Part 9 (Noya)🍃

10 2 0
                                    


"Noya, yuk ke sini!"
"Haii Noya!"
Noya tertawa malu-malu sambil mengintip teman-teman seusianya dari pinggir pintu."Hehehe."
Ia masih ragu-ragu, namun mulai memberanikan dirinya menghampiri mereka.

"Noya, yuk ikutan main polisi polisi lagi! Kita humpimpah dulu ya." ajak seseorang.
Noya mengangguk mantap. "Heem."
Sekumpulan anak-anak itu melakukan humpimpah di tengah lapangan.

"Noya, kamu jadi polisi!" kata Eri sambil berlari menjauhi Noya.
Noya memandangi sekitarnya, semua temannya berlarian kesana kemari.
Cukup lama memandangi teman-temannya, ia akhirnya memutuskan untuk mengejar Eri duluan.

"Huaaa, kaburll!" teriak Eri.
Melihat wajah Eri panik membuat Noya semakin semangat mengejar Eri.
Teman yang lain berusaha meledek Noya."Heeii Noya jelek, aku disini wleeek."

"Kesini! Kesini! Wleek!" kata seseorang yang lain. Noya beralih mengejar temannya yang lain. Mereka pun kembali berlarian kocar kacir. Hingga ada yang naik ke atas pohon mangga.

"Curang! Ga boleh naik pohon!" kata Noya kesal, ia hampir saja menyentuh temannya itu.
"Biarin, wleek!"
"Di situ banyak semutnya loh, biar kamu digigit. Aku tunggu disini. Hemh!" kata Noya kesal sambil duduk dibawah pohon.

"Ihh, curang. Ga boleh gitu!"
"Biarin! Wleek!"
"Huweee tolong!" teriak temannya dengan mata berkaca-kaca.

"Pulisi Noyaa! Ga pengen ngejar aku? sini sini tangkep aku!" kata Eri sambil pura-pura menjulurkan tangannya.
Noya langsung beralih mengejar Eri.

"Hihihihi, ga kenaa!" ledek Eri.
Noya menambah kecepatan larinya, berusaha menyentuh lengan Eri.
"Kenaaaaa!" seru Noya. Ia langsung berlari sekuat tenaga, agar tidak jadi polisi lagi.

"JEBRUSSHHH!"
"Eriii!"
"Eriii!" semua teman-temanya bersorak panik.

Noya yang tadi semangat berlari kini langkahnya terhenti, ia membalikkan badannya dan melihat tubuh Eri terendam di kolam. Ia langsung panik dan takut. Sontak saja, teman-temannya memandang sinis ke arah Noya.

Noya ketakutan, tanpa memperdulikan tatapan itu ia langsung berlari ke arah kamar. Melepas sandalnya sembarangan lalu meraih selimut dan meringkuk ketakutan di atas ranjang.

Di kolam, Eri berusaha naik ke tepian. Teman-temannya panik berteriak dan berlarian memanggil ibu-ibu mereka. Kolam itu cukup dangkal untuk anak-anak seumuran mereka.

Eri panik tak karuan dan mulai menangis sesenggukan, ia takut dan mulai kedinginan di bawah sana. Teman-temannya meninggalkannya sendirian.

"Eriii!Erii!" teriak banyak orang.
"Astagfirullah."
Mereka langsung mengangkat tubuh Eri ke tepi kolam.

****

NIUUNIUUNIUUU

Sirine ambulan yang datang mulai memekakan telinga. Noya yang dari tadi gemetar sambil menangis sesenggukan mulai berhenti. Diam-diam ia memberanikan diri mengintip di balik celah jendela kamar.

Tubuhnya semakin gemetar melihat tubuh Eri dibawa masuk ke ambulan. Ia ketakutan membayangkan tatapan-tatapan itu. Menyalahkannya! Semua adalah salahnya!

Setelah ambulan itu pergi, dan suara sirine lambat laun mulai menghilang. Tangis Noya kembali pecah, ia takut. Ia sungguh takut.

Setiap kali ia mulai bersikap ceria selalu saja ada orang-orang di sekitarnya yang terkena musibah karenannya. Ia selalu ceroboh.

"Kamu kenapa sayang?" tanya Ibu Nada dengan suara lembut.
Noya masih sesenggukan sambil tetap memeluk lututnya.
"Sshhh." bisik Ibu Nada lembut sambil memeluk tubuh Noya.
"Hiks..hikss..Noya salah." isak Noya

"Salah kenapa?"
"Hikss..hikss..Buat Eri jatuh."
"Shhh, tenang tenang." kata Ibu Nada.
"Eri gapapa kan bun?" tanya Noya.
"Insyaallah gapapa sayang, semoga saja. Kita doakan yang baik."
"Huueeee." tangis Noya kembali pecah.

Karena kelelahan menangis, Noya akhirnya tertidur.

***
Semua tatapan tajam teman-temannya menuju ke arah Noya. Tatapan yang seolah-olah bisa berbicara dan menusuk hati kecilnya.

Di pojok ruang makan, ia tampak murung memandangi makanannya yang tidak tersentuh sama sekali. Sesekali sibuk memainkannya dengan garpu. Selara makannya mendadak raib akhir-akhir ini.
"Hei, sudahlah tidak perlu dipikirkan! Eri akan baik-baik saja!" kata Ibu Nada.
"Ini sudah 4 hari Eri tidak sadar bu." balas Noya khawatir.
"Sshhh, masalah kesehatan Eri. Sudah ada para dokter yang mengurusnya. Kita hanya bisa berdoa. Sekarang, habiskan makananmu!"
"Hmm." jawab Noya mendengus kesal.

Tiikk..tikk..tikk

Rintik-rintik tetesan air hujan mulai turun membasahi bumi, malam yang tadinya sudah terasa dingin sekarang bertambah lebih dingin lagi. Malam yang sepi di Panti Asuhan. Semua penghuninnya sibuk meringkuk di atas kasur. Hanya terdengar suara tetesan hujan gerimis yang mengenai atap asbes di bagian dapur. Yang bahkan bisa terdengar hingga dari kamar-kamar.

Noya bolak-balik mengganti posisi tidurnya. Ia tidak bisa tidur. Berulang kali ia mencoba menyamakan bunyi ketukan jam dinding dengan mulutnya. Namun tetap gagal. Suasananya benar-benar sepi. Tidak terdengar orang berbicara sama sekali.

Ia khawatir dengan Eri, ia takut dengan cemoohan teman-temannya. Tidak ada yang mau berbicara dengan dia lagi semenjak kejadian itu. Padahal Noya sudah mencoba memberanikan diri untuk memberi penjelasan, kalau semua kejadian itu tidak sengaja.

Noya keluar dari kamarnya, berjalan melewati kamar-kamar para pengasuh. Mereka semua tampak kelelahan. Benar-benar sepi, rasanya tidak ada yang terbangun selain dirinya.

Ia mencoba berjalan-jalan keluar, siapa tahu kalau lelah bisa mengantuk. Noya keluar Panti dengan membawa sebuah payung. Ia mulai berjalan-jalan di sekitar rumah penduduk.
Jalanan juga sepi, hanya terlihat beberapa orang dengan sepeda motor berlalu-lalang.
Dengan diterangi gemerlap lamu jalanan, ia terus berjalan. Tak tahu kemana, Noya hanya ingin mengikuti kemana kakinya melangkah.

Tiba-tiba saja hujan mulai deras dengan disertai angin yang cukup kencang. Tangan-tangan mungilnya tidak mampu menahan payung yang lebih besar darinya. Wusshhh!
Payung itu terlepas dan terseret cukup jauh darinya.

Hujan semakin deras dan tubuh mungil gadis kecil itu mulai menggigil. Ia kedinginan.

Di sebrang sana, sekitar dua rumah dari tempatnya berdiri, terdapat sebuah bangunan kosong dengan tulisan besar di rolling door nya dengan tulisan 'dikontrakkan' . Noya mencoba menghampiri bangunan itu untuk berteduh.

Hujan semakin deras, dan tubuhnya semakin menggigil, Noya hanya bisa meluk lututnya sambil meringkuk di teras bangunan itu. Sambil berharap, semoga esok hari datang lebih cepat.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Nov 15, 2020 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

The Wind Blows On The GlieseWhere stories live. Discover now