BAB 3. Firasat

Začít od začátku
                                    

"Maaf. Karena aku ... Kakak sampai—"

"Bukan masalah," sela Sena, memotong ucapan Ares.

"Kalau aku mati ... Kakak akan baik-baik saja?"

"Ares."

"Iya, 'kan?"

"Ares!"

Ares menutup mulut rapat-rapat, dadanya berdenyut nyeri tiba-tiba. Netra Sena terpejam beberapa saat, kemudian Sena kembali menatap Ares. Dada Ares menyesak.

"Apa yang terjadi, sih, Ares?"

Ares menggeleng, enggan bercerita. Sena menghela napas, ia balikkan lagi badannya dan melangkah menuju pintu. Percuma saja, Ares tidak akan pernah berkeluh kesah padanya. Sena sudah lelah membujuk.

"Res," panggil Sena. Ares mendongak, menatap Sena yang masih menghadap pintu, ia genggam gagang pintu kamar rawat Ares kuat-kuat.

"Memang benar kalau aku sehat, maka kamu akan sakit. Begitu pula sebaliknya. Tapi, Res, sekali pun kamu mati, penyakit jantungku tidak bisa sembuh begitu saja."

"Kakak bisa pakai jantungku."

Sena lantas berbalik, menatap Ares. "Kamu benar-benar sudah bosan hidup, ya?"

"Sejak dulu, dokter sering berkata bahwa aku tidak lama lagi," ucap Sena seraya tersenyum tipis. "Maka dari itu, aku sebenarnya senang sekali sudah bisa bertahan sampai hari ini demi kamu, demi ayah."

"Kak ... jangan pergi."

"Res, bulan Dione itu bukan satelit Bumi. Dione itu satelit Saturnus dan sejak dulu memang tidak pernah hadir dalam langit Bumi. Tapi, bintang Antares selalu hadir di langit malam Bumi. Kalau kamu menghilang, langit akan kehilangan bintang paling terangnya, 'kan?"

Ares menunduk kala air matanya tiba-tiba luruh. Sena tidak mengiyakan kalimat Ares. Ia tekuk kaki dan memeluknya. Wajah Ares terbenam pada lutut, Sena menghela napas.

"Jangan meledak, Antares. Jangan hilang dari langit Bumi."

***

Ares adalah seorang model. Dengan jumlah pengikut nyaris lima puluh ribu di sosial media, Ares memang cukup terkenal. Jumlah pengikutnya meningkat drastis saat Ares terpilih menjadi duta putra-putri pelajar se-Bandung. Ares juga sudah bisa menghasilkan uang sendiri, hasil dari menjadi model untuk endorse berbagai jenis produk. Berbeda dengan Sena yang malah menghabiskan uang Aksa dengan operasi sana operasi sini.

Antares bersinar sangat terang sekali, ketimbang Dione yang harus mengemis cahaya pada matahari dan tidak pernah terlihat di langit Bumi.

Benar, bukan?

Sena meletakkan ponselnya pada meja nakas kamar. Ia baru saja membuka akun sosial media milik Ares. Sejak beberapa bulan lalu, Ares memang sedikit sensitif. Sena sering tidak sengaja melihat tangan Ares terdapat luka bekas sayatan.

Omong-omong, Aksa meninggalkannya sendirian di rumah dan kembali memutar mobil untuk menemani Ares. Lagi-lagi begitu. Sena terkadang masih sebal karena hal seperti ini. Aksa memperlakukan Sena dan Ares dengan berbeda. Kendati demikian, sampai sekarang Sena masih mencoba untuk mengerti sang ayah walau terkadang Sena masih merasa tidak adil.

Sena memilih untuk mengesampingkan perasaan irinya pada Ares. Ia lebih tertarik untuk memikirkan perkataan Ares tadi di rumah sakit ketimbang perasaan irinya. Sena rasa, keinginan Ares untuk bunuh diri bukan hanya sekedar ingin mendonorkan jantungnya dan membuat Sena sehat. Ada hal lain, Sena yakin. Akan tetapi, sampai sekarang Sena tidak tahu masalah apa yang Ares tutup-tutupi.

Sena lagi-lagi menghela napas seraya menarik selimutnya. Matanya terpejam, pikirannya menjelajah, kenapa aku harus dilahirkan jika harus penyakitan begini dan diperlakukan berbeda oleh ayah?

***

Sehari setelahnya, Ares diperbolehkan pulang ke rumah pada pagi hari saat Sena sedang sekolah. Mereka bersekolah di sekolah yang sama, namun kelas mereka berbeda. Sementara itu, Aksa langsung kembali bekerja usai mengantar Ares pulang.

Ares sendirian di rumah, ditemani bibi pembantu rumah tangga yang bekerja di rumah mereka.

"Mas Ares ingin makan apa?"

"Apa saja, Bi."

Ares beranjak duduk, memainkan ponselnya dan melihat komentar-komentar sosial medianya. Ares menyentuh dadanya yang tiba-tiba berdenyut nyeri. Ia tiba-tiba teringat Sena.

Ares terdiam beberapa saat, ia letakkan punggung tangannya pada leher. Ares memindah tangannya, ia sentuh dahinya sendiri. Suhu badannya sudah turun, Ares sembuh.

Ares menyentuh dadanya sendiri, ia menggeleng pelan —berusaha menepis pikiran buruk di kepala— dan meletakkan ponselnya.

Sena sering berkata bahwa ikatan emosi dan telepati di antara anak kembar itu tidak ada. Namun, Ares sebaliknya. Ia percaya akan mitos itu. Jika Sena tidak merasakannya, maka Ares selalu merasakannya.

Ares sering memiliki firasat seperti beberapa sekon lalu apabila Sena tidak sedang dalam keadaan baik meski mereka sedang berjauhan. Ares membuka kunci ponselnya lagi, mengirim pesan pada teman yang satu kelas dengan Sena.

Ares
Sena masuk UKS lagi?

Luna
Hebat. Sudah seperti cenayang.
Iya, Sena masuk UKS. Dia tiba-tiba sesak dan mengeluh dadanya sakit.

 Dia tiba-tiba sesak dan mengeluh dadanya sakit

Ups! Tento obrázek porušuje naše pokyny k obsahu. Před publikováním ho, prosím, buď odstraň, nebo nahraď jiným.
Detak. ✔Kde žijí příběhy. Začni objevovat