31

19.5K 1.9K 755
                                    


Jaemin mengikat tali bathrobe-nya begitu keluar dari bilik shower. Ia mengeringkan rambutnya yang masih basah, sambil berjalan ke arah wastafel lalu bercermin; beberapa hari kebelakang Ia sulit untuk tidur. Kantung matanya mengelap, dan kulitnya begitu kering. Mungkin saat akhir pekan, Jaemin akan membuat janji bersama Haechan untuk pergi perawatan.

Hari ini terasa sangat panjang dan melelahkan, banyak kejadian yang tak terduga- membuatnya kehabisan tenaga karena emosi dan energinya seperti di sedot tanpa sisa. Jaemin membasuh wajahnya, matanya sedikit memerah. Ia tersenyum kecil untuk menyembunyikan perasaan mirisnya.

Malam ini, Jaemin ingin tidur dengan nyenyak dan bangun dalam keadaan bugar. Seakan hari-hari berat sudah terlewati begitu saja.

***

Dentingan pedang saling beradu di ruang latihan, keringat mengucur membasahi tubuh kekar Lee Jeno. Dari kejauhan Kim Doyoung mengawasi keponakannya itu. Setelah acara pemakaman, Jeno yang berang langsung memerintahkan seorang anak buahnya untuk berlatih pedang. Takut emosi masih menguasai keponakannya, Doyoung berinisiatif untuk menemani Lee Jeno.

Seperti biasa, Lee Jeno selalu berhasil melukai lawannya. Meskipun tidak cedera parah, hanya satu jari yang terputus yang membuat lawannya itu  berteriak kesakitan.

Doyoung tertegun, Ia takut semakin lama. Jiwa Lee Jeno akan segelap ayahnya. Selama ini kebaikan hanya akan di berikan Jeno dengan tulus untuk Ibu kandungnya, selebihnya jangan harap seorang Lee Jeno mau berbelah-kasih pada sesama manusia lainnya.

Terdengar suara Jeno yang memerintah anak buahnya itu untuk keluar dari ruangan latihan. Terseok-seok, anak buahnya itu berlalu sambil meminta pertolongan pada rekannya yang menunggu di luar sana.

Jeno melangkah mendekat ke arah Doyoung, Ia mengambil handuk kecil untuk menyeka keringat di wajahnya. Matanya sempat melirik Alpha berstatus pamannya itu dengan sorot mata kelam.

"Berhentilah mengawasi ku, seperti aku ini anak kecil. Paman." Geramnya setelah membanting handuk itu lantai.

"Aku hanya memperhatikan kemampuan pedangmu Jeno. Kau semakin hebat!" Puji Doyoung dengan tulus.

"Kau yakin paman?" Seringai Jeno.

"Tentu saja, aku tahu kemampuanmu sejak dulu Jeno. Paman yakin kau akan jauh lebih hebat dari siapapun untuk menjadi pemimpin Dragon Blood. Sebab itu aku masih memberikan kesetiaan Red Cobra, untukmu."

Jeno tersenyum kecil. Pamannya itu memang bukanlah pemimpin organisasi mafia yang besar. Tapi kesetiaan keluarga Kim pada Lee, sudah tidak perlu di ragukan. Dan sejak Jeno remaja, pamannya itu berperan penting untuk memberikan nasehat dan dari Kim Doyoung juga. Lee Jeno bisa merasakan kasih sayang seorang Ayah, yang tak bisa Lee Sehun berikan untuknya.

Setelah berbasa-basi sebentar, Jeno memohon pamit kepada Pamannya. Ia melangkah keluar dari ruangan itu menuju kamarnya. Saat Ia menaiki tangga, langkahnya terhenti saat merasakan gelenyar panas yang mulai merambat ke sumsum tulangnya.

Sial.

Lee Jeno menggeram, Ia mengigit pipi dalamnya sambil terus memaksa langkah hingga melewati kamar Jaemin yang sedikit terbuka. Jeno bergeming, Ia menatap Jaemin yang sedang membelakanginya dan hanya mengenakan kimono biru tipis berbahan satin yang membentuk pinggang sempit Omega itu.

Kehadiran Nakamoto Jaemin selama ini selalu mengusik pikirannya, membawa perasaan asing yang membuatnya nyaman dan bahagia. Padahal dulu Jeno bersikeras akan menggunakan Omega itu sebagai mainannya.

[TAMAT] 🔞My Villain Husband (Discontinue)Where stories live. Discover now