05. The Difference

476 129 244
                                    

My First Work!

Enjoy,
Selamat membaca♡ 

• R E A L •

Entah sejak kapan, malamku selalu dipenuhi oleh bayangmu. Entah sejak kapan, tawamu menjadi canduku dan tangismu adalah piluku. Izinkan aku untuk egois, egois memilikimu meski kutahu kita adalah hamba yang berbeda. - Renjun

🌹🌹🥀🌹🌹

“Aku menginginkanmu, jadilah milikku.”

Gadis itu tercengang mendengar perkataan yang dilontarkan pria di depannya ini. Bohong jika gadis itu tidak berdebar, jantungnya berdegup begitu cepat. Mereka masih bertatapan, bertatap tepat pada obsidian masing-masing.

Aliana menurunkan tatapannya, memandang tepat pada kalung yang melingkar pada leher Renjun. Memandang kalung salib yang entah kenapa membuat hatinya sakit, matanya memanas. Aliana tak tahu tapi memandang kalung Renjun terasa menyakitkan.

Hanya sebuah kalung tapi mampu menyadarkan Aliana bahwa ia dan Renjun berbeda. 

Aku suka body goyang papa muda,
papa muda da da da

Aliana melotot, meringis malu ketika ringtone ponselnya berbunyi nyaring, membuyarkan momen menegangkan seperti tadi. Astaga gadis itu ingin mengumpat, kenapa ia lupa untuk mengganti nada deringnya.

Mengambil ponsel pada sakunya, dan menjawab panggilan yang ternyata dari adik laknatnya.

“KAKAK!”

Aliana memejamkan mata, menjauhkan ponsel dari telinganya. Gadis itu melirik kearah Renjun yang tengah menatapnya secara terang-terangan. Ditatap seperti itu tentu membuat Aliana salah tingkah.

“Apasih, bocil. Gausah teriak-teriak!” balas Aliana mencoba bersabar.

“Kak, kakak itu beli makan atau nonton konser sih?! Kok lama banget, emang beli nasi bungkusnya dimana! Ha!?” omel Tasya yang sudah kelaparan.

Aliana sampai lupa untuk membeli makan, gadis itu meringis melihat jam pada layar ponselnya. Apa masih buka warung makan depan kompleksnya? Jam sudah menunjukkan pukul 10 lewat, kenapa waktu berjalan begitu cepat.

“Iya tunggu, bentar lagi pulang.”

Aliana memutuskan panggilan, menghela nafas kasar merasa bersalah karena membiarkan adiknya kelaparan sampai larut malam seperti ini. Dia melirik kearah Renjun yang tengah mengotak-atik ponselnya.

“Hallo Paman Sam, aku tidak bisa pulang, motorku mogok. Bisakah Paman menjemputku?”

“Iya, nanti akan kukirimkan alamatnya dan tolong bawakan semua makan malam yang ada di rumah ke alamat yang akan kukirim.”

“Terima kasih.” Ucap terakhir Renjun sebelum memutuskan panggilan.

Aliana masih berdiri, merasa bingung dengan perbincangan Renjun dengan seseorang yang dipanggilnya ‘Paman Sam’ itu.

“Dimana alamat rumahmu?” tanya Renjun kepada gadis yang menatapnya bingung.

“Ha?” gadis itu berkedip beberapa kali, masih bingung.

REAL - It's DifferentWhere stories live. Discover now