Bab 31

6 1 0
                                    


"Lo yakin polisi bilang begitu?"

Bobby mengangguk. "Iya, Briana bilang itu waktu kita whatsappan semalam."

Damian pun mengalihkan pandangan pada anak-anak yang baru saja datang dan melewati gerbang sekolah. "Siapa saja yang tahu ini?"

Bobby mengangkat jarinya. "Lo, gua, Briana dan Jesika."

Damian kembali menatap Bobby dan kali ini raut wajahnya menampilkan kekhawatiran.

"Relaks Dams, Briana bilang kita nggak bakal keseret dan Jesika sudah pasti pakai pengacara dari Bokapnya."

"Bukan gua yang harus dikhawatirkan," balas Damian.

Bobby memicingkan mata, "siapa?"

Damian enggan menjawab, alih-alih ia malah membuang muka..

"Yang benar saja Damian?"

"Memangnya kenapa?" kali ini raut wajah Damian jadi serius.

Bobby menelan ludah. "Maksud gua, ini bukan urusan lo. Apa hubunganya lo sama dia?"

"Kita menjebaknya Bob!"

"Dia jual motor curian! Cuma masalah waktu saja sampai ada orang yang tahu dan dia tertangkap."

Damian langsung mendorong Bobby sambil berkata, "Eleni nggak bersalah!"

Bobby sudah menjadi teman Damian semenjak pertama kali masuk, menemaninya melalui berbagai latihan dan pertandingan baseball. Ia kenal betul dengan tatapan kosong yang dilihat hari ini sebab, terakhir kali melihat tatapan kosong tersebut saat tim baseball mereka kalah di pertandingan tingkat provinsi. Damian memberikan tatapan kosong pada tim lawan yang mengangkat piala, sebuah tatapan yang mengindikasikan betapa ingin sekaligus kecewa. "Harusnya gua tahu, lo suka dia tapi lo nggak bisa dapetin dia," kata Bobby pelan.

Damian menggelengkan kepala. "Gua udah nyerah buat dapetin dia tapi, gua nggak bakal nyerah buat selamatkan dia."

Bobby memegang kuat bahu Damian. "Bangun bro! Lo nggak bisa menyelamatkan Eleni, ingat dia punya pacar anak geng motor!"

"Itu alasan yang payah supaya gua cuma diam dan lihat dia terpuruk."

"Sial Dams! Kenapa sih lo harus selalu jadi anak baik?"

Damian menepis tangan Bobby dan mundur. "Whatsapp gua secepatnya kalau ada update dari Briana," pintanya sambil berlari pergi.

"Lo nggak bisa selamatkan dia, Damian!" teriak Bobby namun, sahabatnya itu terus saja berlari.

Damian bergegas masuk kelas dan mendapati meja Eleni masih kosong, ia kembali keluar dan mencari tempat sepi untuk menelpon. Hasilnya nihil tidak ada suara dari ujung telepon, Eleni tidak mengangkat lalu mengetik. "Eleni. lo dimana?" kemudian menekan tombol sent, kedua bola mata memperhatikan tanda centang untuk berubah jadi biru, setelah beberapa lama tanda centang itu tidak berubah sama sekali. "Sial!" kesalnya.

***

"Wow, dia pantang pantang menyerah," kata Miriam ketika melihat handphone Eleni.

"Aku tak tahu harus bagaimana, Mir?"

Miriam merebut handphone dan Leni langsung berteriak, "jangan Mir!" sambil berupaya merebut kembali handphonenya.

Secepat kilat Miriam, memutar tanganya ke belakang menyembunyikan handphone itu. "Tenang Len, biar gua urus ini," ujarnya.

"Tapi---"

"Percaya sama gua, semua bakal baik-baik saja." Potong Miriam ketika melihat keraguan di wajah sahabatnya.

Romero & Eleni : Lagi DirevisiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang