Oh?" ibu Hoseok menilik ke dalam wajah Meili yang merona. Lalu hembusan napas keluar dari mulutnya. "Kau... Hwa Meili?"

Lantas Meili mengangkat kepalanya penuh kejut. "Kau mengenal aku?"

"Tentu saja. Aku mengirim putraku padamu, ingat?"

Meili menelan ludah. "Ma-maksudku, sepertinya kau mengenal wajahku."

Ibu Hoseok memberikan senyum terbaiknya. "Aku berteman dengan ibumu dulu. Dan aku pernah bertemu denganmu saat kau bayi."

"Benarkah?" Tanya Meili tak percaya.

[jhs] Apprentice of Evil ✔Where stories live. Discover now