gimme a time

210 45 4
                                    

Dua hari mendekam sebagai tahanan rumah sakit sukses membuat Mokta bosan bukan kepalang, terhitung lebih dari selusin dia merengek minta dipulangkan pada Dokter yang datang untuk visit mengecek kondisi pemuda 17  tahun tersebut. Sudah kepalang jenuh tapi mau pulang juga Dokter belum mengizinkan, Mokta pundung.

"Dokter gak ada kepengenan buat pulangin saya apa Dok? Gumoh banget tidur bau obat gini" ucap Mokta kesal.

Dokter Aji tersenyum, membuat gestur seperti berfikir mempertimbangkan rengekan Mokta.

"Ehmmmm, boleh kalau mau pulang. Tapi nanti coba suntik mandiri dulu ya nanti kalau udah lancar baru boleh rawat jalan"

Mokta sumringah, secerca harapan seperti membasahi gurun yang tandus. Suster yang menyertai Dokter Aji terkikik geli, mendapati lelaki yang sudah dikatakan dewasa memkik girang seperti bocah diberi es cream ditengah siang bolong.

Walau harinya akan berubah mulai sekarang, seenggaknya Mokta masih punya kesempatan untuk melewati gelarnya sebagai manusia.

🌻🌻🌻🌻

Mokta nampak menyimak dengan seksama, menghafalkan aturan aturan dan tata cara cek gula darah dan suntik insulin yang nampak menyeramkan dengan berbagai jarum didepannya itu.

Alisnya mengkerut, memainkan jarinya seperti menghitung soal matematika.

"Kalau minimal makan 2x sehari berarti harus bolongin 4x dong, belom lagi kalau ada apa apa." Ucapnya ngegas.

"Woalah sakit anjir"

"Abang! Ngomong yang sopan, mau bunda tahan disini gak pulang"

Mokta mebrengust sebal, merutuki nasib juga mulutnya yang kadang melaju tanpa rem dan kopling itu. Sibungsu ikut menyimak, malah Moksa yang aktif bertanya pada Dokter dari bagian tubuh mana yang paling bagus untuk disuntik sampai penanganan penanganan pertama semisal ada sesuatu hal yang diluar kendali.

Sesi konsultasi berakhir dengan hasil Moksa yang hafal secara detail, dan Mokta yang sebagai pasien hanya manggut manggut sembari menahan khantuk.

🌻🌻🌻🌻

Sepasang kaki jenjang berbalut kaos kaki tanpa motif mengayun disisi samping ranjang, sedangkan tangannya sibuk memainkan botol air mineral yang isinya tinggal kurang dari 30ml itu. Senyumnya merekah, hinggal memperlihatkan deretan gigi putihnya yang tertata rapi.

"Mingkem, gigilu garing rontok ribet lagi urusannya" ucap si yang lebih muda sembari mengemasi barang barang kakaknya yang sudah diperbolehkan pulang siang ini.

"Mampir indomaret perempatan yok", balas Mokta dengan cengiran andalannya.

"Ngadi ngadi, dibilangin jangan makan sembarang belum juga keluar udah mau bunuh diri"

"Pisang aroma aja 3 biji, entar sisanya kasih simbok. Ayolah, itung itung perpisahan entar nggak lagi deh. Ayolah Sa, mumpung Bunda gak ada".

Barang sudah tertata rapi pada tas jinjing yang sudah disiapkan Marisa sebelumnya, ngomong ngomong wanita yang menyandang sebagai ibu dua pemuda tersebut itu sudah pamit sedari tadi untuk mengurus beberapa client  cathering yang 3 hari ini dia tinggalkan.

Bangkenya Mokta itu kalau nggak dituruti yan nanti bakal kabur buat nyari sendiri, jadi daripada hal yang bodoh itu dilkaukan Moksa sudah antisipasi sendiri.

Ditariknya nafas buat meredakan emosi Moksa menghembuskan nafasnya jengah, "iye entar, tapi nanti bikin sendiri aja, gak usah beli"

Biarpun sambil mendelik Mokta terima terima saja, mau gimana lagi coba dari pada dapet penyakit lagi.

oktroubleWhere stories live. Discover now