꒰ 5 ꒱

11 3 0
                                    

ʚ n o w p l a y i n g ɞ

0:00 ─〇───── 3:12
⇄ ◃◃ ⅠⅠ ▹▹ ↻

Can't Help Falling In Love With You - Haley Reinhart

ʚ ɞ

Setelah kejadian tadi, aku ditodong untuk menceritakan kejadian apa yang membuat kami bertemu sampai bawa-bawa gelas bersama. Aku sampai diiming-imingi roti koperasi hanya demi mendengar kronologisnya.

Jadi gini intinya, aku terpancing gara-gara tiruan dari roti kopi bandara versi koperasi-mereka tahu betul kelemahanku, jadi akhirnya aku menceritakan dengan sukarela. Respons mereka sangat baik dan agak terlalu heboh yang membuatku menyesal telah bercerita. Tapi, yah, demi roti kopi isi keju, kayaknya bakal kutagih kalau ingat.

Mengingat kejadian tadi ... membuatku senyumku kembali mengembang. Hatiku dikelilingi letupan-letupan euforia yang menimbulkan sensasi agak menggelitik tapi menyenangkan. Membayangkan bagaimana suara dan intonasinya saat itu saja mampu membuatku tak sadar meremas rok kostumku saat ini. Aku kembali mengingat ekspresi macam apa yang ia tampakkan saat menatap wajahku. Kekehan kecil lolos dari mulutku. Buru-buru kutangkupkan tangan di depan mulut, padahal siapa juga yang lihat. Pokoknya aku senang. Aku tak peduli soal sendirian di sekolah, sudah lewat jam sepuluh malam, dan ....

Oh tidak, di mana pamanku? Bukankah dia berjanji akan menjemputku di sekolah tepat setelah kutelepon.

Terakhir kali kutelepon tidak diangkat, dan sudah lebih dari sepuluh kali aku bolak-balik menelepon om dan tanteku. Sadar akan hal itu membuat antusiasmeku redup. Rasa khawatir dan sedih kembali menyelimuti hatiku. Kram perut yang masih tersisa sedikit cukup untuk membuatku makin tersiksa di tempat ini.

Aku ... sendirian. Bahkan satpam yang tadi beberapa kali menanyai kapan aku pulang dan kenapa tidak pulang-pulang juga sudah kembali ke ruangannya, kamarnya, di gedung sekolah ini. Teman-temanku sudah tidak ada yang di sini, beberapa dijemput, ada yang naik ojek atau taksi online, ada juga yang memilih pergi ke mall dulu, nonton film. Seingatku sudah satu jam yang lalu sejak mereka berpamitan ke mall.

Para anak futsal juga tampaknya sudah pulang semua. Tadi sih kami sampai belakangan dibanding mereka, beberapa sudah tidak kelihatan di sekolah.

Aku benar-benar sendirian, menyedihkan, dan masih keringatan dalam kostum tangan buntung dan rok pendek warna putih-emas yang kukenakan, bahkan rambutku masih dikucir dua lengkap dengan pita warna emas.

Aku duduk di dekat bawah pohon, gelap, sepi, hanya ada suara gemericik air terjun dan sedikit suara jangkrik yang bersahutan ....

Oh tidak, membayangkan hal itu membuat bulu kudukku meremang. Aku mengerling ke segala arah, lantas meneguk ludah. Air mata mulai menggenang di mataku. Mana Om Sigit? Apa dia lupa keponakannya masih di sini?

Kukeluarkan ponsel rose gold-ku yang dibalut casing warna pink pastel dari tas ransel. Kutekan tombol home-nya untuk melihat jam yang tertera. 09.15. Meresahkan. Jempolku setengah terangkat, di antara gamang untuk memencet kata sandi. Kuotaku sudah habis, jadi aku tak bisa meng-chat Om Sigit. Telepon ... atau tidak?

Aku mengembuskan napas pasrah. Kutundukkan kepala dalam-dalam. Aku ingin menangis. Aku mencoba menahan air mata yang hendak jatuh meski mataku sudah sedemikian berkaca-kaca. Tapi aku benar-benar tak bisa, pertahananku runtuh. Setetes air mata jatuh, memberikan sebuah bercak kecil pada rok kostumku. Aku buru-buru menyekanya. Tidak, aku tidak boleh menangis, tidak lagi. Aku tak ingin merusak wajahku lagi. Cukup dengan eyeliner dan maskara yang luntur di bawah mata-yang membuatku kelihatan seperti habis lembur tujuh hari tujuh malam, atau bedak yang sebagian besar telah disapu keringat.

Admiring You || ENDUnde poveștirile trăiesc. Descoperă acum