Trust x 22.

117K 8.3K 170
                                    

Dana menarik napasnya dengan gugup, lalu membuangnya. Melepaskan kedua tangan dari saku celana, ia bertekad untuk melangkah lebih maju lagi setelah mengirim satu pesan singkat berisi keberadaan dirinya kini.

Berada di depan rumah Mara, pagi-pagi, demi mengajak cewek itu untuk berangkat sekolah bersama. Satu tindakan berani yang cukup membuat dirinya sendiri berkali-kali menghela napas. Satu tindakan berani setelah kejadian kemarin, dengan jam yang sama. Dan... Dana seakan tak punya malu untuk tetap menginjakkan kakinya di depan rumah Mara. Terlebih, Marissa masih berada di Jakarta.

Lalu, tangannya bergerak untuk menekan bel sekali. Dana menghembuskan napasnya lagi.

Beberapa detik kemudian pintu itu terbuka, Dana lantas memundurkan dirinya spontan, sedikit kaget dengan ekspetasinya sendiri yang mengira Marissa lah yang akan membuka pintu, namun kenyataannya malah Mara yang siap dengan seragam Gardanya serta tas yang disampirkan di sebelah bahu.

Cewek itu menggigit bibirnya, lalu berucap sapa. "Hai."

"Hai," balas Dana, menaikkan sebelah tangannya ragu. Yang ia lihat, Mara yang memandang ragu ke dalam rumah rumah, pada keberadaan Marissa yang tiba-tiba berdiri dari sofa ketika melihat siapa yang berada di luar rumahnya pagi-pagi begini, dan mata Dana menyipit ketika melihat juga ada Sania di dalam sana, sedang duduk di atas sofa dengan satu tangan menahan Marissa seakan-akan menahan wanita itu untuk berbuat macam-macam padanya.

"Hai, Dan!"

Semua wajah langsung berubah ekspresi ketika mendengar sapaan hangat dari Sania untuk Dana. Seakan wanita itu mengenal cowok yang kini berada di hadapan Mara. Membuat semua mata memandangnya bingung, Mara dan Marissa degan dahinya yang berkerut, kecuali Dana yang memberikan senyum kecil sebagai balasan seakan tak ada hal aneh.

Mara menaikkan alisnya melihat balasan Dana, lalu menggeleng pelan merasa bukanlah hal penting karena ia bisa menanyakannya lain waktu. Ia pun berbalik menghadap pada Marissa dan Sania sambil berucap kata pamit. "Okay..., Mara berangkat," ucapnya singkat jika mengingat pertengkarannya dengan Mamanya sendiri kemarin.

"Permisi Tante."

Ucapan Dana yang tiba-tiba yang membuat Mara sedikit memunculkan senyum sebelum benar-benar menutup pintu rumahnya rapat-rapat dan menarik Dana pelan mengikutinya untuk benar-benar keluar dari area rumahnya.

"Masih pake pamit," ucap Mara dengan senyum kecil

Dana terkekeh sambil menarik satu tali tas Mara yang bebas dan membantu cewek itu untuk mengenakannya. "Kan gue yang jemput."

Cewek itu menaikkan alisnya satu, kepalanya menggedik ke belakang dengan mata menyipit. "Dengan?"

Dana mengedip sekali, memunculkan sederet giginya dan meringis pelan seakan satu hal ini cukup membuatnya malu. Ia menunduk menatap kaki-kakinya yang dibaluti sepatu. "Kaki," Dana meringis lagi lalu mengangkat kepalanya, "mobil gue disita. Ya... lo tau lah kakak gue—"

"Iya, gue tau." Mara tersenyum lebar, ia melangkahkan kakinya mendahului dengan disusul Dana cepat-cepat untuk menyamai. "Kalo tau gitu, nggak seharusnya lo ke sini," ucapnya lagi. Namun buru-buru ia menambahkan ketika Dana malah mengernyit seakan punya pikirannya sendiri yang membuat Mara mengira ada hal aneh yang dipikirkan cowok itu. "Maksud gue, lo ke rumah gue pasti pake duit, terus dari rumah gue ke sekolah juga pake duit. Artinya lo bayar dua kali."

"Ya terus?" Dana menaikkan alisnya.

"Ya... boros,"

Dana terkekeh, menggeleng kecil sebagai balasan bahwa hal tersebut bukan masalah. Ia melirik Mara, "kita naik kopaja nggak masalah?" tanya Dana sedikit malu.

TrustTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang