part 18

282 60 12
                                    

  Linka menata kembali kranjang obat pada tatakan nakas samping, sesekali melirik Mokta yang baru saja menegak paracetamol sembari memijit kepalanya mencoba mengenyahkan pening yang menyiksa.

  "Tiduran aja, bentar lagi gue balik kekelas. Nanti biar tak bilangin ke Moksa".

  Mokta menghembuskan nafasnya gusar, merekam hening UKS sembari indra penciumannya bertubrukan dengan bau khas alkohol yang menyebar keseluruh ruangan.

  "Thanks Link, kapan kapan kalau senggang makan es cream dikedai depan museum kalau bisa".

  Gadis bermata almond itu tersenyum samar, menimang nimang tawaran dari pemuda yang belum lama dia kenal itu.

"Boleh, asal ditlaktir mah sini bebas".

"Ship, besok kabarin aja kalau senggang".

Mokta mendesah pelan, ruang UKS benar benar sunyi setelah ditinggal gadis bermata almond itu. Setelah menyimpan ponselnya diatas nakas, dia lalu memutuskan untuk mencoba memejamkan matanya yang masih terasa berat.

Terjun kealam mimpi barang sebentar, mengistirahatkan tubuhnya yang beberapa hari ini terasa lebih lelah.

📖📖

Agaknya mokta salah perhitungan, dia kira akan terbangun 1 jam kemudian dan kembali kekelas untuk melanjutkan pelajaran dijam terakhir, tetapi sampai bel pulang sekolah pemuda itu masih terlelap tanpa gangguan.

Moksa mendengus jengah, melirik sang kakak yang masih nyaman tidur dikasur UKS yang sudah tidak empuk lagi itu.

"Bang bangun woe, udah jam pulang ini"

Ngehhhhhh

"Bangun dulu, pulang!"

Mokta mengucek matanya, lalu netranya menangkap presepsi sang adik yang telah menggendong ransel serta membawa backpack warna hitam kesayangannya.

"Nebeng pulang, motorku dipakek temen", todong Moksa sembali tersenyum cerah.

"Hahh, udah pulang?"

"Udah dari tadi, kak Katrin tadi suruh bilang dia pamit pulang sama bang Dika"

Mokta reflek mendudukan dirinya, meraih handphone dan mengoprasikan benda canggih itu hingga menampilkan kolom balon chat dari sang gadis pujaan hatinya.

Sayang, si gadis sudah pulang lebih dari 10 menit yang lalu.

"Bang nebeng yak"

"Nih bawa mobilnya, ngantuk banget mau lanjut tidur"

Sang adik dengan senang hati menerima kunci yang disodorkan yang lebih tua, tak lupa dia menyerahkan tas hitam kepada si empu yang tengah memakai kembali sepatunya itu.

"Tak ambil dulu mobilnya, Abang tunggu depan aja", ucap Moksa sebelum meninggalkan runag UKS.

Aroma jalanan basah menguar seakan mencuci indra penciuman Mokta yang hampir 3 jam dijejali bau alkohol diruangan sempit berkedok ruang kesehatan sekolah itu.

Entah memang sudah menjadi pengharum ruangan atau apa tetapi biarpun ruang kesehatan tidak menyimpan obat obatan atau alkohol beserta jajarannya, tetap saja bau ruangan yang umumnya berbilik bilik  dibanyak bangunan sekolahan tetap saja bau ruang UKS selalu sama, manis alkohol, dingin dan sedikit pengap.

Dan, Mokta bisa bernafas lega setidaknya aroma aspal yang setelah dipanggang sang terik lalu dihujani beribu liter air seakan pelepas dahaga dipadang nan tandus.

Menenangkan.
Memeluk dalam dingin.
Juga sendu.

Lamunannya buyar ketika kendaraan beroda empat tepat berhenti dihadapannya, lalu petrichor tadi berganti dengan pengharum mobil yang tercampur dengan sisa parfume dia dan gadis penyuka kopi yang tertinggal samar.

oktroubleWhere stories live. Discover now