38. MALEFICENT

2.1K 361 773
                                    

Ramein part ini ya gais💕

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ramein part ini ya gais💕

Ramein part ini ya gais💕

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

38. MALEFICENT

Kalau Jenaro sudah beraksi di atas emosinya yang meluap-luap, siapapun tidak berani mendekat. Dalam jarak beberapa jengkal pun, lebih bagus melarikan diri daripada menonton seolah tengah mengantarkan nyawa secara sukarela.

Sama dengan melerai perkelahian. Itu terlalu beresiko. Antara terkena pukulan atau menjadi samsak pengganti si korban utama yang dibiarkan bebas.

Maka saat Jenaro yang dikenal cowok baja memulai kebrutalannya, siap tidak siap, apapun yang terjadi pada si korban, terima saja. Kalaupun harus masuk rumah sakit, Jenaro akan menanggung pengobatannya. Dan kalau sampai meninggal, Jenaro akan menyerahkan dirinya sendiri ke kantor polisi.

Tapi tidak untuk seseorang yang saat ini menangis dipelukannya. Seseorang yang sudah berani mengacaukan aksinya. Seseorang yang dengan lancang membuatnya berpikir keras, terbakar emosi dan cemburu di satu waktu.

Hanya Oife Katrina. Cewek berambut perak yang entah kenapa senang mengacaukan pikirannya. Semula ruang di kepalanya diisi oleh Jessica, kini berganti Oife. Nama Oife terus terngiang-ngiang tak berkesudahan.

Merasakan kepalanya akan pecah, Oife mampu menghilangkan kewarasan Jenaro dalam sepersekian detik. Tangisan lirih disambut kalimat memohon Oife yang pada akhirnya menguapkan emosi Jenaro.

Kini, lorong panjang nan sepi itu diisi suara tangisan Oife. Sedang Jenaro berada tak jauh dari cewek yang duduk menunduk di kursi tunggu. Memperhatikannya dengan pandangan yang sukar diartikan.

Rumah sakit tempat mereka berpijak. Keadaan Razor bersimbah darah, tak sadarkan diri. Nada memohon Oife cukup dapat merusak benteng pertahanan Jenaro. Jenaro menepis keegoisannya dan membawa Razor untuk segera ditangani.

Oife menunggu dokter keluar dengan harapan yang besar. Mengingat nadi Razor tidak bisa Oife rasakan denyutnya.

Menghampiri Oife, Jenaro memilih jongkok di hadapan Oife yang masih menangis. Walau tidak selirih tadi.

JENARO Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang