Trust x 15. Menjauh

107K 8.1K 175
                                    

"Eh itu! Yang perempuan yang duduk di belakang! Yang pake sweater putih!"

Satu kelas terkesiap, lantas langsung menengok pada meja belakang. Meja Mara, satu-satunya cewek yang mengenakan sweater putih di kelas, atau satu-satunya cewek yang tidak dengan seragamnya.

Mara menelan ludahnya, sebelumnya ia sudah terpikir hal ini akan terjadi. Aturan sekolah tak memperbolehkan murid mengenakan jaket ataupun sweater, kecuali sudah tidak berada di lingkungan sekolah. Namun kali ini, cewek itu berada di lingkup sekolah sekaligus pada jam pelajaran.

Mara menggigit bibirnya, enggan untuk melepas. Pasalnya, kalau bukan karena kecelakaan yang terjadi pada lengan kemejanya, cewek itu tak mungkin mengenakan sweater di kelas.

"Lepas sweater kamu!" kali ini, dengan langkah pasti sang guru menghampirinya ke belakang. Membawa penggaris panjang yang terbuat dari kayu sambil menunjuk-nunjuk dirinya. "Tunggu apa lagi? lepas!"

"Tapi Bu-"

"Saya bilang lepas ya lepas!"

Dan kali ini, tanpa bantahan, dengan enggan Mara menggerakkan tangannya ragu-ragu ke bagian bawah sweaternya sampai ke atas. Semua mata memandang penuh penasaran dan takut. Dan cowok, kapan lagi mereka nggak lihat sweater itu terangkat sekalian dengan kemejanya yang nggak sengaja nyelip? Tapi nyatanya hal tersebut tak terjadi, dengan hati-hati Mara melepas sambil merapikan kemejanya hingga tak ada hal memalukan yang terjadi.

"Ini apa? Kamu mau jadi jagoan sok-sok ngerobek lengan?!"

Sang guru menarik lengan Mara yang terpotong pendek dengan potongan yang tidak rapi, jelas terlihat perbedaannya antara lengan kiri dan kanan. Dan lagi, seluruh kelas menatapnya penasaran sekaligus bertanya-tangan kenapa hal tersebut bisa terjadi.

"Itu nggak sengaja robek, Bu," elak Mara.

"Nggak sengaja apa sengaja dirobekin?" tanya sang guru. "Saya nggak butuh murid yang sok-sok jadi jagoan dengan nentang peraturan sekolah. Keluar dari kelas saya sekarang juga!"

Mara melotot mendengarnya. "Tapi Bu-"

"Keluar." Sang guru menunjuk pintu kelas, isyarat untuk cewek itu keluar. "Keluar sekarang atau kamu nggak boleh masuk kelas saya lain kali?"

Mara menghela napas, ia meletakkan sweaternya di atas meja dan perlahan keluar dari kelas dengan perasaan tidak terima. Ia baru saja jadi korban bully dan hal terakhir yang ia dapat bukannya belaan namun celaan.

-o-

Dana melangkahkan kakinya menaiki tangga koridor kelas XII. Cowok ini baru saja kembali dari ruang musik setelah latihan ansambel tugas praktek seni, sementara beberapa temannya mungkin saja sedang berada di kantin sebelum kembali ke kelas. Matanya menyipit ketika menengok ke arah lain yang bukan arah kelasnya-tepat di kelas-kelas yang sepi karena dimasuki sang guru masing-masing-seorang cewek berdiri sambil menunduk di depan kelas.

Rambut panjangnya tergerai indah dengan terpaan angin sore. Membuatnya berkali-kali mengangkat tangan ke sisi wajah untuk menyelipkan rambut ke balik telinga. Juga aktivitas menjenuhkan lainnya, seperti menyender lalu berdiri tegak kembali, melipat tangan ke balik tubuh ataupun menyilangkan tangan di depan dada.

Seakan sedang dihukum.

Dana mengernyit, seorang Mara dihukum?

Dengan rasa penasaran, Dana membawa langkah kakinya mendekati cewek itu. Belum Mara sadar dengan kedatangannya, Dana membuka suara, "lo ngapain?"

Mara lantas mengangkat kepalanya dan sedikit-sangat-terkejut melihat Dana berada di hadapannya. Matanya awas memandang sekeliling, waspada jika ada yang melihat, dan ia jelas menjauhkan diri dari pintu kelas, terlebih jendela yang berkaca transparan yang bisa saja membuat teman-teman di dalam kelasnya melihat bahwa Dana menghampirinya. Terutama Tiara, satu dari sekian banyak orang yang diseleksi Karina menjadi temannya.

TrustTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang