꒰ 10 ꒱

6 2 0
                                    

ʚ n o w  p l a y i n g ɞ

0:00 ─〇───── 3:12
⇄ ◃◃ ⅠⅠ ▹▹ ↻

Mata-Mata Harimu - Ziva Magnolya

ʚ ɞ

Tiga minggu berlalu, akhirnya kami dapat memanfaatkan tiket kami yang dapat digunakan untuk menonton pertandingan dua hari berturut-turut, Sabtu dan Minggu. Minggu ini sesungguhnya baru pembukaan serta babak penyisihan seluruh cabang dari seluruh sekolah yang berpartisipasi. Tapi kami semangat karena akhirnya kami bisa main-main ke sekolah orang sekaligus mengisi waktu akhir pekan kami.

Aku dan teman-temanku—yang 'sepermainan'—baru saja berkumpul dengan anggota komplit, Kanya yang terakhir datang—selalu begitu. Selama beberapa jam pertama saat acara baru mulai kami berkumpul bersama teman-teman sekelas kami yang lain. Lalu satu per satu bertemu dengan masing-masing teman mereka, ada yang bertemu teman SMP, SD, teman dari kelas lain yang janjian datang bareng. Jadi, akhirnya kami juga memisahkan diri—sebetulnya memang sudah terpencar—begitu Kanya datang.

Oh iya, aku tadi juga bertemu dengan beberapa teman SD dan SMP-ku, kami sempat bercengkerama sejenak, tapi akhirnya mereka kembali bersama teman-teman mereka dan aku juga begitu. Aku senang jika ada sekolah yang mengadakan acara seperti ini, pasti ada saja momen di mana aku bertemu dengan teman-temanku yang sudah lama tak berjumpa. Di sekolahku pernah mengadakan acara yang dibuka untuk umum, yaitu pentas seni, tapi tempat acaranya di sebuah mall, jadi bukan di sekolah. Yah, sekolah ini memang mumpuni sih buat dikunjungi banyak orang.

Memang tak heran sekolah ini jadi SMA negeri nomor satu di kota. Baik dari fasilitas, prestasi akademis, maupun non akademis sekolah ini memang unggul—meskipun sekolahku masih jadi incaran paling banyak anak yang berprestasi di bidang non akademis—terutama olahraga.

Gedungnya benar-benar luas. Tiga lapangan yang terkepung gedung-gedung sekolah itu mumpuni untuk jadi tempat diadakannya kompetisi olahraga—ada beberapa cabang seni juga sih, tapi bukan di lapangan—yang diikuti berbagai SMA swasta maupun negeri, tak hanya di kota ini, tetapi juga di kota-kota lain yang tak jauh dari sini.

Sedari tadi kami masih berkeliling-keliling mencari stan jajanan untuk disinggahi. Ada banyak sekali stan jajanan, mulai dari stan-stan kecil yang menjajakan jajanan khas sekolah sampai stan minuman dan makanan dengan brand besar, bahkan kantin sekolah mereka juga buka!

Di sampingku, Rizella dan Kanya asyik mengobrol tentang betapa kerennya OSIS sekolah ini bisa menggaet banyak sponsor besar untuk event mereka. Dan tak lupa mereka paling semangat membahas soal laki-laki, apalagi Kanya punya mantan yang sekolah di sini.

Fokusku tak hanya mencari jajanan, tapi mencari ... yah, siapa tau ada dia. Tapi sepertinya tidak mungkin, hari ini jelas-jelas dia akan bertanding di sini, dan tim futsal kami sepertinya belum datang. Kenapa sih? Kok kayaknya pikiranku hanya berputar di sekitar dia, dia, dan dia?

Oh iya, ada beberapa informasi agak penting selama beberapa minggu ini.

Aduh, mau mulai dari mana ya?

Oke, jadi begini ....

Setelah aku dan Kayla pergi ke kantin waktu itu, Kayla bertanya soal percakapan antara aku dan Abinaya. Karena aku payah dalam menjaga rahasia, akhirnya aku cerita secara lengkap soal kami yang waktu itu nongkrong-nongkrong dalam rangka merayakan kemenangan, lalu dompet sapiku hilang, dan aku akhirnya diantar pulang olehnya naik motor.

Sampai kelas kami masih membahas hal itu sampai memancing Oliv yang melihat sendiri kejadian tersebut untuk ikut ke dalam percakapan, lalu Rizella dan Kanya yang mendengar bahwa nama temannya disebut-sebut ikut menyambar dan akhirnya kami membicarakan tentang satu orang itu selama jam kosong—kami tak jadi mengerjakan tugas, akhirnya Kayla hanya memfoto buku tugas Oliv dan men-share-nya ke grup kami.

Aku menanyakan pertanyaan serupa, "Emang dia cenayang yah?"

Terus akhirnya Rizella dan Kanya memberi tahu kalau dulu pasti tiap ada barang hilang besoknya dia selalu tahu soal di mana barang itu hilang atau siapa yang mengambil barang itu. Bahkan waktu itu pernah ada kejadian di kelas lain saat uang kas mereka hilang tak bersisa, ia menyarankan  ketua kelas mereka untuk coba bertanya pada bendahara mereka sendiri, akhirnya sang bendahara mau mengakui kalau uangnya memang dipakai untuk bayar kebutuhan ekskulnya yang nunggak. Dia sih bilangnya ibunya yang tahu semua hal itu, tapi menurut asumsi beberapa orang, memang dia yang bisa 'melihat', bukan ibunya.

Belakangan ini juga, kami bukan hanya sekadar tatap-tatapan dari jauh lagi, tapi mengobrol—sebelumnya juga sering tapi tak serutin ini. Sayangnya, kami jarang mengobrol empat mata yang intens, tapi mengobrol bersama aku dan kawan-kawanku, juga Zaky. Mungkin aku kedengaran agak egois, tapi ... bayangkan fantasi mengenai adegan romantismu terwujud.

Namun, kurasa obrolan-obrolan itu cukup bagiku untuk mengetahui tentangnya lebih dalam, dan ampuh untuk mengikis sedikit kecanggungan di antara kami.

Satu informasi lagi, saat SMP dia punya ... entah pacar atau apa bernama Virgitta. Aku tahu karena namanya sering disebut saat kami mengobrol, lalu kucari di following ig-nya. Yah, mereka cukup dekat. Dia cantik, sangat cantik.

Foto bersama antara mereka berdua terpajang di highlight instagram masing-masing, tidak hanya sekali. Mereka lumayan cocok, sih.

Kini aku tengah mengantre untuk beli segelas minuman boba. Kanya, Oliv, dan Kayla sudah mendapatkan pesanan mereka, jadi tinggal aku dan Rizella yang mengantre.

Tiba-tiba Kanya menghampiri Rizella yang berdiri di depanku dan menepuk pundaknya. "Kayak Virgitta nggak sih?" tanyanya pelan sambil menunjuk orang yang dimaksud.

Deg!

Baru tadi aku memikirkan soal orang itu, dan sekarang dia hadir?!

"Hah, demi apa?!" Rizella terkejut, kurang lebih sama terkejutnya denganku, hanya saja aku tak mau menunjukkan sebuah reaksi.

Aku ikut mencari orang yang dimaksud Kanya, sayangnya, aku tak tahu orang mana yang ia tunjuk karena aku hanya pernah melihatnya lewat foto.

"Eh iya anjir!" ucapnya tak kalah histeris.

"Sumpah udah lama banget gue nggak ketemu dia," ujarnya lagi.

"Chat nggak nih?" tawar Kanya.

"Chat lah! Chat aja!" Rizella menepuk-nepuk pundak Kanya, memintanya untuk cepat-cepat.

***

Kami masih menunggu di depan salah satu stand makanan. Bukan untuk menunggu pesanan, melainkan menunggu Virgitta. Kami—tepatnya Rizella dan Kanya—janjian dengan Virgitta di sini, dan cewek itu katanya tengah OTW ke tempat kami.

Aku masih sibuk menyedot minumanku sambil menyaksikan penampilan dari band sekolah mereka. Aku ... tak tahu kenapa begini, rasanya aneh ketika "orang spesial" dari gebetanku bertemu denganku di tempat yang tak direncanakan. Bukan cemburu, bukan.

Tak berapa lama kemudian mendekatlah seorang gadis dengan atasan kaus rajut warna hitam dan rok warna putih polkadot hitam, rambut bergelombang warna cokelat ombré, dan ponsel yang sesekali ia tengok layarnya. Tubuhnya tak tinggi—mungkin tak jauh beda dengan Oliv, kulitnya kuning langsat cerah, matanya lebar dan bulat, serta bibirnya tipis.

Gadis itu melihat ke arah teman-temannya, matanya membulat, tubuhnya membeku sejenak. Kemudian setelah terdiam, ia berlari mendekat dengan wajah girang. Rizella dan Kanya juga menunjukkan antusiasme mereka.

"JITAAA!!!" panggil Rizella dan Kanya bersamaan sambil berlari mendekat pada temannya itu.

──⋆⑅˚ ʚ ɞ ˚⑅⋆──

Stok chapter yang belum di-publish sudah menipis, dan harusnya sih ngga nyampe 10 chapter lagi bakal tamat sih, doain yah sobat.

Sabtu, 14 Agustus 2021

Admiring You || ENDWo Geschichten leben. Entdecke jetzt