12. Make a choice

387 70 181
                                    

• REAL •

Hidup itu pilihan, entah itu baik atau buruk setidaknya kamu harus memilih. Karena baik untukmu belum tentu baik untukku, begitu pula sebaliknya.
- Aliana

🌹🌹🥀🌹🌹

"Ya nggak bisa gitu dong, Yah!!" celetuk gadis itu tak terima dengan pernyataan sang Ayah.

Aliana berdiri dari duduknya, tangan yang masih terpasang infus tak membuat dirinya diam barang sejenak. Jon memijat pangkal hidungnya sendiri, merasa pusing menghadapi anak sulungnya ini.

Ayah dan anak itu sedang berada di taman rumah sakit, menikmati waktu bersama sambil menghirup udara di sore hari. Saling mendebatkan tentang beberapa hal terkait kepulangan Aliana besok.

Jon menghela napas kasar, "yaudah kalau nggak mau tinggal di rumah Renjun, kamu tinggal di rumah nenek aja."

Aliana semakin melotot, "dih nggak mau!!"

Astaga, Jon mengelus dadanya sendiri. Aliana benar-benar gadis yang sangat keras kepala. Gadis itu kadang berpikir sangat dewasa terkadang juga sangat kekanak-kanakan.

"Mau kamu apa?" pasrah Jon dengan raut wajah lelah.

Aliana diam sejenak, kembali mendudukkan diri di bangku taman. "Mau tinggal sendiri dirumah," balasnya antusias.

Kali ini Jon yang dibuat melotot oleh jawaban Aliana, "kamu masih sakit, syaraf tangan kananmu masih belum sembuh total. Jangan konyol untuk memilih tinggal sendiri dengan satu tangan saja Aliana."

"Ayah beli minum dulu, kamu disini sebentar. Tolong pikirkan kembali kata-kata Ayah," bangkit dari duduknya. Jon pergi meninggalkan Aliana yang kini tertunduk.

Aliana menggigit bibir bawahnya sendiri, memikirkan beberapa hal. Besok ia sudah diperbolehkan pulang, tetapi ia bingung harus pulang ke mana. Aliana ingin pulang di rumahnya sendiri dan ingin hidup mandiri tapi kekhawatiran Ayahnya membuatnya merasa bimbang.

Jika ia tinggal dirumah neneknya maka ia tak bisa masuk sekolah. Aliana sudah izin beberapa minggu bahkan hampir satu bulan tidak masuk sekolah. Namun, jika ia memilih tinggal bersama Renjun.... arghh Aliana menggelengkan kepalanya sendiri, ia tidak akan pernah memilih opsi itu. Tidak, tidak akan pernah.

"Jangan menunduk."

Aliana mendongak kala jari telunjuk seseorang mengangkat dagunya perlahan.

"Nanti mahkotamu terjatuh," lanjut Renjun yang berdiri tepat di hadapan Aliana.

"Wow," celetuk Aliana tanpa sengaja karena terpukau melihat paras tampan Renjun yang terkena sorot matahari hari sore ini.

"Keturunan bule emang pada cakep-cakep yak, gila," ujar Aliana yang masih mengagumi wajah Renjun.

Renjun tertawa, sangat merdu di waktu senja seperti ini. Renjun mencondongkan tubuh agar bersejajar dengan Aliana yang terduduk. Mengulurkan kedua tangannya untuk mengikat rambut Aliana dengan ikat rambut yang ia ambil dari kamar Mamahnya tadi.

Terkejut dengan apa yang Renjun lakukan Aliana hanya menahan napas, jarak keduanya begitu dekat saat ini.

"Sampai kapan kamu akan menahan napas, hm," celetuk Renjun dengan jari yang menoel jahil hidung Aliana.

REAL - It's DifferentDonde viven las historias. Descúbrelo ahora