33. Luka

129 19 1
                                    

[Yang nggak ninggalin jejak, fiks! bakal Aldi musuhin.]

Happy reading ....

***

"Setiap luka memang memiliki rasa sakit. Alasan untuk menangis tidak memandang seberapa besar luka tersebut. Walaupun luka itu kecil, seseorang bisa saja menangis. Bukan karena rasa sakitnya, melainkan mengetahui pelaku yang membuat lukanya." - Karalieva Olivina.

____________________

"Api unggun udah nyala?"

"Hm."

"Kata pak pembina, setelah api unggun nyala dilanjutkan ke acara pentas seni."

"Hm."

"Berarti sekarang kita masuk ke acara pensi?"

Raja menoleh pada Ara yang sedari tadi menanyainya. Wajah Raja dibuat sedatar mungkin. Pria itu sudah lelah menanggapi Ara. "Ya."

Ara mengangguk. Gadis itu menatap lembaran kertas yang ia bawa. "Yang bakal pentas, namanya udah kecantum di kertas ini 'kan?"

Raja menghela napasnya. "Hm!"

"Berarti kertas ini tinggal dibawa ke pembawa acaranya 'kan?"

"Pembawa acaranya Anala bukan sih?"

"Terus nanti acara pensinya bakal selesai jam berapa?"

"Habis pensi selesai, semuanya harus balik ke tenda 'kan?"

"Raja?"

"Raja ...?"

Ara menatap Raja dengan kesal. Pria itu terlihat sangat santai dengan ponselnya. Raja memainkan permainan tetrisnya tanpa menghiraukan ucapan Ara. Itu benar-benar keterlaluan. Walaupun Raja sedang fokus pada ponsel, setidaknya 'kan mulut pria itu bisa bersuara. Apa susahnya jika Raja menjawab ucapan Ara? Dasar menyebalkan!

Ara kesal karena diacuhkan oleh Raja. Kini, tangan Ara otomatis mendorong bahu Raja cukup keras. Membuat Raja langsung menatap Ara dengan tajam.

Ara langsung menarik tangannya kembali. Gadis itu menunduk.

"Raja sih nggak ngejawab pertanyaan Ara. 'Kan Aranya jadi kesel."

Raja mematikan ponselnya. Pria itu menatap Ara yang masih menunduk dengan tangan yang memainkan kertasnya. Raja sungguh bingung saat ini. Kenapa Ara selalu bersamanya? Kenapa gadis itu tidak bisa berhenti bertanya? Argh!

"Pembawa acaranya Anala sama Leon. Kelar pensi jam sembilan. Setelah selesai semua harus balik ke tenda. Udah gue jawab semua 'kan?" Raja berusaha sesabar mungkin.

Wajah Ara langsung terangkat. Gadis mengangguk dengan bibir yang tersenyum lebar. "Hm. 'Kan kalau Raja ngejawab, Ara nggak bakal jadi kesel."

'Tapi kalau lo nanya terus, lo yang bikin gue kesel!' kesal Raja dalam diam.

"Eum ... terus Ara harus ngasih kertas ini ke siapa? Anala atau Leon?"

Tangan Raja terkepal kuat. "Kasih aja ke orang yang membutuhkan!"

"Eh, Raja! Kok Raja pergi? Raja mau nyari orang yang membutuhkan, ya?" Ara meneriaki Raja yang sudah pergi.

Raja tidak menoleh. Pria itu terus berjalan mendekat pada kerumunan siswa yang tengah berkumpul di dekat api unggun.

Ara bangkit mengikuti arah kepergian Raja. Jika ditanya, kenapa Ara mengikuti Raja? Jawabannya, karena hanya Ara dan Raja lah yang diperintahkan untuk mengurus dan memantau jalannya acara. Sedangkan Airin, Bayu, dan Bagas tengah memeriksa tenda yang lain untuk memastikan semua siswa mengikuti kegiatan malam ini.

Silently Follow [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang