part 14

340 62 7
                                    

Malamnya Mokta mengeluh dingin, bahkan suhu badannyapun naik menyentuh angka 38,7° C. Moksa yang kebetulan izin menginap menemani Marisapun ikutan terjaga sampai malam, pasalnya setelah kembali dari ruang rawat Linka Mokta kembali mengeluh kepalanya yang kembali pusing.

Dokter bilang bawa pengidap tifus memang sering mengalami hal yang sama, musuh utamanya adalah dingin .

Pukul 22.00 Mokta berhasil terlelap setelah lelah merengek pada Bundanya yang tak henti hentinya mrmijit pelan kepala Mokta untuk mengurangi pening yang menyiksanya.

  Moksa memutuskan untuk keluar sejenak, mengalihkan rasa penatnya dengan berjalan jalan sekitar koridor dan berakhir memilih mengambil rute kantin untuk menuntaskan dahaganya.

  Secangkir kopi yang masih mengepulkan asapnya bersanding dengan beberapa potongan kue yang sebenarnya sama sekali tidak niat Moksa makan.

Aroma kafein yang mengabur pada selah cangkir yang dia teguk merambat pada indra penciuman yang masih menyisakan bau antiseptik khas rumah sakit.

  UUhhugg uhukk

  Sialnya belum sempat dia menyesuaikan suhu kerongkongan dengan seduhan kopi yang bercamlur beberapa gram gula, tepukan pada pundaknya justru sepontan membuat dia tersedak.

"Eh ehhh kesedak yah? Duh maaf deh"

  Moksa menatap jengah pada pemuda yang terkenal akan kemeja flanel yang selalu melekat dimanapu  dia berada itu, ciri khasnya kalau orang orang bilang.

  "Gak balik bang?" Sapa Moksa setelah menyelesaikan permasalahan kopi yang salah mengalir kesaluran pernapasannya itu.

  "Linka gada yang jaga, papi nganter mamih lagi gak enak badan", jawab Dimas seadanya. " Kau sendiri, napa malah ngopi disini. Besok sekolahkan?"

"Balik dari ruang rawat Linka tadi, si bocah ngeluh pusing gak tau kenapa malah demam lagi. Kasian Bunda jaga sendiri"

  Dimas mengernyit mendengarnya, dia fikir Mokta sudah membaik dengan kembalinya guyonan garing Mokta selama diruang rawat adiknya tadi.

"Tifus ya?", tanya dimas memastikan.

Moksa memgangguk seadanya.

  " Pantesan, dulu Linka juga sempet tifus. Siangnya kek orang kerasukan gak bisa diem, malemnya baru glempang sampe gegerin orang serumah"

  Moksa tersenyum samar, membayangkan gadis yang sore tadi dia temui dengan segala tingkah laku yang bila disandingkan dengan kakaknya maka akan terlihat kembar.

  "Terus terus, kok bisa gitu?", tanya Moksa dengan penasaran.

  " Ya gitu, padahal malemnya udh panas banget tuh badan, terus paginya diajak keklinik dokternya suruh cek lab darah tapi dia bandel, habis tes langsung ngacir pulang sambil petakilan.  Ehhhh habis maghrib geger serumah nemuin tuh anak hampir semaput dikamar mandi".

  Moksa terkekeh simpul, persis kakaknya yang tiap sakit gak bisa diajak diem.

  "Bang Dimas sayang banget pasti sama Linka"

  Dimas menghembuskan nafasnya panjang, menrawang kilah balik frasa frasa yang tahun tahun belakangan ini dia  coba utarakan tapi selalu gagal dan dia telan kembali.

  "Gue anak tunggal Sa, dari kecil pengen banget punya yang namanya Adek", Dimas tersenyum simpul sebelum melanjutkan ceritanya.

  " Kelas 5 SD mamih yang sempet difonis tidak bisa ngandung lagi, syukur alhamdhulillah akhirnya postif hamil, disitu gue seneng banget apalagi bokap, dia sampai nangis pas tau kalau mami hamil"

oktroubleWhere stories live. Discover now