Dimaafkan

1.3K 208 152
                                    

Zahard memandang putra mungilnya dengan pandangan yang sulit diartikan. Sudah beberapa minggu ia tidak mampir ke kastil Zahard, ketika bayinya mampir, ia malah asyik dengan saudarinya.

Bam tidak merengek ataupun berceloteh seperti biasanya. Anak ayamnya sedang merajuk kah? Pikir Zahard. Raja menara tersebut lantas berjalan mendekati bayi mungilnya yang beriris emas tersebut. Zahard mensejajarkan diri dengan Bam.

"Ada apa, sayang? Bam marah pada Dada?" Zahard bertanya sembari mengelus pipi bulat tersebut.

Bam memandang Zahard datar sebelum mengembungkan pipi yang sudah bulat. "Tidak, Bam tidak sedang marah pada Dada."

"Kalau begitu sini duduk di pangkuan Dada." Zahard berdiri dan duduk di atas singgasananya.

Bam menimbang sebentar. Si iris emas bukannya mendekat, ia malah menjauhi Zahard. Berjalan meninggalkan ruangan Zahard dan berlari entah ke mana.

Zahard terdiam melihat bayi kecilnya yang malah berlari menjauhi raja menara tersebut. Zahard termenung sejenak memikirkan kesalahannya pada si bayi. Sulit memecahkannya, merasa tidak bersalah, ia malah sibuk kembali dengan pekerjaan yang sempat tertunda.

—————————

Zahard duduk minum dengan V serta Edahn. Mereka memutuskan minum-minum di rumah si surai biru. Zahard menegak dengan cepat cairan asam tersebut.

"Kau kenapa?" Edahn memandang bingung raja menara tersebut. Seingatnya, terakhir kali si raja begini ketika Bam jatuh sakit dalam waktu lama. "Ada masalah?"

Zahard terlihat menimbang ingin bercerita atau tidak pada si biru. Bagaimana pun, Edahn bukan pilihan tepat untuk menjadi teman berbagi duka. Setelah melihat V, Zahard akhirnya bercerita. "Bam mendiamiku."

V terlihat tertarik. Lelaki tersebut bahkan melepaskan gelas araknya. "Sudah sewajarnya dia merajuk begitu."

"Memangnya aku melakukan apa?" Zahard bertanya dengan wajah datar yang menyebalkan.

Edahn sudah menggenggam botol anggurnya untuk dilempar ke wajah si pirang jika saja V tidak menahan. "Aduh, aku jadi paham mengapa Arlene lebih memilih V dari pada kau."

"Kau ada masalah dengan itu, Edahn? Arlene bahkan masih membiarkanku di sekitarnya." Zahard terlihat mengeluarkan beberapa bang yang berhasil di tahan V.

V memijat pangkal hidungnya lelah. Seharusnya ia tidak ikut menemani dua sahabatnya ini minum. Zahard dan Edahn tidak begitu baik dalam beberapa hal. "Teman-teman, mari berbicara dengan kepala dingin. Arlene memilihku bukan karena Zahard tidak peka atau sebagainya."

"Sudah tidak peka, bodoh, hidup pula," sinis Edahn yang kembali duduk tenang di sebelah V. "Harusnya aku pergi minum denganmu saja, V."

"Zahard tenanglah. Biar aku menjelaskan padamu kesalahanmu pada bayi kecil kita." V tersenyum sembari menuangkan minum pada gelasnya. Ia menyerput tenang sembari mengawasi kedua lelaki berumur yang tak umur ini.

Zahard duduk tak jauh dari V. Ia mencomot sebuah anggur. "Apa yang aku lakukan hingga Bam mendiamiku? Sudah berminggu-minggu dia bermain sembunyi denganku. Beberapa hari di kastil pun dia tidak memperdulikanku."

"Kau sadar tidak membentak Bam?" V memangkukan pipinya pada tangan. "Kau tau sendiri kau begitu memanjakan Bam hingga tidak bisa mengatakan tidak. Ketika kau mengeluarkan aura rajamu seperti memarahi para putri Zahard, Bam tentu saja tertekan, kesal."

Zahard menunduk sejenak. Ia menengadah dan memandang V dengan pandangan yang rumit. "Kau tau sendiri, aku tidak ingin kehilangan Bam seperti dahulu. Apa kau tau seberapa menderitanya aku ketika bayi mungilku harus tidur panjang tanpa tau kapan terbangun, tanpa tau bagaimana membangunkannya, tanpa tau harus melampiaskan kemarahan ini pada siapa."

"Zahard," V memanggil lembut. "Masa lalu sudah berlalu, hari cerah sudah terlihat. Lihat, kau sangat berjasa untuk membangunkan Bam dengan menawarkan banyak hal pada dewa di luar menara serta administrator. Bam akan tumbuh sehat dan bahagia, kita sebagai orang tua hanya harus mendorong mereka ke tempat yang baik." V menegak air putihnya. "Jangan seperti Edahn."

"Apakah sekarang kau berkomplotan dengan Zahard untuk mengejekku, V." Edahn tertawa sinis.

V tertawa. "Tentu saja tidak, Edahn, tapi kau memang bukan panutan yang baik sebagai model pembelajaran orang tua yang baik. Kau bahkan memisahkan anakmu sendiri sebagai keluarga cabang."

"Sejujurnya, aku penasaran, apa alasanmu memasukan Aguero sebagai keluarga utama. Mereka bahkan belum melakukan pertandingan bodoh atau menjadikan putri mereka sebagai putri Zahard."

Edahn tersenyum penuh penghinaan. "Oh, apa raja menara sangat memperdulikan keluarga Khun ini."

"Tidak juga."

"Zahard sialan!" Edahn siap mengamuk yang kembali ditenagi oleh V. "Dia dekat dengan bayi kecil kita. Lagi pula, pangeran Zahard sudah seharusnya mendapatkan teman sederajat, bukan?"

"Sejujurnya, aku benci pemikiranmu, Edahn." V menghardik. Lelaki beranak satu tersebut berdiri. "Aku akan pulang, Bam pasti menungguku."

"Huuf," Edahn mengembuskan napas lelah. "Dia tidak berubah, ya."

"Oleh sebab itu aku bahagia Arlene bersamanya. Arlene pantas mendapatkan yang terbaik."

Edahn bangun. "Terkadang aku benci mendengar kebucinanmu, tetapi melihatmu bucin juga kesenangan. Sudahlah, pikirkan saja cara bermaafan dengan Bam. Aku ingin pulang."

————————

Zahard duduk diam di kediaman Arlene pagi itu. Raja menara tersebut terus mengikuti gerakan Arlene yang telaten untuk menyediakan sarapan untuk keluarga kecilnya dibantu oleh beberapa orang lainnya.

"Zahard, bangunkanlah Bam. Berbicaralah dengannya. Aku yakin, setelah kalian berbicara, semua akan kelar." Arlene menepuk bahu kokoh raja menara.

Zahard mengangguk dan meninggalkan ruang makan. Ia memasuki kamar Bam yang didominasi dengan warna emas-merah, khas warna kerajaan Zahard. Zahard duduk sembari mengelus surai Bam lembut.

"Bam," panggil Zahard lembut. "Bukannya Dada ingin mengurungmu di sini, tetapi Dada tidak ingin kehilangan Bam kembali. Sudah cukup sekali Dada hidup dengan kekosongan."

Elusan turun pada alis kemudian hidung dan pipi. "Dada akan menjaga Bam sekuat apapun. Jadi, tolong tetap tinggal bersama Dada, Bam."

Zahard merasakan Bam mengeliat. Mata indah tersebut menampakan binarnya. "Dada."

"Bam, ayo bangun. Mama sudah membuat sarapan." Zahard membantu mendudukan putra mungilnya.

Bam menggosok matanya. "Dada kenapa di sini?"

"Dada ingin minta maaf," Zahard berucap pelan. "Maaf, ya, Dada membentak Bam. Dada salah."

Bam mengangguk. Ia memasang wajah sedih. "Salah Bam juga karena memaksa. Dada, maafkan Bam, ya."

"Bam tidak salah kok." Zahard mengecup pipi tersebut gemas. "Jadi apakah sekarang Dada dimaafkan?"

Bam mengelus dagunya. Ia mengangguk diiringi senyum tulus. "Dada dimaafkan." Bam meloncat memeluk leher kokoh tersebut. Bam balas mencium leher hingga hidung Zahard.

Pagi mendung Zahard sudah lewat. Maaf Bam sudah menghilangkan kegundahan raja menara ini.

Baby BamWhere stories live. Discover now