Trust x 17.

100K 7.5K 190
                                    

Napasnya memburu ketika bangun secara tiba-tiba dari tidurnya. Entah apa yang ia alami barusan adalah mimpi yang merupakan mimpi buruk atau malah mimpi yang meluruskan tentang apa yang akan terjadi pada dirinya esok hari.

Ia memejamkan matanya berusaha menetralkan debaran jantung dan tangannya bergerak untuk mengusap leher yang lengket karena keringat meskipun pendingin ruangan bekerja.

Karina mengusap wajahnya kasar, keringat pun melingkupi wajahnya hingga anak-anak rambut membingkai dengan berantakan di sana. Poni panjangnya basah, dan ia menarik rambutnya ke belakang, membenahi kunciran sambil menarik-narik ujung kaos demi mendapat pasokan dinginnya malam.

Karina menghela napasnya lagi. Yang barusan ia alami, entah masuk kategori mimpi buruk yang mana. Ketika melihat orang tuanya kecewa, bahkan sang ibu yang menangis di hadapan kepala sekolah. Mimpi buruk ketika melihat dirinya duduk di kursi panas ruang Kepala Sekolah dengan perbincangan antara orang tuanya dan Bu Aida. Perbincangan mengenai dirinya yang dikeluarkan dari sekolah, tanpa bantahan. Dikarenakan perlakuannya pada salah satu murid sekolah.

Dikeluarkan dari sekolah belum pada waktunya. Sebelum Ujian Nasional diadakan, di detik-detik terakhir masa SMAnya, dan namanya akan beredar kemana-mana sebagai cewek yang dikeluarkan dari sekolah gara-gara membully murid lain. itu salah satu hal yang paling memalukan.

Apakah hal tersebut benar-benar akan terjadi?

Bahkan Karina ingin meneriakkan kata malu detik itu juga, namun tertahan ketika menyadari bahwa ia berada di bawah malam yang gelap gulita. Dengan orang tuanya yang sedang tertidur nyaman di kamar lain, tanpa banyak pikiran tentang dirinya yang sungguh mengecewakan.

Dan kalaupun mungkin, apa Dana bakal benar-benar melakukan ancamannya?

Tapi bahkan cowok itu hanya sekedar murid di Garda. Tak memiliki kewenangan apa-apa yang bisa membuat ia dikeluarkan. Namun, mengingat aturan Garda yang cukup ketat, Karina pun dilanda gundah.

Jadi ia harus memintaa maaf pada Mara?

Karina mendesah panjang. Ia membanting tubuhnya lagi ke kasur, meraba-raba tempat tidur demi mencari ponselnya, dan menemukan bahwa kini ia terjaga pada pukul dua dini hari.

Dan dirinya tak tahu akan bisa melanjutkan tidurnya atau tidak.

-o-

"Pagi sayang,"

"Pagi, Ma." Karina mencium pipi Mamanya, lalu beralih duduk di meja makan.

Kini mamanya tengah mengaduk susu di meja, sarapan pagi untuk Karina. Sementara cewek itu mengambil selembar roti tanpa diberi selai terlebih dahulu dan langsung memakannya.

"Mata kamu item gitu."

"Eh?" Karina mengangkat kepalanya, lalu menelan kunyahannya sebelum membalas, "kebangun tengah malem, terus nggak bisa tidur."

"Kamu tidur kesorean mungkin," wanita itu tersenyum hangat, lalu menyerahkan susunya pada Karina.

"Mungkin," ucap Karina pelan, tangannya menarik susunya mendekat. Nggak ada kata mungkin yang pas untuk mendeskripsikan apa yang membuatnya terbangun tiba-tiba di tengah malam selain mimpi buruk. Melihat Mamanya kini tersenyum hangat di hadapannya bahkan mengingatkannya pada tangisan wanita itu yang memohon membiarkannya tetap sekolah—di mimpinya. Karina tidak bisa membayangkan hal tersebut dapat terjadi.

"Papa udah berangkat?"

Mama mengangguk. "Yap, sebelum kamu keluar dari kamar. Dia butuh ketemu sama seseorang katanya sebelum ke Bandung."

Karina mengangguk kecil mengerti karena sebelumnya ia sudah tahu perihal papanya yang ditugaskan ke Bandung selama sepekan, lalu ia menenggak susunya hingga habis. "Aku berangkat, ya."

TrustTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang