PROLOGUE

522 81 185
                                    

Seoul, 2020

Jimin dengan tenang menyeruput kopi yang menjadi awal dari sarapannya pagi ini. Jimin memang sedikit terobsesi dengan kopi. Awalnya tidak sengaja. Tetapi ketika keadaan membuatnya harus tetap membuka mata demi merampungkan pekerjaan kantor yang menumpuk, maka kopi menjadi pilihannnya. Kegiatannya terhenti akibat sang istri, Yeseul, yang menaruh sepotong sandwich berisi double telur goreng kesukaannya.

"Dimakan dulu sarapannya," ucap Yeseul dengan lembut membuyarkan lamunan Jimin tatkala jemarinya masih menari-nari di atas keyboard laptopnya.

"terima kasih." Jimin menjawab sekenanya sambil memandang lembut istrinya. Bukan karena tidak suka dengan sarapan yang disuguhkan. Bukan juga karena istrinya yang menyuguhkan. Hanya saja pagi ini ia sedikit merasa kelelahan akibat semalam harus berperang dengan berkas kantor karena ada kesalahan input data perusahaan.

"kau kelihatan lelah sekali, padahal masih pagi, ". Yeseul mengusap pipi Jimin sembari menyalurkan leluconnya. Ah, Jimin menyukai Yeseul ketika ia sedang tersenyum begitu. Semangatnya bangkit walau kantuk masih menempel-meski tak parah.

"habisnya kau tak meladeniku ketika semalam mencari titik semangat, jadi-"

Ucapan Jimin terhenti lantaran bibirnya dikecup singkat oleh Yeseul. Jika begini rasanya Jimin tidak ingin berangkat kerja. Andai Jimin orang kaya yang memiliki banyak uang, yang bahkan menghabiskan uang saja rasanya susah, maka saat ini ia tak akan kemana-mana dan hanya akan bergumul memadu kasih dengan Yeseul. Aduh, masih pagi padahal tapi pikiran Jimin sudah terbang ke jam malam.

"bayaran karena aku tak meladenimu semalam,"

"payah. Kalau cuma segini tak berasa apa-apa. Kurang tuh.." Jimin menjawab lucu sambil memajukan sedikit bibirnya demi mendapat ciuman tambahan. Tetapi karena tak mendapatkan apa yang ia inginkan. Maka Jimin sedikit memajukan badannya dan meraih tengkuk Yeseul untuk mendapatkan ciuman yang lebih dalam dari sebelumnya. Menyesap beberapa kali sembari memiringkan kepala memperdalam ciuman pagi mereka. Manis sekali. Jimin suka.

"pa? Ma?" sosok Yoojin datang tiba-tiba memandang polos kearah orang tuanya dengan tatapan seolah bertanya kalian sedang apa?

Jimin segera membetulkan posisi duduknya dengan sedikit berdehem menetralkan sisi lelakinya yang sedikit terbangun. Dasar hormon sialan!

"yoojin? sudah siap ya? Sarapan dulu sini," Yeseul mencoba mencairkan suasana yang tadi sempat membeku lantaran tertangkap basah melakukan hal tidak senonoh oleh Yoojin.

"sudah ma."

Jimin dan Yeseul saling pandang mengisyaratkan betapa leganya mereka mengetahui bahwa Yoojin mudah dialihkan pikirannya. Saling mengulas senyum pertanda betapa memalukannya jika diingat kegiatan barusan.

"ma, sebentar lagi Yoojin akan jadi besar dong," Yoojin berbicara kelewat sombong sambil berusaha mendudukan dirinya di kursi makan, kemudian bersedekap tangan untuk menunjukan betapa hebat dirinya. Yeseul mengerutkan kening lantaran tak paham dengan maksud anaknya ini. Padahal ulang tahunnya masih lama. Apanya yang mau jadi besar?

"kenapa begitu?" Jimin mencoba mengambil alih pembicaraan ketika melihat Yeseul sedikit sibuk menyiapkan sarapan untuk anaknya kemudian menyuapi Yoojin dengan suapan kecil.

"Kan Yoojin mau ambil rapot, Pa. Yoojin sudah mau kelas 2. Sudah besar dong namanya,"

"ah, benarkah? Papa lupa. Maaf, Yoojin sayang" Jimin mengecup pipi Yoojin sebab gemas dengan pipi buntalnya yang dipenuhi bedak. Sudah seperti kue mochi jika dipikir-pikir.

"iya Papa kan pelupa karena papa sudah tua,"

"ihh Papa masih muda tahu, masih tampan ko,"

"jelek, ah. Papa TUA," ejek Yoojin sembari menekankan kata tua. Memainkan jemarinya di atas meja makan. Terkikik-kikik ringan lantaran terhibur dengan menggoda papa nya. Padahal Yoojin tau kok, papa nya itu tampan. Buktinya banyak guru-guru muda di sekolahnya yang senang menyapa papa nya sambil tersenyum-senyum. Kalau mama tahu nih, Yoojin yakin akan terjadi perang layaknya perang kertas di kelas Yoojin. berantakan bukan main. Bedanya bukan pesawat kertas yang terbang, tetapi pesawat piring.

Di satu sisi, secara lebay, Jimin membuka lebar mulutnya sambil sebelah tangannya mengelus-elus dada bagian kiri tempat dimana jantungnya bersemayam. Merasa tersakiti lantaran dihina anak sendiri. Namun pada detik ke-lima Jimin mengubah ekspresinya.

Ia dan Yoojin saling memandang dan menyipit-nyipitkan mata masing-masing seakan mencoba mengintimidasi. Jika awan berani berwarna kelabu, maka petir akan keluar lewat mata Jimin dan Yoojin. tapi syukurlah, diluar cuaca nya cerah. Jadi Yeseul tak takut akan terjadi badai dirumahnya.

"sudah-sudah. Cepat habiskan sarapannya lalu berangkat ke sekolah dengan Papa", Yeseul menengahi acara adu tatap antara Bapak dan anak ini. Tersenyum manis ke Yoojin dan dibalas flying kiss oleh Yoojin.

"mama lebih baik daripada Papa," Yoojin menyembulkan jempol pertanda keren ke arah Mama nya.

"yasudah berangkat sekolahnya jangan sama Papa," celetuk Jimin

Waduh! Gawat! Kalau berangkat sama Mama terlalu lama gossip dengan tetangga sebelah. Pasti baru 1 menit berjalan mama sudah disapa tetangga dan berakhir bercakap-cakap. Tidak deh! Lagipula meski sekolahnya dekat tapi Yoojin tak mau berjalan kaki.-batin Yoojin.

Maka dengan gerakan secepat kilat setelah Yeseul memakaikan tas pada nya, Yoojin segera berlari dan memeluk kaki Jimin dengan manja, "ahh Papa itu kan Papa terbaik sedunia, hehehe. Berangkatnya sama Papa yaa naik mobil. Papa Yoojin tampannya lewat jauh, hehe"

Jimin melirik kebawah dimana terlihat Yoojin tengah memeluk kaki nya. Berpikir sejenak sejak kapan anaknya jadi pandai merayu begini. Tetapi gemas sendiri melihat anaknya yang memiliki pipi layaknya mochi bergelayut manja sambil mengusak-usak pipinya pada kaki Jimin.

"dasar anak Papa ini pandai sekali merayu nya.." maka Jimin langsung menggendong Yoojin dan mencuri kecupan singkat di pipinya.

"aku berangkat dulu, Sayang. Jangan rindu padaku." Jimin berpamitan pada istrinya. Mencolek hidung Yeseul seperti sudah menjadi sebuah kebiasaan untuknya.

"biasanya kau tuh yang akan rindu duluan padaku," Yeseul membalas dengan mencolek hidung Jimin juga. Mengulas senyum tipis yang sedikit tidak simetris guna mengejek Jimin.

"iya. Iya, rindu ku lebih banyak. Sudah, aku berangkat." Jimin akhirnya menyerah. Bagaimanapun memang dirinyalah yang akan lebih merindukan Yeseul.

"hati-hati dijalan, sayang"

Jimin mengecup kening Yeseul sekilas. Yoojin melambaikan tangannya pada Yeseul sebelum akhirnya masuk ke mobil dan meninggalkan rumah untuk mengemban kewajiban masing-masing. Bekerja dan sekolah. Yeseul memandangi kepergian keduanya. Dalam batin Yeseul bersyukur mengenal keluarga ini dan bahkan bisa menjadi bagian dari kehidupan Jimin. Mereka menyelamatkannya. Yeseul pun berjanji akan terus mempertahankan keluarga nya ini.

"Terima kasih, Park Jimin," gumam Yeseul.

Setelahnya, Yeseul masuk kembali ke dalam rumah.Berniat sedikit berbenah kemudian dirinya akan pergi ke toko bunga miliknya. Menjalankan hobi yang menghasilkan uang rasanya memang yang terbaik.

RED THREADTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang