TWENTY NINE

493 131 51
                                    

Meili berhasil keluar dari area festival tanpa sepengetahuan Hoseok yang masih sibuk memburu boneka yang Meili tunjuk.

Meili sendiri sebetulnya tidak peduli jika Hoseok bisa mendapatkannya atau tidak. Ia sudah punya rencana hari ini. Itu sebabnya Meili ingin cepat-cepat pulang sejak tadi.

Ia keluar festival dengan gesit dengan sebilah pedang di pinggangnya. Ia berhasil membeli pedang dengan seribu keping emas yang dia bawa. Harga itu sebetulnya terlalu mahal untuk ukuran pedang biasa. Tapi Meili tidak bisa menawarkan harga yang lebih pas dari itu supaya pria barusan mau memberikan pedangnya.

Dalam perjalanannya, Meili bertanya pada orang-orang lokal tentang lokasi istana. Istana utama berada di sebelah timur kerajaan, tidak jauh dari pusat kota. Meili berjalan tegap, berusaha tampak normal supaya tidak dicurigai.

Dari jauh, ia memerhatikan gerbang istana yang dijaga ketat oleh sejumlah pengawal. Mungkin Meili adalah seorang ahli bela diri, tetapi melawan banyak pengawal tidak menjamin keselamatannya.

Meili pun bergerak memutari benteng yang panjang, hendak mencari titik buta agar dia bisa masuk. Belum sampai sepuluh menit ia berjalan, Meili menemukan bagian benteng yang tertutup semak belukar dan pepohonan hutan. Posisi yang pas untuk menyelundup.

Pengawal yang berjaga keliling di malam hari sudah melewatinya barusan. Sehingga Meili punya cukup waktu untuk melompat dan mengintip ke dalam.

Meili tidak langsung turun karena halaman istana yang luas itu masih ramai. Pelayan-pelayan, para kasim, dan pengawal banyak berkumpul di sebuah bangunan di dekat tempat Meili memanjat. Dilihat dari nampan-nampan yang dibawa oleh orang-orang tersebut, tampaknya bangunan itu adalah dapur utama.

Meili menggigit bibir. Ia tidak punya banyak waktu sebelum ada pengawal yang menyadari kehadirannya.

Hingga beberapa dayang melintas di bawahnya dan tak sengaja Meili mendengar pembicaraan mereka.

"Hei, aku dengar kondisi Raja sedang tidak baik. Ada pertengkaran dengan Tuan Seokjin sampai dia tidak makan malam," bisik salah seorang dayang.

"Itu karena ada masalah dengan Ratu Agung," temannya menjawab. "Raja memenjarakan Ratu Agung di penjara bawah tanah dengan alasan yang sulit dimengerti. Lalu Tuan Seokjin menentangnya."

Meili mengerutkan kening. Telinganya bekerja ekstra untuk menyerap semua informasi dari gosip itu.

"Benarkah? Mengapa aku tidak pernah mendengarnya?" tanya dayang pertama dengan heboh.

"Shush! Itu karena ini semua adalah rahasia!" dayang kedua berteriak pelan, berniat membungkam temannya. "Tapi tidak ada yang tahu motif apa yang menyebabkan Raja dengan berani memenjarakan Ratu Agung. Yang bisa kusimpulkan hanyalah ada masalah yang sangat serius di sana. Kau tahu betapa kuatnya Ratu Agung, kan? Seorang Raja tidak akan pernah bisa melemahkannya, sekeras apapun usahanya."

"Mungkinkah Ratu Agung berbahaya?" bisik dayang pertama takut-takut.

"Hei, itu tidak mungkin. Selama aku ada di sini, Ratu Agung adalah yang paling manis dan baik hati. Dia bahkan tidak mau membunuh lalat yang hinggap di makanannya."

"Benarkah? Lalu kenapa Raja bisa melakukan hal semacam itu?"

"Sudahlah, itu tidak penting. Lebih baik kita pulang dan pastikan besok tidak bangun terlambat!"

Dayang-dayang itu sudah pergi sebelum Meili turun untuk bertanya. Dalam posisinya yang masih tengkurap di atas benteng, Meili mengulur napas kecewa.

Orang yang dia cari pasti ada di dalam penjara bawah tanah.


***

[jhs] Apprentice of Evil ✔Where stories live. Discover now