꒰ 9 ꒱

9 2 0
                                    

ʚ n o w p l a y i n g ɞ

0:00 ─〇───── 3:12
⇄   ◃◃   ⅠⅠ   ▹▹   ↻

Ocean Eyes - Billie Eilish

ʚ ɞ

Suara riuh rendah penghuni kelas perlahan menyurut kala tiga orang berseragam pramuka dan berjas almamater yang kira-kira seumuran kami masuk ke dalam kelas.

"Permisi." Seorang perempuan bertubuh langsing, lumayan tinggi, dan rambut panjang lurus yang dikucir masuk ke dalam kelas, mendahului dua kawannya, satu perempuan, dan satu laki-laki. Cewek itu kelihatan menoleh ke arah dua kawannya yang masih berdiri di ambang pintu, seperti mengatakan "Ayo, cepat!" dari tatap matanya.

Suasana kelas mulai kembali diisi oleh hiruk pikuk ketika ketiga orang itu tak kunjung menyampaikan maksud mereka datang ke kelas ini. Dari awalnya mulai bisik-bisik, lama-lama mulai terdengar mengobrol biasa.

"An!" Aku sepertinya mendengar namaku dipanggil.

"Ana!" bisiknya lagi, sementara aku masih mencari arah datangnya suara itu.

"Anais!" Akhirnya orang yang memanggilku itu menepuk bahuku.

Rupanya dari arah belakang. "Kenapa?" bisikku.

Rizella tak menjawab, tetapi langsung memberi pulpenku yang ia pinjam tadi.

"Nggak pas pulang aja?" tanyaku.

"Udah nggak macet." Ia mengeluarkan pulpennya yang sempat ngadat tadi dengan wajah semringah.

"Yeay!" Aku bertepuk tangan kecil.

"Gue yang service-in," ujar Kanya yang ada di sebelahnya.

"Makasih, Sayang," balas Rizella dengan nada yang agak lebay. Aku mengernyit.

"Ekhem," deham seorang laki-laki yang mengisyaratkan untuk diam.

Aku membalik badan, rupanya itu suara laki-laki bertubuh agak gempal yang di depan.

Lantas perempuan yang satunya lagi—bukan yang pertama masuk—yang membuka pengumuman dengan sebuah perkenalan.

Ternyata mereka dari salah satu SMA negeri favorit di kota ini—bisa dibilang paling favorit—dulu saat SMP aku ingin masuk ke sana bersama teman-temanku. Namun, aku tak jadi masuk sana karena sepertinya dengan nilaiku yang tak bagus-bagus amat peluang masuknya kecil, jadi aku memilih sekolah di sini karena tak kalah favorit dan dekat rumah.

Sekolah mereka hendak mengadakan sebuah perlombaan olahraga di sekolahnya, dan menawarkan tiket menonton pertandingan di kelas kami. Lalu mereka menyerahkan ID Line yang bisa dihubungi jika hendak memesan.

Namun, aku sudah membelinya bersama Kayla, Rizella, Kanya, dan Oliv langsung di kelas. Beberapa teman kami juga ada yang sudah membeli tiket. Banyak dari mereka yang ingin datang dengan alasan pengin ketemu gebetan, pacar, atau malah cuma ingin cuci mata.

Setelah menyampaikan informasi dan proses jual-beli tiket mereka pamit. Kelas kembali diisi oleh hiruk pikuk. Guru mata pelajaran Sosiologi tak datang, tapi hanya menitipkan tugas. Dari kami berlima, cuma Oliv yang mengerjakan tugasnya. Jadi kami hanya menunggu Oliv untuk selesai mengerjakan dan mengerjakannya ramai-ramai.

"An, temenin ke kamar mandi, yuk," ajak Kayla yang duduk di sampingku.

"Ayo, aku juga mau ke kantin," balasku sambil beranjak dari kursi.

Admiring You || ENDWhere stories live. Discover now