57 || Drama Rumah Tangga

Start from the beginning
                                    

Mama Miya : Arkan pulang kesini, mukanya juga kaya kurang baik.

Kaley : Kaley kesana sekarang.

Gue membuang ponsel asal. Pikiran gue dipenuhi oleh pak Arkan. Gimana keadaan cowok itu?

Gue memijit pelipis pening. Mengendarai mobil dengan kecepatan penuh. Menembus hujan dan jalanan ibu kota.

Sesampainya. Gue berlari kecil kearah teras rumah nyokap. Mengetuk pintu.

"Kaley?" Mama Miya bertanya heran,"Tadinya mama mau suruh sopir buat jemput."

"Enggak usah Ma," Gue menyalami tangannya, "Mas Arkan nya ada?"

"Didalam." Ujar nyokap. Dia membawa gue masuk dan duduk dikursi tamu. "Barusan Arkan datang kesini dengan baju yang basah kuyup. Waktu ditanya bukannya jawab malah natap mama dengan tatapan tidak suka. Sudut bibirnya juga lebam. Kamu ada masalah sama dia?"

Gue mengangguk mengiyakan, "A-ada ma."

"Selesain dengan baik-baik ya?" Nyokap tersenyum manis, "Arkan orangnya gampang emosian."

"Makasih Ma," Gue tersenyum tipis, "Kaley boleh nyamperin mas Arkan ma?"

"Boleh," Nyokap mengangguk, "Bujuk dia agar mau makan nak."

Gue mengangguk lantas bangkit dari sofa, "Kalau gitu Kaley permisi dulu."

Nyokap mengiyakan. Gue berjalan kelantai atas dimana kamarnya pak Arkan berada.

"Mas?" Gue masuk perlahan.

Gelap.

Tidak ada cahaya sedikitpun. Gue meraba tembok mencari tombol lampu.

Ketemu.

Bisa di lihat dengan mata telanjang pak Arkan sedang berada di pojok ruangan dengan memejamkan matanya rapat. Kedua kakinya ditekuk, memeluk dirinya sendiri.

Menyedihkan sekali.

Gue mencoba untuk menghampiri dan ikut berjongkok dihadapan dia. Pak Arkan membuka matanya sipit.

"Ngapain?" Dia bertanya dengan nada lemah. Sudut matanya berair. Plipisnya ada bekas dua pukulan.

"Maaf," Gue menunduk, "Aku benar-benar minta maaf."

"Percuma Ley,"

"Aku tau," Jawab gue cepat, "Bukan gitu maksud aku."

Pak Arkan tidak menjawab. Gue menghembuskan nafas pelan.

"Ini kenapa?" Tangan gue mengelus pelan sudut bibir nya yang robek sedikit.

"Sakit." Rengek pak Arkan.

"Aku obatin ya?" Tanya gue lembut.

Selembut mungkin ya pemirsa.

Pak Arkan diam beberapa menit kemudian menyetujuinya.

Gue mengambil kotak P3K di dalam lemari kecil. Menuangkan obat luka pada kapas lalu menempelkan pelan kepada sudut bibirnya.

"Ash ..." Rintih pak Arkan, "Pelan-pelan Ley."

"Habis ngapain emangnya sampe lebam-lebam kaya gini?" Gue mengamati wajah pak Arkan.

"Pergi ketempat boxing."

Gue melotot kaget, "Ngapain sih kesana?"

"Kepo." Pak Arkan menyorot gue sensi, 'Aku masih marah ya sama kamu."

Gue berdecak, "Makan ya?"

"Gak mau."

"Dikit aja." Gue mengambil nampan di atas meja lalu meletakkannya dihadapan pak Arkan. "Makan. Harus. Gak ada penolakan."

Pak Arkan memandang makanan itu serta memandang gue lama. Gue menggangkatkan sebelah alis bingung, "Suapin?"

Pak Arkan masih memperhatikan gue.

"Sini." Gue menepuk-nepuk rajang. Pak Arkan bangkit lalu duduk. Gue menyuapi pak Arkan telaten. "Tadi hujan-hujanan?"

Pak Arkan mengangguk.

"Kamu masih marah?"

Pak Arkan kembali mengangguk.

Gue menyodorkan air putih, "Minum dulu."

Pak Arkan meneguknya sampai habis.

Hening.

Gue diam, pak Arkan juga ikut diam.

"Aku mau tidur." Pak Arkan merangkak masuk kedalam selimut. Berposisi memunggungi gue.

"Kamu gak mau pulang?" Tanya gue pelan, "Mau nginep?"

Pak Arkan masih terdiam.

"Aku kasih waktu buat kamu sendiri." Gue mengelus rambut pak Arkan lembut, "Aku pulang ya."

"Jangan." Jawabnya sangat pelan. Hampir tidak terdengar.

Gue mengulas senyum kecil, "Terus mau kamu gimana?"

Pak Arkan masih mementingkan ego. Dia tidak menjawab.

Gue tersenyum tipis, "Selamat malam~"

***

Dosen KampusWhere stories live. Discover now