5. Perkara flashdisk

273 34 2
                                    

[Ada kesalahan dalam penulisan/typo? Langsung komen, oke?]

Happy reading ....

***

"Ceroboh! Aku memang ceroboh. Kau boleh mencemooh sesuka hatimu karena aku juga tidak mau jatuh cinta kepadamu. Salahkan hati ini yang sangat ceroboh menaruh rasa pada pria sepertimu." - Karalieva Olivina.

____________________

Suara jangkrik di luar sana sudah terdengar. Bulan sudah muncul disusul bintang yang membantu penerangan.

Tv menyala, meja dipenuhi berbagai camilan, botol minuman leci dan stroberi juga ada di sana, tidak lupa juga dengan tisu yang berserakan di mana-mana.

"Menurut Kak Dis, yang jahat itu cowok atau pelakornya?" Ara bertanya dengan mata yang berkaca-kaca.

"Si cowok. Karena dia gak setia sama istrinya," jawab Distira tanpa memutuskan kontak matanya pada televisi.

"Yang jahat itu pelakornya lah!" ketus Zenna- bunda mereka.

Ara dan Disti langsung menatap sang bunda. Tatapan bingung mereka membuat sang bunda menjadi bingung dan kembali berucap, "Dia kan tau cowoknya udah beristri, masih aja nempelin si cowok."

Disti menggeleng pelan. "Nggak dong, Nda. Yang salah itu tetep cowoknya. Coba aja dia setia sama istrinya, pasti dia gak akan kegoda sama si pelakor."

"Yang namanya pelakor, pasti suka ngegodain suami orang." Zenna kembali menyaut.

"Nggak, Nda. Dari awal 'kan dia bukan pelakor. Dia cuman pacaran sama cowok itu karena si cowok udah janji bakal nikahin tuh cewek." Disti menjawab tidak mau kalah.

"Tapi si cewek 'kan udah tau kalo cowoknya bukan bujangan, alias suami orang. Kenapa masih ngintilin mulu coba?"

"Ya karena dia cinta, Nda."

Bunda mengangguk. "He'em. Karena dia cinta, makanya dia jadi pelakor. Dan yang namanya pelakor itu jahat."

"Da Kyung itu sebenernya baik, Nda." Disti terus menjawab.

"Tapi dia jadi jahat karena udah ngerusak keharmonisan rumah tangga orang lain."

Disti menekuk wajahnya. "Pokoknya tetep, yang salah itu cowoknya."

"Yang salah si pelakor, Disti."

"Cowok lah, Nda."

"Pelakor."

"Cowoknya."

"Pelakor, Dis."

"Tetep si cowok, Nda."

"Yang salah itu istrinya!" cetus Ara di tengah keributan Disti dan bunda.

"Kok istrinya?"

Ara mengangguk. "Iya, yang salah itu istrinya. Pantes aja cowoknya suka sama pelakor, orang pelakornya aja lebih cantik. Si istrinya ini padahal dokter, kenapa dia gak ngerawat dirinya sendiri coba? Padahal kalau dia bisa ngurus diri, pasti dia juga bisa lebih cantik dari pelakornya."

Disti menahan rasa kesalnya. "Tapi istrinya bukan dokter kecantikan, Ara. Lagi pula yang namanya pelakor pasti lebih cantik dibanding istri. Kalo istri lebih cantik daripada pelakor, tuh cowok pasti bakal milih istrinya lah."

"Nah, mending lebih cantik istrinya. Biar si cowoknya gak kepincut sama pelakor."

Disti menggeram. "Kalo tuh kisah gak ada pelakornya, berarti gak ada konfliknya dong!"

Silently Follow [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang