11. Be with me

380 75 170
                                    

• R E A L •

Aku sudah jatuh, jatuh ke dalam pesonamu dan aku bersungguh ketika berkata kau adalah milikku.
- Renjun

🌹🌹🥀🌹🌹

Bagai raga dan jiwa yang terpisah, mungkin itu pepatah yang cocok digunakan untuk Renjun saat ini. Raganya duduk di dalam kelas tetapi jiwanya pergi berkeliaran mencari jawaban. Jawaban untuk pertanyaan Aliana tadi malam.

Kalau seandainya lo yang buat gue sakit, siapa yang akan menyembuhkan?

Sungguh, pertanyaan itu lebih susah dijawab daripada menjawab 1000 soal kalkulus matematika. Mengapa para wanita begitu rumit? Mengapa selalu membicarakan hal yang begitu ambigu?

"Kalian buat contoh kalimat untuk masing-masing jenis majas. Jenis-jenis majas sendiri yaitu majas metafora, majas personifikasi, majas hiperbola, dan juga majas-"

"Aliana," celetuk Renjun tanpa sadar membuat semua penghuni kelas menatap ke arahnya, tak terkecuali guru bahasa Indonesianya, Pak Sucipto.

Pak Sucipto menurunkan sedikit kaca mata beningnya, menatap kearah Renjun, "anak muda jaman sekarang kalau bacin tidak tahu tempat, dasar."

"Bucin pak bukan bacin," ujar beberapa siswa meralat ucapan sang guru.

Pak Sucipto menutup bukunya dan menaruhnya di atas meja, "dulu jaman saya muda kalau jatuh cinta ya sewajarnya, kalau sedang rindu ya bertemu. Saya dulu selalu bertemu dengan Bundo manis di alun-alun kota-"

Tidak jadi memberi tugas Pak Sucipto kembali bercerita tentang masa mudanya dengan istrinya 'si Bundo'. Murid di belakang mengacungkan jempol kearah Renjun sedangkan murid ambis yang haus ilmu menatapnya murka.

Renjun meringis merasa bersalah karena telah memotong materi pelajaran.

🌹🌹🌹

Gadis remaja berkuncir kuda itu berdiri di depan pintu kamar dengan gugup. Tasya siang hari ini mengunjungi sang Ibu karena sore nanti ia akan pergi menuju tempat karantina selama beberapa minggu.

Menghembuskan napas beberapa kali serta menaikkan tali tas selempang yang sedikit melorot sebab lumayan berat karena berisi pakaian taekwondo miliknya.

Tok tok tok

Setelah mengumpulkan keberanian Tasya mulai mengetuk pintu dan membukanya secara perlahan.

"Ibu?"

Wanita dengan rambut tergerai panjang yang sedang duduk menghadap jendela pun menoleh saat mendengar panggilan itu. Tari tersenyum sendu menatap putri bungsunya yang kini berdiri di ambang pintu.

Tasya menjatuhkan tasnya dan berlari memeluk sang Ibu dengan air mata yang kini sudah mengaliri pipinya. "Tasya kangen Ibu," lirihnya di pelukan sang Ibu.

"Ibu juga kangen Tasya," mengelus punggung kecil Tasya dengan lembut.

"Ibu sudah makan?" tanya Tasya karena melihat sang Ibu yang terlihat semakin kurus.

"Hmm sudah kok."

Tasya melepas pelukannya dari sang Ibu, "sore ini Tasya bakal pergi ke tempat karantina untuk pelatihan selama beberapa minggu, jadi Tasya menyempatkan diri mengunjungi Ibu," jelasnya panjang lebar.

REAL - It's DifferentWhere stories live. Discover now