Trust x 10. Penasaran

137K 8.7K 328
                                    

"Man, jadi deket gitu."

Dana terkekeh. Ia menyeruput cappuccino-nya. "Apanya?" matanya kembali teralihkan pada lapangan.

Kini, cowok itu tengah berada di kantin dengan Dega dan tanpa Genta seperti biasanya karena cowok itu sedang sibuk dengan tugas akhir yang diberikan gurunya, mereka—Dana—memilih meja paling pojok yang terdekat dengan lapangan utama. Letak kantin yang berdampingan dengan lapangan memudahkannya melihat satu objek yang akhir-akhir ini membuatnya tertarik. Kumpulan anak-anak seumurannya dengan seragam olahraga membentuk dua kelompok untuk permainan soft ball. Anggota dari satu kelompok berdiri di tiap-tiap base, dan yang satu lagi menunggu giliran untuk memukul bola.

Dan Mara berada dalam salah satu base bersama satu temannya.

"Najis. Ngerti sok nggak ngerti." Dega mencibir. Matanya fokus pada game di ponselnya dan ia berteriak sebal ketika ia kalah, sedikit melirik kanan kiri, cowok ini sadar teriakannya membuat beberapa pasang mata melihat ke arahnya, namun ia hiraukan. "Tuh, yang lagi diri doang nggak ngapa-ngapain." Dega menunjuk objek pembicaraannya yang berada di lapangan.

Dana hanya menaikkan alis menanggapi.

"Sampe makan berdua di kantin segala pula," ucap Dega lagi.

"Cerewet amat sih. Kenapa, lo cemburu? Sama dia atau sama guenya? Jangan bilang lo suka sama dia, atau malah sama gue?" ledek Dana.

"Najis."

"Lagi, lo sok-sok sibuk godain cewek di depan kelas. Genta sibuk sama Bu Ambar. Gue? Sibuk sama urusan gue lah."

"Nggak tertarik sama yang di pojok deket warung Mang Iman tuh?" ucap Dega tiba-tiba, melirik kea rah belakang Dana, atau tepatnya meja paling pojok yang dekat dengan salah satu warung kantin dengan papan besar-besaran 'WARUNG MANG IMAN'.

Karina di sana. Tertawa bersama teman-temannya.

"Apaan sih," Dana tertawa lagi. "Lo aja kalo suka mah. Ngomonginnya Karina mulu dah."

Dega menyipitkan matanya ke arah Mara yang kini menutupi sebagian wajahnya dari atas karena teriknya sinar matahari. "Iya sih, gue tau Mara cantik. Cantik lah iya. Tapi nggak keliatan. Coba kalo lo nggak tiba-tiba deketin dia, paling nggak ada yang kenal."

Dana ikutan memandang ke arah yang sama. "Nggak pa-pa. Biar gue aja yang liat."

Ucapan Dana barusan terang-terangan membuat Dega langsung memalingkan wajah ke arah cowok di hadapannya, dengan pandangan terpana sekaligus kedua mata yang lebih besar dari sebelumnya. "Suka beneran lo, Dan?"

Dana menaikkan alisnya. Mengelak dengan berucapkan pertanyaan balik yang tak menjawab segala hal. "Siapa bilang?"

Satu elakan. Dana masih tidak bisa mendeskripsikan perasaan apa yang muncul akhir-akhir ini selain kata penasaran yang selalu menjadi tamengnya untuk mengelak. Tapi, apa rasa peduli dengan segala hal tentang cewek itu dan apa yang ia lakukan untuk cewek itu masih bisa disebut dengan kata 'penasaran'?

Kegiatannya yang tidak jelas akhir-akhir ini untuk mengganggu cewek itu bahkan tidak membuahkan hasil sama sekali. Mara tak kembali meneriakkannya dengan kata-kata selain cewek itu menghiraukannya seakan Dana hanyalah angin lalu. biasanya, di keadaan yang begini Dana akan memilih mundur dan mencari target yang lain meskipun pada kenyataannya hal tersebut tak pernah terjadi dan Dana tak pernah asal memilih target.

Yang satu ini, benar-benar murni muncul karena rasa kepenasaran. Hingga berujung dengan perasaan lain yang tak Dana tahu. Atau, masih ingin Dana pastikan.

Dega mencibir dengan berucap 'prettt' sebentar sebelum terkekeh pelan dan melanjutkan acara minum es tehnya.

-o-

TrustTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang