Setahun kemudian Jenaro memantapkan diri dalam menjajaki hubungan mereka ke tahap yang lebih tinggi. Bertunangan. Setelah terikat satu sama lain, hubungan keduanya berjalan harmonis. Jenaro yang selalu bisa mengontrol emosi ketika Jena marah atau ngambek tidak jelas. Jenaro yang pengertian dan paling bisa memanjakan Jena membuat Jena merasa begitu dicintai.

Intinya setelah resmi menjadi bagian dari hidup Jenaro, Jena mengenal orang-orang di lingkaran hidup Jenaro. Termasuk pula sahabat baik tunangannya. Razor Andramex. Bahkan saat hubungan Jenaro dengan Razor hancur, Jena selalu setia di sampingnya. Menyemangatinya, memberikan kebahagiaan melalui hal-hal kecil yang sebelumnya tak pernah terpikirkan Jenaro.

Dan sebulan kemudian, sesuatu terjadi. Jena menghilang tepat di hari ulang tahun cewek itu. Tanpa kabar, tanpa jejak. Seolah hilang di telan bumi. Jenaro hilang arah. Mencari ke segala penjuru dengan bantuan orang-orang kepercayaan Ayahnya. Nihil. Keberadaan Jena tak ditemukan dimanapun. Orang tuanya pun menghilang.

Sikap Jenaro berubah. Kepribadiannya berubah. Semuanya berubah. Tapi hanya satu yang sama. Perasaannya pada Jena.

Flashback Off

Bisa dibilang, Jenaro yang sekarang Oife hadapi adalah Jenaro tanpa sosok Jena.

"Lo salah paham. Tunangan gue bukan Jena yang ini. Tapi...." Jenaro menunjuk Jessica, "Yang itu. Cewek yang berdiri di belakang lo. Jessica Naurelia."

Oife terperangah. Jessica tersenyum canggung. Jenaro tersenyum miring dan tatapan yang lain tak jauh dari kata penasaran atas kembalinya Jena. Si ratu paling dijaga oleh Jenaro dan teman-temannya.

Sejujurnya Jenaro terlampau terkejut saat melihat Jena. Terlebih Jena terkesan sudah akrab dengan Oife. Atau hanya perasaannya saja. Jenaro tidak tahu sebelum menanyakannya langsung pada yang bersangkutan. Nanti, setelah urusannya selesai.

"Jessica?" beo Oife bergantian melirik Jessica dan Jenaro. "Tunangan lo? Terus Jena?" Oife melirikkan matanya ke Jena yang duduk di sebelahnya.

"Maksud lo apa sih?! Gue gak ngerti sama sekali!"

Jenaro memutari meja untuk berhadapan langsung dengan Oife yang segera menyingkir dari balik bangkunya. Jessica pun sama seperti Oife. Tidak mengerti akan apa yang tengah dia hadapi bahwa tunangannya telah memiliki selingkuhan.

"Lo emang dasar bego atau pura-pura bego?" sinis Jenaro, "Lain kali kalo mau ikut campur ke dalam hidup gue dan pingin tau segala hal tentang gue, banyak-banyakin nyari informasi. Emang lo pikir nama Jena aja udah cukup buat lo bisa mengendalikan gue?"

"Malu sendiri yang ada kalo dugaan lo ternyata meleset. Sekarang lo udah malu belum saat tau Jena yang beberapa hari ini nempel sama gue bukan tunangan gue?"

"Dari lo memperlakukan Jena udah jelas kalo Jena itu tunangan lo." Oife menatap Jenaro dengan dagu terangkat, menantang ketua Rebellion itu, "Penuh kelembutan ibarat Jena guci seharga ratusan juta yang gak boleh siapapun menyentuh atau memecahkannya."

Tawa Jenaro meledak padahal ucapan Oife tidak lucu sama sekali. Suasana malah kian mencekam dibuatnya. Menyeruakan suara, dilarang. Memotong ucapannya, siap mendapat hukuman. Mereka yang menyaksikan merapatkan bibir takut keceplosan yang berakhir runyam.

"Lo pikir, tampang-tampang kayak gue gini bisa lembut ke siapapun kalo gak seseorang itu punya hubungan erat sama gue?" Jenaro memperkikis jarak, menatap remeh Oife di hadapannya.

JENARO Onde histórias criam vida. Descubra agora