56. Virguard

168 28 7
                                    

[Selamat berbahagia, Kawan!]

Happy reading ....

***

"Ketika manusia terlambat memahami, pasti akan ada hal yang disesali." --- Silently Follow.

____________________

Sinar matahari sudah memasuki ruang kamar melalui celah jendela. Ara masih lelap tertidur tanpa terusik sedikitpun.

Hari libur memang harus digunakan sebaik-baiknya. Tidur sepuasnya adalah cara terbaik untuk membayar lelah hari-hari kemarin. Alarm yang biasanya Ara nyalakan, kini ia matikan karena tidak ingin terganggu.

Dengan tubuh yang sudah tergulung oleh selimut, Ara masih nyaman memejamkan matanya.

Tok! Tok! Tok!

"Ara ...!" teriak wanita paruh baya dari luar kamar Ara.

Ara tidak mendengar itu. Ia masih setia dengan mimpinya dan enggan untuk membuka mata.

Tok! Tok!

"Ra ...!"

Tok! Tok! Tok!

Ara menggaruk kepalanya. Ia mulai terusik.

"Ra! Bangun!"

Ara memiringkan tubuhnya. Ia mengacuhkan seseorang yang sibuk meneriakinya dari luar kamar.

"Ara! Cepetan bangun!"

Tok! Tok! Tok!

Ara menggeram. Ia menyibakkan selimutnya dan menatap pintu kamarnya yang masih tertutup rapat.

Dengan sangat malas, Ara mendudukkan tubuhnya dan perlahan turun dari ranjang untuk segera membuka pintu. Ara sama sekali tidak memperdulikan penampilannya. Rambut yang sangat berantakan, muka kusutnya, dan juga piyama bergambar kartun Melody yang masih melekat di tubuhnya ia biarkan begitu saja.

"Huft! Bunda mau ngapain sih?" tanya Ara pada dirinya sendiri.

Ara mendekati pintu. Gadis itu memutar kunci kamarnya dan juga memutar knop pintu. Setelahnya ia membuka lebar pintu kamarnya.

"Kenapa sih Nd-- Dinda?!"

Ara terkejut ketika membuka pintu dan melihat bundanya sudah bersama Dinda di depan sana. Ya, Dinda. Sahabat lama Ara dari Bandung.

"Oliv ...!" Dinda langsung memeluk Ara yang masih terpaku karena rasa kejutnya.

"Din, Dinda kok bisa ada di sini?" tanya Ara ketika Dinda sudah menguraikan pelukannya.

"Emangnya gue gak boleh ke sini? Gue 'kan kangen sama lo, Liv."

Ara menggaruk telinganya. Ia menatap pakaiannya yang sangat berantakan. "Din, Ara mandi dulu ya?"

Dinda mengangguk. "Hm. Gue tunggu lo di kamar ya!"

Dinda langsung menerobos masuk ke kamar Ara. Itulah kebiasaan Dinda, selalu merasa bebas jika di dalam rumah Ara. Ia selalu merasa rumahnya Ara, berarti rumahnya ia pula.

Ara hanya menghela napas. Ia menatap bundanya yang tengah tersenyum manis. "Kapan Dinda dateng?"

"Baru dateng dia," jawab bunda.

Ara mengangguk. "Ara mandi dulu ya, Nda."

"Habis itu jangan lupa ke bawah ya, Ra."

Ara mengangguk, dan bunda pun turun. Ara kembali memasuki kamarnya dan menutup pintunya rapat-rapat.

Silently Follow [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang