Hukuman

2.5K 223 45
                                    

Namjoon membaringkan Seokjin di sofa ruang kerjanya. Dokter yang lebih muda darinya tersebut tak terbangun sama sekali. Barangkali karena kelelahan, pikir Namjoon.

Namjoon mengamati wajah Seokjin dengan tangan tersilang di depan dada. Wajah Seokjin sangat menarik. Tampan dan cantik secara bersamaan. Dan, yang paling menyita perhatian Namjoon adalah mata dan bibirnya. 

"Tunggu, apa yang kupikirkan?" 

Ia mengusak rambutnya. Ia tak ingin seperti ini. Ia tak mengharapkan seseorang masuk ke dalam kehidupannya lagi setelah Moon Byulyi meninggalkannya. Tidak akan ia biarkan. Ia akan menjaga benteng tinggi penghalau perasaan istimewa kepada seseorang selain Taehyung dan beberapa teman dekatnya yang telah susah payah ia bangun selama delapan tahun terakhir.

Walaupun demikian, sebuah suara kecil di kepalanya berkata, "Kali ini mungkin tidak akan mudah. Lawanmu adalah Kim Seokjin." 

---

Seokjin terbangun dengan rasa pegal di lehernya. Ia duduk perlahan sambil meringis memijat tengkuk dan pundaknya. 

"Aduuuhh...." 

Ia memutar kepalanya ke arah kiri dan kanan lalu meregangkan punggung. 

"Eh, ini bukan rumahku." 

"Memang bukan."

"Kyaaa! Heh, kenapa aku bisa di sini?" tuntut Seokjin pada Namjoon yang duduk di balik meja kerjanya. "Kau...apakan aku?" Seokjin menutup bagian dadanya dengan tangan tersilang. "Aku...aku...masih suci, kan?"

Namjoon memutar bola matanya jengah. "Mulut dan pikiranmu itu yang tidak suci." 

"Jam berapa sekarang?"

"Lihat sendiri," ujar Namjoon tak peduli sambil memasukkan beberapa barang ke dalam tasnya. Ia bangkit untuk menggantung jas dokternya dan mengambil jas abu-abunya. "Kau mau tidur di sini?" 

"Memangnya kenapa kalau aku tidur di sini?" 

"Tidak apa-apa." Namjoon berjalan ke arah pintu lalu membukanya. Sebelum menutupnya, ia menatap Seokjin dan berujar, "Titip salam buat penunggu ruangannya." 

"Kim Namjoooooooon!" 

---

Seokjin membanting pintu mobil Namjoon sampai tertutup yang membuat Sang Pemilik meringis dan meminta maaf kepada mobil kesayangannya tersebut. 

"Maaf ya. Dia memang gila." 

Keduanya melangkah menuju pintu depan dengan Seokjin yang berada di depan. "Buka pintunya." 

"Silakan," ucap Namjoon santai.

"Iiihh...kamu itu nyebelin tahu nggak?"

"Tahu kok. Kan kamu yang tidak pernah lupa bilang begitu."

Seokjin makin memonyongkan bibir dan berbalik menghadap pintu dengan tangan yang merogoh ke dalam saku celananya.

"Di mana lagi itu kunci sialan? Eh?"

Seokjin merasakan punggungnya bertabrakan dengan sesuatu yang kokoh. Namjoon telah berdiri di belakangnya dengan tangan kanan terjulur membuka kunci pintu.

Seokjin menoleh ke kanan tepat pada saat Namjoon menoleh ke arah kiri. Keduanya berpandangan dan sesuatu berdesir di dalam dada masing-masing.

"Ekhem...aku ehm masuk duluan."

Seokjin melesat ke dalam rumah langsung menuju kamarnya dan menutup pintu dengan suara berdebam. Di tempatnya berdiri, Namjoon tersenyum melihat kelakukan Seokjin.

"Ternyata bisa lucu juga."

---

Seokjin belum keluar dari kamarnya sejak mereka pulang. Ia yakin bahwa wajahnya pasti akan memerah jika bertemu dengan Namjoon maka ia memutuskan ngumpet sementara waktu walaupun cacing-cacing di perutnya sudah mengadakan konser rock 'n roll.

Tok tok!

"I-iya?"

"Kau tidak lapar?"

"Hmm...duluan saja."

"Sudah selesai sejak tadi."

Sialan!

Seokjin mengesampingkan perasaan malunya. Ia memutuskan untuk mengisi perut sebelum menghindari Namjoon lagi.

"Uuwaaa!" jerit Seokjin saat melihat Namjoon berdiri dengan kedua tangan dimasukkan ke dalam saku celana. Pria itu berdiri persis di depan pintu. Seokjin melayangkan beberapa pukulan ke bahu Namjoon.

"Aw! Apa-apaan sih? Aw!"

"Bisa nggak sih nggak ngagetin?"

"Siapa suruh gampang kaget. Aduh! Hei!" Namjoon menangkap pergelangan tangan kanan Seokjin dan menahan siku kirinya hingga lelaki tersebut berhenti memukulinya. Untunglah Namjoon ingat untuk tidak menyentuh pergelangan kiri Seokjin.

Beberapa detik berlalu dan Namjoon menyadari perubahan warna di wajah Seokjin. Rona merah jambu mulai tercetak di kedua pipinya. "Pipimu merah."

"Eh?" Seokjin mencoba menutupi pipinya namun kedua tangannya masih ditahan Namjoon.

"Kamu sakit...atau malu?"

"Ke-kenapa harus malu?"

"Tidak tahu. Mungkin karena ini." Namjoon mengangkat pergelangan tangan kanan Seokjin yang masih berada dalam lingkaran tangannya.

"Ini tuh sakit tahu nggak sih? Lepasin!"

"No no no. Minta maaf dulu."

"Iya, maaf."

"Yang serius."

"Iyaaaaa. Mohon maaf ya sudah mukul kamu, Bapak Kim Namjooooooonnn."

Tanpa diduga, Namjoon tertawa dibuatnya. Seokjin mengernyit heran.

"Kamu gila?"

"Hei, aku itu lebih tua. Seharusnya panggil aku Hyung."

"Tidak mau."

"Awas kalau tidak mau. Aku hukum kamu."

"Siapa takut? Coba aja. Nih nih! Mau apa? Dipukul? Nggak takut weeeekkk! Coba aj-"

Bibir Seokjin bungkam saat sebuah kecupan didaratkan Namjoon.

"Itu hukumannya."

- Bersambung -

Namjoon's ProposalDonde viven las historias. Descúbrelo ahora