Bab 21

83 8 0
                                    

Briana menaruh makan siang di meja dan melirik Jesika. "Gua denger dari anak cowok, si Leni lagi nawarin motor loh."

Jesika terlihat bingung. "Terus?"

"Bukannya kemarin lo bilang kalau Bokapnya punya usaha onderdil di Puncak?"

Jesika langsung memegang kepalanya seolah kepalanya akan copot saat itu juga. "S**t! Kenapa nggak kepikiran? Si Freak itu diam-diam tinggal di gudang Bokapnya sambil jualan motor."

Briana mengambil senduknya dan menodongkannya pada Jesika. "You just hit the jackpot!"

Wajah Jesika tiba-tiba muram. "Gue rasa belum Bri, apa yang bisa dimanfaatkan dari hal itu buat menjatuhkan si Freak?"

Jidat Briana berkerut sesaat. "Lo bisa kasih tahu Bokapnya, biar dia dijemput paksa."

"Itu apa untungnya buat gue?"

Briana mengangkat kedua bahunya. "Siapa tahu dia dimarahi dan kembali jadi soleha."

Kedua bola mata Jesika pun langsung berputar, semangat yang tadinya timbul kembali padam. "Itu benar-benar gak berguna buat gue." Sambil melirik ke meja dekat toilet. "Gua mau bikin reputasi si Freak itu hancur lebur."

Jadi kemarin stalking sampai malam dapat apa?"

Jesika menghembuskan napasnya, tiba-tiba saja ia terlihat lelah. "Cuma sekelompok orang yang datang ke situ, buat ambil semacam bagian atau spare part motor."

Kening Briana berkerut sementara tangannya terus mengaduk makan siangnya. "Jadi dia broken home, terus tinggal di tempat bekas usaha Bokapnya."

Pupil Jesika membesar, seolah ia baru saja tercerahkan. "Sekarang semuanya masuk akal Bri! Si Freak itu kabur dari rumah, tinggal di bangunan bobrok itu sambil jualan onderdil." Wajahnya langsung cerah dan tersenyum puas. "Si Freak itu lagi miskin banget, makanya dia jualan motor."

"Bener juga, secara dia kan udah gak tinggal bareng sama Bokapnya. Dari mana punya duit? Pantesan jarang–jarang masuk sekolah." Lalu memakan makan siangnya.

Jesika menjentikan jarinya di depan muka Briana. "Kalau jualan onderdil bisa jadi dari sisa-sisa usaha Bokapnya dulu di tempat itu tapi, jualan motor dia dapat dari mana? Bukannya kita gak pernah lihat dia datang pakai apapun?"

"Gua lupa bilang!" sambil menyodorkan sendok ke Jesika. "Motor yang ditawarin sama si Leni tanpa surat-surat."

Mata Jesika memicing dan jidatnya berkerut tanpa sadar dia menoleh ke meja kantin dekat toilet lalu berbalik menatap Briana. "Tanpa surat-surat itu maksudnya tanpa BPKB?"

Setelah diam beberapa saat Briana menjawab, "mending kita panggil cowok- cowok."

Jesika memberikan ekspresi setuju terhadap jawaban itu, ia segera whatsapp Damian dan Bobby yang kala itu tengah berkumpul di parkiran untuk merokok.

Tidak lama kedua datang dan segera menyapa.

"Ada apa nih, sampai panggil kita ke sini?" tanya Damian.

"Kalian berdua duduk," perintah Jesika.

Damian dan Bobby saling pandang lalu tersenyum sambil geleng-geleng kepala, mereka mematuhi perintah Jesika dengan langsung duduk rapi bagai dalam kelas.

Jesika mengatur ritme nafasnya dan melihat kedua cowok di hadapan sudah siap atau belum. Ia lalu merapikan rambutnya dan menaruh handphone di meja dan berkata, "kalau motor tanpa surat-surat itu artinya tanpa BPKB dan legal gak sih?"

"Iya, itu tanpa surat-surat resmi dan biasanya motor gak pake surat itu hasil curian," jelas Bobby.

"Atau motor over kredit karena BPKB masih jadi jaminan di bank," tambah Damian. "Memangnya siapa yang mau beli motor?"

Jesika dan Briana saling menatap lalu serentak membalas, "gak ada."

***

Hari itu keduanya menghabiskan waktu dengan saling whatsapp di dalam kelas, mereka saling bertukar pikiran mengenai bagaimana caranya bisa memanfaatkan motor tanpa surat-surat itu untuk menjatuhkan Eleni. Pelajaran demi pelajaran dilalui dengan saling mengirimkan berbagai cara yang memungkinkan untuk dilakukan. Sampai pada jam pelajaran terakhir, tidak ada satupun cara yang disetujui oleh mereka berdua.

"Hari ini lo mau stalking dia lagi?" tanya Briana

"Gue ada ide yang lebih baik, gimana kalau ke rumah lo buat ngomongin cara menjatuhkan si Freak dengan baik dan benar."

"Terserah," jawab Briana sambil memasukan semua buku ke tasnya dan ke luar kelas. "Gua duluan yah, mau balik bareng Bobby. Sampai ketemu di rumah."

Damian menghampiri meja Jesika. "Mau hangout hari ini?"

"Gue ada les buat persiapan UNAS."

Damian sedikit kaget mendengarnya. "Wow! Sejak kapan kamu peduli UNAS?"

Jesika langsung menatap tajam Damian.

Spontan Damian mundur dan mengangkat kedua tangannya. "Ok, semoga nanti bisa dapet nilai tinggi di UNAS." Dia tidak mau membuat mood Jesika berantakan apa lagi sehabis baikan.

Jesika merapikan peralatan make upnya dan bergegas ke luar kelas. Otaknya langsung berputar kencang semenjak keluar sekolah, untuk mencari cara bagaimana caranya menjatuhkan Eleni Salsabila. Hanya itu yang ada dalam pikiran, sepanjang perjalanan menuju rumah Briana.

***

"Gue ada rencana," kata Jesika dengan lantang, ketika memasuki kamar Briana kemudian melempar tasnya ke atas kasur.

Briana tidak terlalu menanggapi, perhatiannya tertuju pada kuku kakinya. Hal ini membuat kesal Jesika sehingga ia mengambil sebuah bantal dan melemparkannya pada Briana.

"Hei! Ini Maybelline!" tunjuk Briana pada kuku kaki sebelah kirinya yang berwarna merah darah. "Ok, apa?" saat menyadari tatapan kesal Jesika.

"Gue punya rencana buat si Freak!"

Briana mendengus lalu melanjutkan mengecat kukunya. "Apapun itu semoga aja bukan stalking lagi."

Jesika merebahkan diri di samping Briana. "Sama sekali nggak! Malahan ini jauh lebih baik."

Briana menoleh. "Maksudnya?"

"Gue bakalan beli motor dan lapor sama polisi, biar si Freak langsung masuk penjara!"

Briana langsung menatap Jesika dengan tak percaya. "Lo pikir si Leni gak bakalan curiga kalau lo beli motor sama dia? Dan gimana kalau motor itu seperti kata Damian, motor over kredit."

Jesika langsung terdiam. "Gue bakalan minta bantuan Damian buat beli motor itu dan gue yakin 100% kalau motor itu pasti curian!"

"Yakin Damian bakal mau bantuin lo buat beli tuh motor, apalagi kalau sampai dia tahu buat ngejatuhin si Leni."

"Dia harus mau Bri!"

"Berarti tinggal satu masalah lo yakni, gambling banget beli motor itu." Lalu melanjutkan mengecat kukunya.

"Uang buat masalah Bri," tukas Jesika kemudian mengambil cat kuku Briana dan mengoleskan di jari manisnya. "Yang penting gue bisa bikin dia merana."

Romero & Eleni : Lagi DirevisiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang