Bram berjongkok di samping makamnya dan duduk di berbatuan. Sejenak suasana menjadi lebih hening dan damai karna tempat ini sepi dan jarang sekali ramai.

Bibir datar nya perlahan menampilkan senyum terbaiknya "ibu.. Bram datang"

Bram meletakan buket bunga di dekat batu bertulisan nama sang ibu. Masih dengan senyumnya, Bram mengelus tanah yg sudah di tumbuhi rerumputan itu.

Jemari Bram mencabuti rerumputan yg sudah panjang dan membuangnya hingga makam ibunya tampak lebih bersih. Ia mencabut sepucuk bunga bunga Lily dari sebuket bunga yg ia beli tadi, kemudian ia cucukkan batangnya di tanah makam ibunya.

"Ayah sehat walau Bram sering melihat nya menangis karna merindukan ibu." ucap Bram sebagai pembukaan "Tapi akhir akhir ini Bram sering memergoki ayah merasakan sesak nafas. Ibu tau ayah kenapa? Setiap Bram mau mengajaknya ke rumah sakit ayah selalu menolak"

Jeda sebentar, Bram mengambil nafas dan berusaha agar nadanya tidak bergetar "ibu masih mau mendengar kabar Bram kan?" Tanyanya

"Bram baik, Bu. Lebih baik dari biasanya. Ada seorang gadis cantik yg Bram tahan di apartemen. Bram suka dia, bu. Bagaimana menurut ibu? Dia baikkan? Dia juga penyayang.. berbeda dari gadis lainnya"

Air mata Bram meluncur cepat kala ia mengedipkan kelopak mata. Segera ia menghapus air itu dari pipinya. Sangat memalukan kalau ibunya melihat..

"Bram sayang ayah, hanya dia keluarga yg Bram milikki disini. Tolong jaga ayah dari sana ya Bu. Jangan ambil ayah sebelum Bram memiliki istri, karna saat ini Bram sedang sangat bergantung pada ayah. Kalau para gadis yg Bram sukai pergi maka ayah harus ada untuk Bram. Setelah Bram memiliki tempat bergantung baru, saat itu ibu bisa memiliki ayah lagi.."

"Bibi lena menitip salam, katanya rindu. Semua orang merindukan senyum manis ibu. Termaksud Bram, Bram rindu ibu bahkan sangat. Semoga ibu mendengar apa yg Bram katakan.."

Bram memainkan rerumputan panjang yg ada di tangannya. Bibirnya terus berceloteh panjang tentang hari-hari nya dan juga menceritakan tentang kesulitan yg ia rasakan. Jika sudah begini Bram terlihat seperti anak kecil yg mengadu pada ibunya..

Gerimis hujan mulai membasahi tanah pemakaman. Bram tak bergeming walau tetesan itu mengenai tubuhnya. Ia malah mendongak dan memejamkan matanya.

Hujan kecil itu mengenai wajah nya yg membuatnya tersenyum. Ia suka hujan. Dimana hujan bisa membuatnya tenang.

Setelah ia rasa cukup, Bram beralih menatap makam sang ibu, ia mengusap batu nama ibunya lembut dan menyingkirkan rintikan hujan dari sana.

"Bram pulang dulu. Hujan nya semakin deras. Ada seseorang yg menunggu Bram pulang, dia akan khawatir kalau melihat Bram kehujanan. Tolong jaga kami dari atas bu, bilang pada Tuhan kalau ia juga harus menjaga ibu dengan baik karna.. Bram sayang ibu"

Setelah menampilkan senyumnya Bram berlari kecil menuju mobil hitam nya. Ia duduk di kemudi dengan dada bergemuruh. Hujan ini membuat nya tak enak hati.. entah karna apa.

Bram menghapus setitik air mata dari sudut matanya dan mulai menjalankan mesin mobilnya. Dengan baju lembab dan rambut basah Bram tetap menghidupkan AC di mobilnya.

Mobil Bram mulai memasuki kawasan sepi menuju rumahnya. Ia melajukan mobil dengan cepat. Pasti kue yg di buat Laura sudah matang.

Sudut bibirnya terangkat senang saat menyadari ada yg menunggunya pulang seperti seorang istri yg menunggu suaminya.

Sudut bibir Bram menjadi garis tipis kala ia melihat sebuah mobil berhenti di dekat jalan persimpangan menuju apartemen. Alisnya bertautan bingung, sejak kapan ada orang yg kesini? Dan apa tujuan nya?

Mobil Bram mendekati bangunan sepi itu dan memasukan mobilnya menuju bagasi. Baju nya yg lembab sudah mulai mengering. Hanya saja, Tangannya mendadak dingin.

Bram menaiki tangga cepat menuju lantai tiga dimana kamarnya berada. Sepanjang langkah, Bram berusaha mengubah raut wajahnya menjadi biasa. Tatapan sendu nya kembali menjadi seperti biasa.

Dug'

Langkah Bram memelan karna mendengar bunyi benda jatuh. Ia mengedarkan pandangannya dan mencari benda yg tadi terdengar jatuh.

Setelah ia memastikan tidak ada apapun Bram melanjutkan jalannya di perpanjang koridor lantai tiga. Ia melewati lorong menuju kamarnya berada.

Mata Bram memaku kala melihat pintu kamar nya terbuka sedikit. Kakinya seperti mati rasa. Ia ingin berlari masuk namun langkahnya berat.

Bram membuka tutup kelopak matanya dan kembali menatap pintu kamar. Tangannya yg dingin kini gemetar. Kakinya ia paksa berjalan cepat walau terasa susah.

"Laura?" Panggil nya dengan nada seperti biasa

Ruang tengah kosong. Bram beralih menuju dapur dimana tepat terakhir Bram meninggal kan Laura. Ia bisa melihat sepiring berisikan kue coklat yg masih hangat.

Nafas Bram mulai tenang kala memakan kue buatan Laura, tidak buruk..

Dengan tiba-tiba Bram melempar kue sisa di tangannya dan berlari menuju kamar. "Laura.." teriaknya tertahan

Mata Bram bergerak kesana-kemari mencari wujud wanita yg selama ini tinggal bersama nya. Tangan Bram mengepal saat tak juga menemukan Laura

"LAURA..!!!!" teriakan Bram terdengar sampai keluar

• KIDNAPPED •

K I D N A P P E D ✓Where stories live. Discover now