part 1

1.4K 129 9
                                    

  Libur akhir semester tinggal menghitung hari lagi. Mokta harusnya senang, bukankah kalender yang dilingkarinnya tinggal menghitung jam untung berganti hari. Rencana matang sejak akhir ujian semester bulan lalu dengan ketiga temannya sesama tim futsal untuk muncak digunung Gede Pangrango terancam gagal dengan teramat tidak elite setelah lebih dari 15 menit Mokta berusaha keras mengeluarkan isi lambungnya dengan suara suara yang miris sekaligus sedikit menjijikan.

  Pantulan cermin dihadapannya mengundang decak malas sipemilik badan, punggung tangannya refleks terangkat menyentuh jidat yang sudah dibanjiri peluh hingga membuat rambutnya lepek tidak karuan.

  Binggo!

   Alarm tanda bahaya dikepala Mokta seakan berdering keras.

  Mokta demam, bukan masalah serius jika saja besok bukan hari -h agenda dia muncak, pasalnya keluarganya bakal melarang keras dia keluar rumah sebelum kesehatannya pulih 100%. Terbiasa dengan imun rendah sejak kecil sedikit banyak mempengaruhi ruang gerak Mokta untuk menjalani kehidupannya, lebih gampang terserang demam dengan intensitas lebih panjang masa penyembuhannya sudah menjadi momok Mokta selama hampir 16 tahun ini.

  Hufftttt

  Mari lupakan insta story aesthetic dipuncak Pangrango dengan tambahan quote galau yang sudah direncanakan berkat bakat gagal move on dengan mantannya setahun yang lalu.

  Oh, bayang jepretan tubuhnya memegang plakat puncak Pangrango dengan dibubuhi sederet kalimat galau sok puitis teramat memenuhi otak Mokta akhir akhir ini.

  SABAR MOK, BELUM WAKTUNYA!

   Tapi masih gak ikhlas,

  Hah

  Gimanapun caranya dia harus sembuh dengan cepat, atau paling tidak Keluarganya tidak tahu jika dia sedang tidak fit.

  Oke Mokta, waktunya nyari cara buat sembuh cepat.

  Dengan badan yang lemas bukan main, Mokta terpaksa menyusuri kotak obat dinakas samping tempat tidurnya yang tidak pernah kosong barang satu kapletpun saking seringnya Bunda yang rutin menambah persediaan didalamnya.

  Paracetamol
  Antasida
Fasiprim

  Masing masing 1 tablet dengan mudah Mokta telan dengan bantuan air mineral yang syukurnya selalu dia sediakan diatas nakas.

  Plester penurun demam aman, obat aman tertelan, doa sudah dia komat kamitkan sejak sejam yang lalu, semoga besok sehat.

Aamiin.

  Oh Mokta melupakan sesuatu, tangannya langsung lincah merobek selembar kertas dan mencoretkan sederet kalimat dengan spidol boadmaker hasil mengkuntitnya di meja guru 3 hari yang lalu.

  "Mokta ganteng udah tidor, jangan diganggu"

  Secarik kertas dengan pemberitahuan berbau kenarsisan itu tertempel sempurna dipintu coklat kamar Mokta, Sempurna.

  Katakan Mokta parno, kebiasaan sang Ayah yang sering mengunjungi kamar anak anaknya tengah malam untuk memastikan kondisi kedua anaknya aman terkendali. Bisa bahaya kalau masa penyembuhannya terbongkar dengan plester penurun panas yang tertempel dikeningnya.

  Setidaknya mokta merasa sedikit lega dengan begini, tinggal mari berdoa dengan Allah untuk kesembuhannya. Biar ku kasih tau, mokta itu seorang mualaf setahun yang lalu, setelah sebelumnya Bundanya terlebih dahulu mengucapkan syahadat menyusul suami dan anak keduanya yang memang seorang muslim 3 tahun yang lalu. 15 tahun sebagai seorang umat Tuhan dengan ibadah mingguan berkedok sogokan uang saku tambahan dari nenek dan tantenya lantas saja berbelot kubu setelah hampir tiap hari mendengar adik dan ayahnya melantunkan ayat suci Al Quran setiap kali kelar sholat berjamaah.

oktroubleWhere stories live. Discover now