꒰ 4 ꒱

16 4 0
                                    

ʚ n o w p l a y i n g ɞ

0:00 ─〇───── 3:12
⇄   ◃◃   ⅠⅠ   ▹▹   ↻

Mata ke Hati - HIVI

ʚ ɞ

Hari ini aku sangat senang, meski masih ada secuil rasa khawatir dan takut yang bersemayam di hatiku. Sekolahku sesungguhnya sudah banyak menyabet piala di kompetisi tahunan ini, hanya saja tim cheerleaders belum kunjung mendapat kepastian.

Melihat penampilan kontestan lain membuatku takut, apalagi saat melihat pesaing terberat kami, salah satu sekolah swasta di kota yang memang selalu niat untuk lomba-lomba seperti ini, kami kalah niat, belum lagi mereka bulan lalu baru saja berkompetisi di tingkat Asia. Akhirnya karena takut tambah minder, kami membandingkan penampilan kami dengan sekolah negeri lain yang juga pesaing terberat bagi kami, yah, kayaknya mereka masih lebih unggul, tapi kami juga tidak buruk-buruk amat, sih.

Kali ini kami tinggal menunggu waktu pengumuman tiba. Kami tengah berkumpul di tenda kami, lesehan, mengobrol, dan tentu saja menggibah. Mulai dari rekomendasi micellar water favorit sampai tukang kebun sekolah yang digadang-gadang menyembunyikan wajah tampannya di balik masker yang sering ia kenakan sudah kami bahas. Kami tak pernah kehabisan topik, dan hal itu benar-benar membuat rahangku pegal—karena kebanyakan mengoceh dan tertawa.

"Kamu mau ambil minum 'kan?" tanya Clarissa dengan mata berbinar.

Aku mengangguk. "Iya, Clar, kenapa?"

"Aku titip ya!" katanya dengan semangat, wajahnya memasang ekspresi penuh harap dan senyumnya diulas lebar-lebar.

"Hmm, oke deh, mau berapa?" tanyaku.

"Dua cukup kali ya? Ya udah dua deh!" Ia mengangkat jari telunjuk dan tengahnya, membentuk angka dua.

"Ih mau juga dong!" Suara lantang Gita membuat kami berdua menoleh serentak. "Dua juga!"

Kumajukan bibirku sedikit dan kuarahkan mataku ke atas. "Hmm ... oke!" Aku membentuk gestur oke dengan telunjuk dan jempol yang disatukan.

"Aku satu!"

"Satu aja ya, Na."

"Hmmm ...." Aku meletakkan telunjuk di dagu, berpikir lebih lama lagi.

"Siap deh." Kuacungkan jempol kananku, lantas melenggang ke kardus air mineral gelas yang terletak di bawah sebuah pohon besar, jaraknya tak jauh dari tenda, sebenarnya. Yah, baiklah, sekalian juga 'kan?

Beberapa temanku sudah mengambil air terlebih dahulu, makanya salah satu kardus yang segelnya sudah terbuka sudah tak lagi penuh, melainkan hanya sisa sembilan air gelas. Titipan dari kawan-kawanku ada enam. Aku harus ambil satu atau dua? Tiga sekalian? Oh, tidak.

Kalau kuambil dua untuk diriku sendiri maka akan semakin repot aku membawanya, tapi kalau satu cukup tidak ya?

Setelah gamang cukup lama sambil memelototi kardus air mineral akhirnya aku mengambil keputusan untuk cuma ambil satu. Aku agak kesulitan membawa tujuh gelas sekaligus, sempat beberapa kali hampir jatuh juga, tapi kutahan dengan kedua lenganku. Sekarang aku memeluk gelas-gelas itu, bergeming sebentar memikirkan apa aku bakal sanggup membawa semuanya sendirian di tanganku. Teman-temanku sebagian di dalam tenda, beberapa ada yang berkeliaran mencari jajanan tapi jauh. Kantong plastik juga tidak ada.

Akhirnya kudekap semua gelas-gelas air itu sambil berdoa semoga semua air ini selamat sampai tujuan dan tidak ada batu kerikil yang menghalangi jalanku, atau pokoknya segala kemungkinan yang membuat aku atau air-air ini terjatuh.

Admiring You || ENDWhere stories live. Discover now