17. The Day (2)

60 6 0
                                    

Tok... Tok...

Pintu kamar Yoojin diketuk pelan oleh Yeseul. "Sayang? Mama boleh masuk?"

Sayangnya tak ada sahutan dari dalam, sehingga Yeseul memberanikan diri membuka pintu kamar anaknya. "Mama masuk, ya." Dilihatnya Yoojin tengah berbaring telungkup di atas ranjang, bersamaan dengan isak tangis yang samar terdengar.

Yeseul melangkahkan kaki mendekati Yoojin sambil terus memanggil namanya agar atensi Yoojin dapat terambil olehnya. Namun tak ada suara lain selain dirinya yang terus memanggil dan isak tangis Yoojin yang terdengar.

"Yoojin, sayang...." Yeseul sampai pada pinggir ranjang. Ia mendudukkan bokongnya disana. Tangan kanannya terulur untuk mengusap kepala Yoojin. "Kenapa menangis?"

Akhirnya Yoojin menoleh. Melihat wajah ibunya yang menampilkan wajah khawatir namun tetap terselip rasa hangat disana. "Mama... hikss... hikss..." Ia lanjut menangis dalam pelukan Yeseul. Dengan sigap Yeseul membalas pelukan Sang Anak. Menyalurkan rasa nyaman disana. 

Masih dengan tangan yang mengusap pelan kepala Yoojin, Yeseul bertanya, "Mau cerita? Mama ada disini untuk Yoojin."

Yoojin mendongak. Lagi-lagi menatap wajah ibunya yang terlihat meyakinkan. Sedikit menimbang untuk membahasnya, sampai akhirnya ia bertanya dengan pelan setengah berbisik, "Nenek tidak sayang pada Yoojin ya, Ma?" 

Yeseul terkejut dengan pertanyaan Yoojin. Ingin rasanya kembali bertanya kenapa, namun dirasa Yoojin ingin kembali melanjutkan kalimatnya, jadi ia memilih untuk menahannya.

"Nenek teman sekolahku sering mengusap kepalanya sambil memberi permen atau biskuit. Neneknya teman Yoojin yang lain juga sering menjemput sekolah. Tetapi neneknya Yoojin kenapa tidak begitu? Neneknya Yoojin selalu berteriak pada Papa. Neneknya Yoojin mirip penyihir jahat di dongeng-dongeng. Nenek jahat!" Yoojin menangis lebih keras seiring dengan banyaknya kalimat yang keluar.

Yeseul paham, anak kecil yang masih polos begini pasti akan membandingkan neneknya dengan nenek orang lain. Tentu saja karena sikap yang mereka terima adalah dua hal yang jauh berbeda. "Nenek Yoojin tidak jahat, kok. Cuma sedikit berbeda saja sikapnya," jawab Yeseul menanangkan.

"Yoojin, mau keluar lagi bersama Mama tidak? 'Kan masih ada nenek di depan, tidak sopan jika tidak disambut," bujuk Yeseul. Yoojin menggeleng sebagai jawaban. "Tidak mau keluar lagi sampai nenek pulang. Mama juga disini saja temani Yoojin, hikss..."

"Tapi Yoojin—"

"Ia harus tahu 'apa-apa'."

"Ia harus tahu bahwa ibunya adalah wanita penggoda yang menyusahkan keluarga kita, menyusahkanmu."

Ucapan Yeseul terhenti sebab teriakan ibu mertuanya terdengar sampai kamar Yoojin. Yoojin yang tambah ketakutan langsung memeluk tubuhnya lebih erat dari sebelumnya. Dengan sama terkejutnya, Yeseul langsung menutup telinga Yoojin sebab tidak ingin Yoojin mendengar hal-hal yang tidak perlu.

"Jangan panggil Aeyoung wanita penggoda, Bu!"

Ah, Jimin masih membela wanita itu. Pikirnya melalang entah kemana setelah mendengar Jimin dengan lantang membela, bahkan meneriakkan nama wanita itu. Ia dan juga Yoojin sama-sama menulikan pendengaran mereka setelah itu. Yeseul yang ingin melindungi dirinya sebab tak ingin mendengar Jimin masih membela wanita itu, juga melindungi Yoojin agar tak perlu mendengar rahasia yang sudah ia sepakati dengan Jimin untuk dijaga rapat-rapat.

Lama mereka begitu, sampai-sampai mereka tak sadar jika suara ribut di luar sana tak lagi terdengar. Berganti dengan suara deru mesin mobil yang mampir dan menghilang pelan seperti ditiup angin.

RED THREADDove le storie prendono vita. Scoprilo ora