10. The Beginning

131 17 24
                                    

Haiii apa kabar kalian?? aku update nih,, jangan lupa vote and comment yaa,,

Btw cuma chapter ini yg ada judulnya. Semoga dapet feel nya yaa dan beberapa clue disini huhuhu

Dah, Happy Reading. Borahae <3

.

.

.


Uap yang mengepul dari dalam bak mandi serta busa tebal yang menutupi tubuh dua insan tersebut agaknya menjadi pemanis dalam kegiatan mereka. Suara kecupan yang menggema menjadikan keduanya semakin mabuk malam ini. Tak terelakan beberapa kali suara desahan memasuki rungu keduanya.

"Jim..."

"Hmm?"

"Hentikan. Aku tahu kau sedang tak baik-baik saja. Jangan dilampiaskan pada hal lain. Tidak bisakah kau ceritakan padaku?" Yeseul mendorong dada Jimin, pertanda bahwa dirinya ingin menghentikan ciuman mereka yang sepertinya sudah lama berlangsung. Buktinya bibir keduanya sudah sama-sama bengkak sekarang.

"Istriku kenapa jadi sok tahu begini? Aku baik-baik saja, sayang."

"Bohong!"

"Benar kok"

"Jim, apa kau tahu kau jadi lebih sering memanggilku 'sayang' kalau kau sedang ada masalah?" Semakin banyak Jimin mengelak agaknya semakin membuat Yeseul kesal. Bukan bermaksud ingin menekan Jimin atau semacamnya, hanya saja Yeseul paham apa yang akan terjadi kalau Jimin terus menyimpan semuanya sendirian. Yeseul juga ingin Jimin paham bahwa dirinya ada untuk menjadi tempat berkeluh-kesah.

Yeseul menangkup kedua pipi Jimin. Menatap dalam netranya yang tak memancarkan apapun. Hingga kemudian ia melihat netra itu menyipit. Jimin tertawa. Dan itu malah semakin membuat jengkel.

"Ini istriku sungguhan ya? Hebatnya. Sampai-sampai paham hingga detail begitu. Jadi semakin cinta." Bukannya menanggapi ajakan Yeseul untuk bicara, Jimin malah sengaja menggoda Yeseul. Bahkan beberapa kali malah menyentuh titik terlarang di tubuh Yeseul.

Ingin rasanya Yeseul langsung menerkam Jimin. Melupakan soal bicara. Siapa juga yang tak akan tergoda jika diperlakukan seperti ini? Dengan seorang Park Jimin yang parasnya tak main-main ditambah sorot matanya yang tajam mematikan ketika menatap penuh hasrat. Yeseul sekalipun akan tergoda. Tetapi tidak. Yeseul menghela napas agar tak tergoda sentuhan Park Jimin yang sialannya ia tak sadar sudah sampai bagian bawah.

"Oke cukup. Aku ingin tidur," ujar Yeseul tiba-tiba. Bahkan berusaha menyingkirkan tangan Jimin cukup keras. Sebetulnya tak ingin tidur juga. Bagaimana bisa ia tidur tenang jika tengah mengkhawatirkan suaminya. Ini hanya trik agar Jimin mau bicara. Biasanya pihak laki-laki akan langsung mencegah si wanita dengan mencengram tangannya. Setidaknya itu yang Yeseul lihat di dalam serial drama.

Sayangnya ini bukan serial drama yang biasa tayang pukul 10 pagi di televisi. Romantisme di dunia nyata tidak akan semanis itu. Saat Yeseul bangkit dan mencoba meraih handuk, ia tetap melirik ke arah Jimin. Sekedar memastikan apakah Jimin akan menahannya atau tidak. Namun sang pria tak juga bergeming sedikit pun. Bahkan malah mengalihkan pandangannya, menunduk menatapi busa-busa yang ikut tergerak akibat pergerakan Yeseul.

Akhirnya, Yeseul hanya bisa pasrah. Mungkin memang seharusnya ia tak menekan Jimin. Tetapi haruskah ia percaya bahwa Jimin baik-baik saja? Padahal kelihatannya sangat tertekan seperti itu. Yeseul menghela napas. Langkah kaki pun terasa berat ia ambil dan memilih untuk membiarkan Jimin menenangkan diri lebih dulu.

RED THREADWhere stories live. Discover now