Membuat Kue

1.6K 253 33
                                    

Bam menatap bahan-bahan kue yang disiapkan oleh sang ibunda tercinta, Mama Arlene, yang kini menata alat-alat lain. Bam menatap berbagai alat yang mamanya keluarkan dari lemari-lemari penyimpanan.

"Mama, kenapa banyak sekali?" Bam menatap bingung telur, tepung, bubuk-bubuk halus yang entah apa. "Kita akan membuat kue yang besar untuk Papa dan Dada?"

Arlene tersenyum lembut. "Bam ingin kue yang seperti apa?"

"Bam ingin kue yang bisa dimakan bersama-sama. Bam ingin hari Papa dan Dada menjadi luar biasa!"

Arlene tertawa lembut sembari mengelus rambut lembut putranya. "Hmmm... Bagaimana jika kita membuat kue lemon?"

Bam mengangguk semangat. "Papa dan Dada sangat menyukainya, ayo Mama!" Bam dengan semangat memasang apron kecil yang memang tersedia untuk Bam yang biasa membantu memasak. "Apa yang bisa Bam bantu, Ma?"

"Bam bisa pisahkan kuning telur dan putih telur?" Arlene menerima anggukan dari putranya membalas dengan ciuman gemas pada pipi bakpao tersebut. "Nah, Bam masukan kuning telurnya ke sini, lalu putih telurnya ke sini."

Bam dengan patuh memisahkan kuning dan putih telur menggunakan alat yang diberikan oleh Arlene dan meletakan kuning telur pada mangkuk berbeda. "Mama, ini telurnya berapa banyak?"

"Hmm..." Arlene mengetuk dagunya sejenak. "Lima saja."

Bam mengangguk patuh dan kembali memisahkan telur-telur tersebut. "Sudah, Ma. Bam bantu apa lagi?"

"Nah, Bam sekarang bantu Mama menuangkan tepungnya ke sini," Arlene membalas sembari meletakan tepung yang sudah ia takar ke depan Bam. "Pelan-pelan menuangkannya selama Mama mengaduk menggunakan ini, ya."

"Mama, itu namanya apa? Bam tidak pernah melihat." Bam menuangkan tepung ke dalam adonan kuning telur dan tepung lain yang entah apa. Tepung yang dicampurkan oleh mamanya sebelum menyuruh Bam menuangkan tepung yang kini ia pegang.

"Ini namanya mikser, alat pencambur bahan-bahan untuk membentuk adonan," balas Arlene sembari terus memutar mikser. "Nah, ketika mencampurkan adonannya, harus pelan-pelan agar adonannya tidak berhamburan."

Bam mengangguk mengerti. "Bam bisa membantu apa lagi, Ma?"

"Bantu Mama ambilkan loyang berbentuk persegi panjang di sana, sayang."

Bam berjalan menuju ujung meja di mana alat-alat cetak diletakan Arlene. "Yang ini, Ma?"

"Bukan, Bam, yang di sebelahnya," Arlene membalas sembari menunjuk ke arah loyang.

Bam memiringkan kepala. "Yang ini?"

"Iya, yang itu." Arlene menghentikan miksernya dan mengambil mentega serta kuas.

Bam memperhatikan dengan saksama ketika sang Mama mengoleskan mentega ke loyang dan mulai menuangkan adonan yang kini berwarna kuning.

"Mama, kenapa warnanya kuning?"

Arlene menatap putranya setelah mengatur oven. "Mama memberi pewarna makanan dan perasa."

"Kenapa diberi pewarna dan perasa, Ma?"

Arlene menunjukan botol yang tidak diketahui Bam. "Pewarna makanan berfungsi untuk membuat makanannya ada warna. Kemudian perasa berguna untuk memberika rasa pada makanan."

"Kalau tidak dikasih nanti kenapa, Ma?"

Arlene tersenyum geli. "Nanti rasa makanannya tidak ada, dong. Memangnya Bam mau makanannya tidak ada rasa?"

Bam menggeleng keras. "Nanti seperti makanan orang sakit, seperti waktu Bam sakit," Bam membalas cepat. "Bam tidak mau lagi."

Arlene terkikik geli melihat tingkah putranya yang menggemaskan. "Sekarang ayo kita buat krim atasnya!"

————

Bam menarik Zahard dan V yang baru tiba menuju ruang keluarga. Anak kecil tersebut mencoba menarik sekuat tenaga ketika Dada dan Papa-nya malah memberatkan badan mereka.

"Papa, Dada, jangan membuat Bam marah!" Bam memelototi sosok ayahnya kesal. "Jika Bam marah, Bam tidak akan mencium Papa dan Dada!"

"Aduh, nanti kalau Papa rindu dipeluk Bam bagaimana, dong?" V tersenyum geli melihat wajah cemburut Bam. "Atau Papa harus mencari anak baru, ya?"

"Jangaaan!" Bam berlari kepelukan V dengan wajah menahan tangis. "Nanti Bam tidak punya Papa lagi."

Tawa lembut keluar dari V. "Tidak jadi, anak Papa terlalu menggemaskan untuk ditinggal."

Bam terkikik ketika ia digendong oleh V. Ia mengarahkan para pria yang lebih tua menuju ruang keluarga.

V dan Zahard terdiam ketika mereka sampai ruang keluarga. Ruang tersebut dihias sedemikian rupa dengan warna hitam, kuning, dan merah. Terdapat kue kecil dengan hiasan lemon dan boneka kecil berbentuk V dan Zahard serta Bam di atasnya.

"Papa, Dada. Selamat hari Papa dan Dada!"

Zahard mendekati Bam yang masih dalam pelukan V. Ia mencium gemas pipi Bam, sesekali menggigit lembut hidung kecil tersebut. "Anak Dada menggemaskan."

"Menjauh dari wajah anakku! Ugh, anak Papa jadi penuh liur Dadamu yang jelek." V membersihkan wajah manis putranya kemudian mencium gemas pipi tersebut.

Bam terkikik dan membalas ciuman Papa dan Dadanya. Tak jauh dari sana, Arlene memfoto kebersamaan keluarga kecilnya.

Baby BamWhere stories live. Discover now