24 - Kejutan

74 7 4
                                    

AUTHOR'S POINT OF VIEW


Elena telah tiba di sekolah sejak lima belas menit yang lalu. Tanpa berpikir panjang, ia langsung mencari keberadaan Rico yang tidak menunjukkan batang hidungnya di sini. Ia sudah menghubungi Rico berulang kali, namun pria itu tetap tidak menjawab panggilannya sejak kemarin.

Ia semakin gelisah ketika tidak mendapat ucapan 'selamat malam' dari Rico yang rutin ia dapatkan sejak mereka berpacaran. Ia semakin curiga jika Rico benar-benar berbohong kepadanya.

Beberapa spekulasi mulai muncul di kepalanya. Elena takut jika Rico memiliki hubungan yang lebih dengan gadis lain. Ia tidak ingin kehilangan Rico, karena pria itu telah membuat hidupnya menjadi lebih bahagia dari yang sebelumnya.

Sembari menunggu kehadiran Rico, Elena memutuskan untuk mengobrol bersama Auryn di ruangan kelas mereka yang sepi.

"Aku tahu kau ingin membahas tentang pengunduran dirik. Namun keputusanku sudah bulat, aku tidak ingin berada di club yang sama dengan Edwin. Katakanlah hal itu kepadanya."

"Aku berbicara kepadamu bukan mewakili Edwin, tetapi Rico." jawab Elena. "Rico sangat memuji kinerjamu di English club. Guru-guru memintamu untuk masuk di club itu adalah suatu kehormatan bagi murid di sini. Kau adalah bintangnya, Ryn."

"Bukan aku bintangnya, El. Ketika English club memenangkan perlombaan, hanya nama Edwin yang selalu dibicarakan banyak orang. Bukannya aku iri, hanya saja aku merasa kasihan dengan anggota lain yang berada dalam bayang-bayang Edwin," kata Auryn, sembari memainkan jemari tangannya. "Lagi pula, semester depan nanti kita semua tidak akan mengikuti kegiatan club lagi. Itu sama saja, bukan?"

Elena mengangguk. "Baiklah jika itu yang terbaik. Aku akan mendukung keputusanmu."


"Terima kasih, El," balas Auryn. "Lalu, bagaimana denganmu? Apakah keluarga Rico menerimamu dengan baik?"

"Ya, mereka memang menerimaku dan semuanya berjalan lancar."

Auryn mengangkat sebelah alisnya. "Jika semuanya lancar, mengapa kau terlihat kurang bersemangat?"

Elena menoleh ke samping, dan menatap lekat Auryn. Sebenarnya, ia ingin menceritakan kepada kedua sahabatnya tentang kebohongan Rico kepadanya, namun hati kecilnya mengatakan bahwa ia harus mendengarkan penjelasan Rico. Ia tidak ingin hubungan mereka menjadi hancur karena kesalapahaman di antara mereka.

"Kedua orang tuaku tahu jika aku bertengkar dengan Edwin. Mama menyuruh Edward untuk mendamaikan kami, namun aku tidak ingin memaafkannya secara terpaksa," jawab Elena berbohong.

"Aku pikir, kau sudah tidak peduli dengan hubungan mereka. Mengapa kau masih tidak memaafkannya?"

"Karena.. ia menyakitimu?"

Auryn tertawa pelan. "Lupakanlah soal itu, El." Auryn menunjuk pipinya dengan jari telunjuknya. "Lihat? Sebentar lagi lebam ini akan hilang dari wajahku."

"T-tapi--"

"Ia merindukanmu, El," sela Auryn cepat. "Ugh. Mungkin aku harus memberitahumu tentang perasaan Edwin yang sebenarnya."

Elena mengangkat kedua alisnya. "Apa maksudmu, Ryn?"

"Setelah kami membeli gaun untuk Cheryl, dia berkata kepadaku bahwa ia merindukanmu." Auryn meraih tangan Elena. "Ia tahu jika tindakannya menyakiti hatimu. Namun, ia tidak bisa memilih antara kau dengan Cheryl, karena kalian berdua adalah perempuan yang ia sayangi. Aku bisa memaafkannya, mengapa tidak dengan dirimu?"

DandelionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang