#5 - When The Invisible One Got The Spotlight

1.6K 232 3
                                    

Mara membuka risleting tasnya, berniat mengambil baju olahraga yang siap diganti untuk pelajaran penjas orkes sebentar lagi. Lalu cewek itu keluar dari kelas, melewati beberapa kelas hingga masuk ke ruang ganti perempuan yang berada di sebelah toilet perempuan.

Sekumpulan cewek-cewek yang tidak hanya siswi yang sekelas dengannya berkumpul jadi satu di sana. Beberapa keluar setelah selesai mengganti kembali dengan seragam putih abu-abu, dan beberapanya yang telah mengganti baju olahraga, hingga pintu tertutup kembali. Mara memilih untuk masuk ke dalam bilik salah satu ruang ganti daripada harus mengganti bajunya bersamaan dengan mereka. Dan yang lain, sibuk mengganti seragam sekaligus dengan perbincangan tentang gossip sekolah yang masih panas. Seputar cowok-cewek tenar satu sekolah dari yang ganteng sampai yang cantik, atau bahkan ke yang jelek sekalipun, seputar gosipin orang-orang yang nggak mereka suka, menjelek-jelekkan orang lain, dan sebagainya.

Mara sudah biasa. dan setiap siswi di Garda pun sudah biasa. Dan untuk ukuran cewek seperti Mara, nggak mungkin ada gosip yang beredar tentang dirinya.

"Anjir banget Tiana ditembak langsung sama Raka. Lo liat nggak? kumpulan temen-temennya tuh pada nyanyi sambil main gitar gitu. sumpah gemes baget. Mana Raka bawa-bawa mawar pula."

Mara melirik pintu seakan matanya tembus pandang  ke arah luar sana. Sekumpulan cewek-cewek yang suaranya tak ia kenal membincangkan gossip terhangat Garda, atau satu fakta baru bahwa ada pasangan siswa-siswi Garda kini telah resmi berpacaran. Siapa juga yang nggak kenal Tiana, cewek kalem tapi eksis yang diam-diam sering dilirik banyak cowok. Dan siapa juga yang nggak kenal Raka, si cowok yang kabarnya salah satu anggota geng brutal sekolah. Temennya... Dana. Ah, Dana lagi, kenapa jadi nginget dia sih!

Mara menggelengkan kepalanya menolak atas apa yang ia pikirkan. Mikirin Dana itu nggak penting, apa lagi kalau ingat masalah kemarin. Cowok seperti Dana pasti pikir bahwa yang kemarin hanyalah kebetulan, dan gampang untuk dilupakan. Contohnya Mara, apa cowok itu bakal ingat dengan wajahnya? Nggak mungkin, batin Mara.

Tapi, kalau dipikir-pikir, seorang Mara pernah berada di rumah Dana. Apa pernah ada cewek yang berada di sana?

Temannya? Pacarnya? Atau... mantannya?

Mara menggeleng lagi, pikiran terakhirnya membuatnya ngilu.

Dan dengan sentuhan terakhir, Mara keluar dari bilik ruang ganti. Berpaku pada cermin untuk sekedar melihat refleksi dirinya yang terlihat... suram. Nggak seperti cewek-cewek di sebelahnya. Penuh warna, apa lagi warna pink khas yang ada di setiap bibir mereka.

Dan akhirnya Mara berniat mencuci mukanya sebelum akhirnya keluar dari sana. Cewek itu mengeluarkan face wash dari tas kecil yang ia bawa, lalu memutar keran wastafel hingga airnya mengucur cukup deras.

"Hai, Chik."

"Eh, Dania? Eh, ada Marissa juga."

Suara kekehan terdengar. "Mau olahraga ya?"

"Iya nih, lo olahraga kan tadi? Materinya apa?"

"Tadi sih basket, tau deh lo entar apa."

"Ooke.."

Mara membilas wajahnya berkali-kali hingga busa dari face wash-nya hilang semua, tergantikan dengan bulir-bulir air yang membasahi wajahnya. Sedikit penasaran muncul akan siapa cewek-cewek di sebelahnya, dan dengan siapa Chika si teman sekelasnya ini bicara. Mara melirik sekilas lewat cermin.

"Dan, tolong semprotin belakang gue dong?" Mara bisa melihat Chika menyerahkan sebotol parfum bermerk pada Dania, hingga Dania menerimanya dan menyemprotkan isinya yang berwarna pink muda beberapa kali pada punggung Chika.

TrustTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang