20. Antara Abel dan Nella

137 21 0
                                    

[Jangan lupa, kalau kalian suka dengan cerita ini, tolong hujani setiap chapternya dengan bintang ya><]

Happy reading ....

***
"Memori. Tempat di mana kita dengan mudah mengenang, namun sulit untuk melupakan." - Erlang Bintang.

_______________________

"Memangnya kamu pikir saya ini gila?"

Ara mengangguk lugu. "Mungkin kalo tadi Bapak enggak ikutan sedih karena cerita Cheline, saya bisa menyimpulkan seratus persen bahwa Bapak memang gila."

Cheline hanya diam tidak mengerti dengan apa yang sedang dibicarakan. Sedangkan Pak Darwin meremas kertasnya dengan keras dan mengumpat, "Rasanya, anjiiim banget."

Ara menatap Pak Darwin yang sepertinya sedang bermonolog sendiri sambil berbisik. Tidak mau mengganggu, Ara hanya diam memperhatikan Pak Darwin.

Pak Darwin menarik napas dengan panjang. Melihat murid yang berada di depannya seakan ia sedang bercermin. Pak Darwin kembali menyelisik Ara. "Karena tulisan kamu rapi, jadi nggak masalah kalau kamu mau jadi sekretaris. Untuk sekarang isi dulu biodatamu, nanti kalau sekiranya kamu pantas akan Bapak infokan lagi lewat Raja."

Pak Darwin kembali menyodorkan kertas.

Ara menerima itu dan langsung mengisi biodatanya. Mulai dari nama, tanggal lahir, biodata orang tua, wali kelas, dan juga kemampuan atau kelebihan Ara dalam akademik maupun nonakademik. Semua itu Ara isi. Namun, Ara bingung mengisi kelebihannya. Di sekolah ini, Ara belum mengumpulkan poin unggulnya. Tapi mengingat di sekolah lamanya Ara cukup berprestasi, jadi Ara memutuskan untuk menuliskan beberapa penghargaan yang pernah ia dapat sewaktu bersekolah di SMA Merah Putih.

"Sudah Pak. Coba di cek lagi." Ara memberikan kertasnya pada Pak Darwin.

"OH ... JADI KAMU KARA? KARA MURID BARU ITU? ANAKNYA PAK ANDRA, 'KAN? PANTAS AJA BAPAK NGGAK ASING LAGI!"

Ara tersenyum lebar seraya mengangguk. "Hehe, Bapak masih ingat saya?"

Pak Darwin tertawa. "Ya, ingatlah. Cuman kamu siswi yang kelihatan nggak ada jaim-jaimnya sama kepala sekolah."

Ara nyengir mendengar jawaban Pak Darwin. Sedangkan Pak Darwin kembali membaca formulir Ara. Pak Darwin membenarkan kacamatanya dengan mata yang terfokus pada kertas di tangannya. Beberapa kali Pak Darwin melirik Ara. Dan itu membuat Ara bingung. Apa ada kesalahan?

"Juara satu olimpiade Sains nasional dan juara dua olimpiade Matematika. Pernah juga mendapatkan juara dua dalam bermain basket antar sekolah. Kara, apa ini benar?"

Ara diam sejenak. Ia berpikir, apa Pak Darwin tidak mempercayainya?

"Benar Pak. Kalo Bapak nggak percaya, besok saya bisa bawa buktinya kok."

Pak Darwin menggeleng pelan. "Nggak perlu. Oh iya, kasih formulir ini ke Bu Nuri, karena Bu Nuri yang megang dan mengurus keanggotaan OSIS. Cheline, kamu bisa antar Kara ke kelas XII MIPA 4? Soalnya Bu Nuri lagi di sana."

Cheline mengangguk. "Bisa Pak. Yaudah, Cheline sama Ara pamit."

Cheline dan Ara menyalimi Pak Darwin. "Permisi, Pak."

Mereka pun keluar dari ruangan Pak Darwin. Mereka berjalan menuruni tangga. Kini mereka harus pergi ke kelas XII MIPA 4. Tempat di mana banyak sekali kumpulan para siluman buaya.

"Ra, lo beneran bisa 'kan? Lo beneran bisa jadi sekretaris dan ngurus semua keperluan-"

"Bisa Cheline. Kalo Ara nggak bisa, mana berani Ara ngedaftar?"

Silently Follow [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang