18. Kena Perangkap Sendiri

32 9 0
                                    

Setelah bel istirahat berbunyi, Juna langsung meluncur ke kelas kelas XI IPA 3. Dia mengintip dari pintu. Matanya langsung tertuju pada Meysha di kursi paling belakang. Calla dan Raihan tidak terlihat. Entah di mana mereka. Kesempatan bagus. Juna buru-buru menghampiri Meysha. Bersandar pada meja Calla dan memandang Meysha di hadapannya.

"Lagi sibuk?" tanyanya.

Meysha mengalihkan perhatiannya dari buku dan menatap Juna. "Hai, Jun! Kenapa?"

"Semalam ... kamu pulang dengan selamat?"

Meysha terdiam sejenak, tampak berpikir. "Iya, dong. Kamu, kan, nganter aku pulang."

"Maksudku ... selamat dari orang tua kamu."

"Iya. Tentu saja." Meysha bergerak gelisah.

Juna tahu Meysha pasti bohong. Jelas-jelas semalam dia mendengar keributan dari dalam rumahnya. Hanya saja, Juna tidak bisa mendengar dengan jelas apa yang mereka katakan. Juna yang khawatir Meysha kena masalah, mengikutinya sampai depan rumah. Namun, dia tidak bisa berbuat apa-apa karena pintu keburu ditutup. Hanya terdengar adu mulut dari dalam yang teredam oleh tembok.

"Orang tua kamu ... tahu kalau kamu kerja?" tanya Juna.

Meysha menggeleng. "Ibu gak izinin aku."

"Terus? Kenapa masih kerja?"

Meysha membuang napas dan menatap Juna kesal. "Kamu sendiri? Kenapa kamu kerja?"

"Eng ...." Juna menggaruk tengkuk.

"Kamu pasti punya alasan, kan? Dan kamu gak mau bilang. Aku juga."

Juna terdiam, kemudian mengangguk setelahnya. "Oke. Terserah kamu aja."

Meysha kembali pada bukunya. Juna masih belum beranjak. Dia merasa masih ada sesuatu yang harus dibicarakan.

"Tapi ... apa gak sebaiknya kamu cari pekerjaan yang pulangnya lebih awal?" kata Juna.

Gadis itu menghela napas dan menatapnya lagi. "Apa kamu selalu sepeduli ini sama orang lain? Aku kira kamu bukan orang seperti itu."

"Apa di mata kamu ... aku terlihat seperti orang yang gak punya perasaan?"

"Iya."

Bahu Juna merosot mendengar jawaban Meysha yang terdengar enteng sekali.

"Ini cuma naluri cowok yang kasihan sama cewek pulang malam-malam," kata Juna membela diri.

"Uuuuu ... aku gak nyangka kamu punya naluri seperti itu."

"Aku gak mungkin mengantarmu setiap malam."

Meysha berdeham. "Lagian siapa yang mau diantar setiap malam? Tadi malam juga kamu yang maksa."

"Udah aku bilang, itu naluri."

"Iya, iya. Itu yang terakhir. Enggak usah punya naluri untuk mengantarku lagi."

"Kamu akan tetap kerja di sana?"

Meysha terdiam dan menunduk. Wajahnya berubah murung. "Aku dipecat dari pekerjaan sebelumnya. Sulit cari pekerjaan lain."

Jawaban Meysha cukup membuat Juna paham. Dia hanya bisa menghela napas. Sebelum pergi, Juna masih sempat memberinya saran.

"Kalau begitu, cepat pikirkan solusi lain yang lebih baik," katanya.

Meysha terlihat mengangguk meski lemah. Juna keluar dari kelas dan pergi ke ruang olahraga. Dia memeriksa ruangan itu dari pintu. Tidak ada siapa-siapa. Raihan belum datang. Rania juga.

Juna merogoh sesuatu dari dalam saku jasnya. Sekaleng minuman soda berwarna hijau dan selembar kertas. Dia buru-buru pergi ke dalam ruangan untuk maruh kedua benda itu, lalu kembali lagi.

ANONYMOUS CODE [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang