32 - Kembali pada Kenyataan

Start from the beginning
                                    

"Motor baru?" tanya Ruwi sambil mengamati motor matic yang terlihat mengkilap itu.

Vano terlihat mengangguk antusias. "Tau gak alasan aku beli motor ini?"

Ruwi menggeleng pasrah sebagai jawabannya.

"Pepatah Jawa mengatakan 'ora beat ora sweet' yang artinya 'kalo bukan motor beat gak bakal sweet'. Setelah mendengar pepatah itu, aku putuskan buat beli motor beat biar makin sweet sama kamu."

Alasan yang cukup menghibur. Ruwi tertawa kecil mendengarnya. Seingatnya tidak ada kalimat 'ora beat ora sweet' dalam pepatah Jawa. Mungkin saja Vano berinovasi sendiri atau dia hanya mengadopsi gagasan orang lain yang tersebar di internet.

"Punya motor sport emang keliatan keren, sih. Tapi percuma keren kalo ujung-ujungnya bikin punggung encok. Mending naik motor beat yang mulus, tarikannya halus, dan yang pasti bikin kita tambah sweet," sambung Vano dengan ekspresi yang ... Ah, tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata lagi.

"Next, aku bakal beli motor supra. Kalo gak supra gak bakal mesra. Azekkk~" Vano segirangan karena ucapannya sendiri.

Tawa Ruwi semakin terdengar jelas. Selalu seperti itu kalau berada di samping Vano. Segala ucapan dan tingkah laku Vano yang konyol bin ajaib selalu bisa membuat Ruwi tertawa hingga mengeluarkan air mata.

"Vano!" tegur Ruwi disela-sela tawanya. "Gak ada waktu buat ngelawak, kita harus ke kampus sekarang!"

"Oke, let's go!" Vano mengangkat kepalan tangannya tinggi-tinggi layaknya tokoh Superman yang hendak terbang.

Ruwi diam menurut saat Vano memasangkan helm berwarna pink polkadot ke kepalanya. Dalam hati cewek itu bertanya-tanya, apa helm itu dibeli khusus untuknya? Ruwi memutuskan tidak akan menanyakannya karena takut akan dianggap terlalu percaya diri.

Motor matic hitam itu berhasil keluar dari gang Arjuna dan melenggang ke arah jalan raya. Ruwi terlihat kaku saat membonceng di belakang. Tangannya bahkan sudah berkeringat dingin ketika berpegangan pada pinggang Vano.

Disudut lain, tepatnya di bahu jalan, Zaidan sedang duduk dengan tenang di halte bus. Sorot matanya tanpa sengaja menangkap sebuah adegan yang melintas di depannya. Motor yang dikendarai Vano bersama Ruwi terlihat berlalu dengan kecepatan sedang, sampai akhirnya smenjauh dan menghilang dibalik tikungan. Pemandangan sekilas yang cukup membuat Zaidan kesal.

"Aishhh!" Zaidan menggeram keras. Suara gertakan giginya terdengar samar.

"Sialan! Bisa-bisanya gue ditikung Vano!" Zaidan berkata penuh penekanan.

Usahanya jadi sia-sia. Zaidan memang sengaja tidak membawa mobil dan lebih memilih naik taksi menuju halte bus dengan tujuan agar bisa berangkat kuliah bersama Ruwi. Namun, rencana yang dia susun semalaman itu harus gagal karena keduluan Vano.

👣👣👣

Zaidan melintasi koridor gedung fakultas dengan malas. Pikirannya masih terganggu dengan kebersamaan Vano dan Ruwi yang ia lihat beberapa menit yang lalu. Bahkan setelah tiba di kelas pun, ekspresi kesalnya masih terlihat jelas.

"Kenapa, Zaid? Muka lo abis kena taik?" tanya Risti yang sangat peka akan kondisi Zaidan sekarang.

Ruwi yang duduk di sebelah Risti otomatis juga mengalihkan perhatiannya pada cowok itu. Hal itu membuat Zaidan tidak bisa menjawab dengan jujur. Harga dirinya masih tinggi untuk sekadar mengakui kalau dia sedang dibakar api cemburu.

"Gue abis liat adegan yang bikin panas!" Jawaban Zaidan bermakna ganda.

"Hah?" Risti mengernyit keheranan sembari menatap Ruwi yang juga berekspresi sama.

STALKER - Beside Me [REVISI] ✔Where stories live. Discover now